6 : Terakhir

30 13 0
                                    

Esoknya, Nayya datang ke rumah Kenzo tanpa mengabari Kenzo terlebih dahulu. Ia kemari dengan alasan rindu, padahal mereka berdua setiap hari bertemu. Kenzo semakin curiga dan kebingungan ketika melihat Nayya yang murung.

"Kenapa, Nay? Ada apa kesini?"

"Ish! Gue tadi udah bilang 'kan, gue kangen," jawab Nayya sebal.

"Terus kenapa kesini sendirian? Gue bisa jemput lo 'kan?"

Nayya mendecak sebal. "Biarin."

Kenzo berjalan mendekati Nayya yang duduk di salah satu kursi ruang tamunya. Perempuan yang duduk di dekatnya ini sangatlah rupawan. Bayangkan saja, hidungnya yang mancung dipadukan dengan wajahnya yang minimalist membuat sosok Nayya menjadi incaran kalangan anak lelaki di sekolah.

Kenzo mengulurkan tangan kirinya hendak merangkul Nayya. Lalu apa yang Nayya perbuat? Ia malah menolak mentah-mentah dengan sebab mereka masih di bawah umur. Ah, mungkin Nayya sedang badmood atau sedang menstruasi.

Mereka hanya diam-diaman selama kurang lebih setengah jam. Kenzo dengan sabar menunggu perempuan yang menyandang status sebagai kekasihnya untuk berbicara tanpa dipancing, tetapi apa? Nayya hanya diam sambil sesekali melamun tak tahu arah.

"Ken---"

"Gue mau putus, Zo," titah Nayya menyela ucapan Kenzo.

Mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Nayya, Kenzo membelalakkan matanya. Apa yang Nayya ucapkan? Putus? Apakah Kenzo sangat buruk di mata Nayya sampai Nayya mengajaknya untuk mengakhiri hubungan ini?

"Lomba model sebentar lagi, Nay. Jangan ngrusak feel saat lomba hanya karena kita putus," ucap Kenzo sambil menatap Nayya lekat-lekat.

Nayya hanya diam saja. sesekali ia memilin ujung bajunya, sepertinya ia sedang berpikir. Tampan, famous, pandai, apa yang kurang dari Kenzo? Namun, sepertinya bukan masalah kehidupan Kenzo yang membuat Nayya yakin untuk mengatakan kalimat tadi. Melainkan, masalahnya sendiri.

"Gue udah capek, Zo ngurusin Clara sama Thania yang mulutnya lima meter itu. Bayangin deh, setiap kali lo masuk kelas langsung disambut sama nyinyiran, setiap jam bahkan menit lo digangguin, setiap di kantin lo diganggu juga. Gue capek, Zo," ucap Nayya dan mengeluarkan air matanya. Tampaknya ia benar-benar lelah.

"Emang ini masalah pribadi gue, tapi mereka berdua tuh selalu nyinyirin hal yang sama, apa? Gue nggak cocok sama lo, miris 'kan? Gue bener-bener nggak tahu harus ngapain selain mengakhiri hubungan ini. Gue mau lihat, apakah dengan berakhirnya hubungan gue mereka jadi diam?" lanjut Nayya.

Kenzo dengan cekatan memberikan tisu kepada Nayya. Ia tidak mengelap langsung air mata Nayya karena sudah bisa dipastikan sang pemilik air mata tidak merelakannya alis Nayya tidak mau. Kenzo mengelus pelan punggung Nayya, berusaha memberikan semangat terbaik untuknya.

"Nay, kalo itu mau lo, gue hanya bisa pasrah. Meskipun menurut gue mereka nggak bakal berhenti ketika kita udah putus. But, gue minta kita putusnya abis lomba. Kenapa? Gue nggak mau ngrusak feel saat lomba itu berlangsung. Cuma ini permintaan gue, Nay," jelas Kenzo.

Nayya mengangguk pelan. Ia paham apa yang dimaksud Kenzo walau bahasanya lumayan ribet. Kenzo tidak ingin sekolahnya kalah dalam lomba model itu hanya karena putusnya hubungan mereka. Itu sudah bisa dipastikan.

Ia terdiam beberapa saat. Nayya sibuk membersihkan pipinya dari bekas air matanya. Bahkan, baju yang ia kenakan ikut basah juga. "Iya, Zo. Tapi lo janji 'kan kalau setelah itu kita putus? Lo ikhlas 'kan? Lo nggak apa-apa 'kan?"

Kenzo tersenyum sembari menatap Nayya. "Gue ikhlas kok, kalau itu mau lo. Gue cuma bisa doain masalah lo sama mereka berdua kelar, gue juga tetap ngasih support lo kok."

"Padahal gue nggak ikhlas, Nay," batin Kenzo. Biarlah hatinya yang bersandiwara.

Nayya tersenyum dan menatap lanti rumah Kenzo nanar. Mungkin, ini adalah kali terakhirnya menginjakkan kaki di rumah megah ini. meskipun mereka tetap berteman, frekuensi Nayya datang ke rumah Kenzo tidak akan sesering ini lagi. ah, hatinya kembali sesak ketika membayangkan hal itu terjadi.

Dirinya memang masih mencintai Kenzo, biarpun hanya cinta monyet. Tetapi, sindiran demi sindiran yang keluar dari mulut Clara dan Thania membuatnya yakin untuk mengakhiri hubungan ini. Walau sebenarnya ia tahu mereka berdua tidak akan berhenti meski Nayya sudah putus.

Tanpa disadari, Kenzo mengelus pelan puncak kepala Nayya. Menyalurkan beberapa semangat yang ia punya. Walau tidak banyak, setidaknya hal itu bisa membantu Nayya. Ia akan merindukan hal ini, dimana ia mengelus puncak kepala Nayya untuk mengisi ulang semangat Nayya.

"Zo, makasih atas semuanya," ucap Nayya. Air matanya kembali menetes. Seperti inikah nasibnya? Mengapa sangat buruk?

Kenzo tersenyum. "Iya, gue juga terima kasih. Lo udah nerima gue sebagai pacar lo walau hanya sebentar. Setidaknya, perasaan gue udah terbalas beberapa hari."

Nayya tercengang, matanya membulat sempurna. Apa yang Kenzo bilang? Perasaannya terbalaskan? Nayya dengan spontan mengangkat kepalanya karena terkejut dengan omongan Kenzo.

"Terbalaskan?" beo Nayya pelan.

"Iya, gue udah mendem lumayan lama, tapi ternyata berakhir kejam ya, Nay," kekeh Kenzo.

Nayya tidak percaya akan hal itu. Mengapa Kenzo bisa menyukainya padahal ada banyak anak perempuan yang mengantre untuk menjadi pacarnya? Apakah Kenzo menutup matanya seperti yang dikatakan Clara pada waktu itu?

"Lo merem?" tanya Nayya dengan nada ketidak percayaan.

Kenzo terkekeh pelan. "Ya enggak lah." Tangannya masih mengelus puncak kepala Nayya tanpa henti.

Nayya menggigit bibir bawah bagian dalamnya, ia menyesal karena mengetahui hal itu sekarang. Mengapa Kenzo tidak memberitahunya sejak lama? Toh, mereka juga sudah satu ekskul sejak kelas sepuluh.

Marah? Tentu saja. Tetapi, ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Kenzo. Kenzo juga punya perasaan sendiri. Mungkin saja Kenzo yang dulu masih pemalu atau belum terlalu yakin dengan perasaannya kepadanya. Tetapi, rasa jengkelnya meluap-luap. Ingin sekali ia mengulang kembali semua peristiwa yang pernah ia lalui bersama Kenzo.

Lagi-lagi, air matanya turun. Nayya menyesal. Menyesal atas semuanya. Mengapa dirinya sebodoh ini? Memang, penyesalan selalu berada di belakang, jika di depan maka manusia tidak akan pernah berani. Lagipula, kulitnya tidak seperti badak yang keras, ia masih mempunyai malu. Tidak akan ada pada kamusnya apa itu balikan. Semua biarlah berlalu.

"Gue minta maaf, Zo. Gue kira lo suka sama gue baru-baru ini, jujur gue nyesel," tutur Nayya.

Rasanya, senyum di mulut Kenzo tidak akan pernah pudar. Ia tetap tersenyum menanggapi ucapan Nayya yang semakin ke sini semakin tidak masuk akal. Mungkin, ini terakhir kalinya bagi Kenzo untuk memendam perasannya. Hatinya masih cukup sakit jika berakhir seperti ini. dulu, ia kira mereka berdua akan berakhir bahagia. Memang bahagia, tetapi hanya sesaat.

Kenzo paham apa yang dipikirkan Nayya sekarang. Nayya hanya perlu kedua sahabatnya itu akur kembali dengannya. Namun, Kenzo rasa memutuskan hubungan ini tidak akan membuat Clara dan Thania berhenti. Bisa jadi mereka berdua tambah sombong dan merasa benar ketika mendengar kabar ini nanti.

"Intinya, abis lomba kita selesai ya," ulang Nayya.

"Iya, Sa—Nay," jawab Kenzo.

***

tbc, gimana nii??

Problematika Perempuan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang