21 : Malu

19 4 0
                                    

Gladys menyenggol bahu Naisya, seolah mengisyaratkan kepada Naisya untuk melihat ke arah yang sama dengan yang Gladys lihat. Gladys sedang melihat sosok Clara yang berjalan pelan tapi pasti menuju mereka berlima.

"Ada apa lo ke sini?" sengit Naisya tak suka dengan kedatangan Clara.

"Shut, apaan sih," sanggah Sia dan mempersilakan Clara untuk berbicara kepadanya dan keempat temannya.

Clara terdiam. Ia sebenarnya takut dengan cara yang ia ambil ini, ia takut jika cara ini tidak berhasil seperti apa yang ia bayangkan. Fyuh, semoga saja berhasil dan kebahagiaan kembali ke tangannya.

Ia menghela napasnya. Ia sedikit grogi dengan hal ini. Ia hendak berbicara, tetapi jiwa dalam dirinya menghentikan aktivitas tersebut. Ah, ia harus berani, semua demi kebahagiaan dan dirinya sendiri.

"Lo tau Nayya sekarang? Dia udah hasut Thania buat ngejauhin gue," ucap Clara penuh sesal. "Dan Thania yang bego mau-mau aja jadi bonekanya Nayya."

Sia sedikit terkejut dengan pernyataan Clara. Apakah ini benar? Apakah yang diucapkan ratu drama ini benar terjadi? Atau hanya sebuah lelucon belaka? Atau justru sebuah hasutan untuk mereka?

"Lo tahu dari mana?" tanya Leyla. Dari kelima anak ini, Leyla-lah yang paling kebal terhadap hasutan. Ia jarang percaya dengan orang lain.

Clara terdiam. "Gue tahu sendiri."

"Iya, dari mana?!" sentak Leyla kehabisan stok sabarnya.

Sia dengan cekatan memegangi kedua tangan Leyla dan berusaha menarik tubuh Leyla ke bawah supaya kembali duduk di tempatnya semula. Leyla memanglah anak yang tempramental, sangat mudah tersenggol emosinya.

"Gue punya kekua---"

"Sayangnya lo bukan gennya Nayya, Ra," sanggah Naisya. "Gue tahu ada gen apa aja di dalam diri lo, lo nggak usah ngaku-ngaku di depan gue."

Clara diam membisu. Ah sial! Rencananya di ambang kehancuran. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan emas ini, ia harus berhasil membuat geng ini benci dengan Nayya dan Thania. Ia tidak akan membiarkan Nayya merasakan kebahagiaan.

Bagaimana ini? Ia harus bagaimana? Tidak mungkin kan jika ia langsung berbalik begitu saja? itu bukankah menandakan bahwa dirinya telah kalah? Tidak, bisa, ia harus menggantui topik bahsan yang lebih menarik lagi.

"Kenzo mana? Udah nggak temenan sama kalian lagi?" tanya Clara ditambah alibi mencari-cari sosok Kenzo di antara kelima anak itu.

"Tuh, lagi ngobrol sama Thania. Emang lo ngapa sih, Ra? Ngebet punya temen, iya? Atau ngebet pengen jadi pacarnya Kenzo?" tanya Seryl dengan nada semakin meninggi dengan tujuan Kenzo mendengar ucapannya.

Benar saja, Kenzo menoleh dan menaikkan kedua alisnya seakan bertanya ada apa dengan mereka. Seryl melambaikan tangannya supaya Kenzo dan Thania mendekatinya. Ia juga bisa mengadu domba, tidak hanya Clara saja. mari kita lihat permainan milik Seryl.

"Dia bilang, lo dihasut Nayya biar nggak temenan sama dia, bener atau salah?" tanya Seryl dengan nada mencekam. Jarang ada orang yang berani berbohong dengannya.

Thania menggeleng pelan tetapi pasti. Toh ia memang menjawab dengan kenyataan, ia sama sekali tidak dihasut siapapun dalam minggu ini. Ia menatap kedua mata Clara yang juga menatapnya. Sendu.

"Terus lo kenapa jauhin dia?" tanya Seryl lagi.

"Gue? Jauhin dia? Sejak kapan?" tanya Thania bingung sambil menunjuk-nunjuk dirinya yang kebingungan.

Sejak kapan dirinya menjauhi Clara? Yah, walau sosok seperti Clara memang patut untuk dijauhi dan dikucilkan. Tetapi, tiak ada dalam benaknya untuk menjauhi Clara. Apakah ia salah paham?

"Gue nggak jauhin dia tuh, gue dari tadi cuma keluar kelas dan ketemu Kenzo, udah," ucap Thania.

Seryl menyeringai. "Denger ga nih? Terus lo punya kalimat itu dari mana? Ngawur, iya? Biar apa? Biar kita semua terpecah belah? Sorry, Nayya terlalu baik buat kita kucilkan."

Clara terdiam, kemudian dengan berat hati ia melangkahkan kaki dan pergi kembali ke kelas. Omongannya tadi serasa pamali baginya, sekarang ia sudah berbalik dan kembali ke kelas. Ini menunjukkan bahwa dirinya sudah kalah bukan?

Di jalan, ia berpapasan dengan Nayya yang baru saja mengumpulkan tugasnya di meja guru. Nayya tampak menyapanya, tetapi ia acuh tak acuh dan tetap melanjutkan jalannya.

Nayya datang di kantin setelah kejadian itu selesai. Ia datang seperti orang gila yang tidak tahu apa-apa. Sedang apa mereka? Mengapa mereka tampak menghela napas berulang kali? Apakah ada yang salah dengan dirinya?

"Kalian ... ada apa?" tanya Nayya hati-hati. Ia takut ada kesalahan dalam dirinya berbicara sehingga menimbulkan hal yang tidak-tidak

"Tuh, mantan sahabat lo buat emosi gue naek," keluh Leyla sambil menyeruput es tehnya.

"Clara? Dia ngapain?" tanya Nayya dan menarik kursi lain untuk duduk di depan Leyla dan mendengar ceritanya.

Dia masih saja peduli dengan sosok yang bisa dibilang sudah membuat onar kehidupannya. Sebenarnya, terbuat dari apakah hati dan perasaan Nayya? Apakah perasaan itu sudah tidak bisa merasakan hal yang kejam?

"Masa dia kata lo hasut Thania buat jauhin dia, terus setelah Thania ditanyain ternyata enggak. Dia tuh nggak ngotak banget tau nggak sih?" omel Leyla berapi-api.

Nayya tersenyum singkat kemudian mengangguk-angguk seakan mengerti dengan yang Leyla katakan. Ia tidak tahu harus berkomentar apa, ia bingung dengan permasalahannya yang semakin hari semakin melibatkan orang banyak.

Nayya mengambil napas panjang kemudian mengembuskannya kasar. "Guys, kalian nggak usah mikirin Clara, Thania, sama gue. Kita biar nyelesaiin masalah ini sendiri, Clara nggak usah dipikirin, anggap aja dia orang kurang waras. Mending kalian fokus pada diri kalian sendiri."

Sia mendekati Nayya dan memeluknya ringan. Baru kali ini ia menemukan sosok seperti Nayya. Sosok yang tidak mau orang lain memikirkan dirinya dan berusaha seakan-akan dia paling teguh dan tegar menghadapi masalahnya sendiri.

"Iya, Nay. Tapi kalau lo butuh bantuan, kita tetap ada buat lo kapanpun lo butuh," ucap Gladys memberi semangat tambahan untuk Nayya.

Nayya tersenyum haru. Ah, benar juga omongannya, kehilangan tidak apa karena akan ada yang segera menggantikan posisinya. Bahkan lebih baik lagi. Nayya tidak pernah membayangkan hal ini terjadi dalam kehidupannya.

Tetapi, dengan adanya masalah dengan Clara dan Thania, ia menjadi tahu bahwa teman yang lainnya itu tak kalah mengasyikkan. Ia juga tahu artinya menjadi dirinya sendiri tanpa ada campur tangan orang lain.

Kali ini, Nayya berusaha bersyukur sebaik mungkin dengan adanya masalah ini. Mengeluh boleh, tetapi jangan terlalu sering. Sering-seringlah bersyukur karena bersyukur bisa membawamu kepada kebahagiaan.

Nayya merangkul Sia dan Gladys yang merangkulnya saat ini. Menjadi pusat perhatian tidak apa, karena ini sudah kebiasaannya. Yang terpenting, kebahagiaan.

***

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now