15 : Antara Nayya

24 6 1
                                    

"Lo ada saran?" tanya Kenzo frustasi. Mendekati Thania ternyata lebih sulit daripada mendekati Nayya dulu, bahkan ia sempat putus asa.

Nayya mendecih. "Nggak ge---"

"Iya-iya, gue nggak gentle. Cepetan gimana?" sela Kenzo kesal

Nayya adalah tipe anak yang seperti ini. Paling malas jika disuruh berdiskusi bersama, apalagi menyalurkan pendapat. Ia paling benci dengan hal itu. Entah mengapa ia malas dan kesal jika disuruh berpikir mendadak.

"Kalo gue jawab besok boleh?" tanya Nayya sambil membenahi rambutnya.

Kenzo menggeleng pelan. "Nggak. Bagi gue ini penting dan gue nggak nemu jawabannya. Ayolah, Nay."

Mendengar ucapan Kenzo, Nayya mulai luluh. Ia paling tidak bisa melihat orang yang meminta bantuan dan mengatakan bahwa itu penting. "Gue butuh mikir, Zo. Besok, ya?"

Kenz menghela napasnya. "Okay, jangan lupa."

Nayya melonjak kegirangan, akhirnya. "Doain aja, nanti ingetin juga."

Di balik tembok, tampak Thania yang entah mengapa menatap iri pada Nayya yang sedang mengobrol bersama Kenzo. Lah, dia memangnya siapanya Kenzo? Apakah dia mempunyai hak untuk iri? Atau ... dia cemburu?

Daripada kecemburuan dan irinya semakin meningkat, ia pergi dari balik tembok menuju Clara yang sudah menunggunya di tempat parkir. Thania berjalan mendekati Clara dengan lesu, andai saja dirinya yang sedang berbicara dengan Kenzo.

"Ah, gue tahu," batin Thania dan mempercepat langkahya menuju Clara.

"Ra, gue mau minta tolong," pinta Thania dan mengeluarkan jurus andalannya.

"Minta tolong apa?" tanya Clara dingin.

Thania melebarkan matanya terkejut. "Lo beneran mau?"

Clara mengangguk ragu. Apakah permintaan tolong ini sedikit bahaya? Apakah Thania hendak mempermainkannya? Ah sudahlah. "Iya, apa?"

"Gue suka sama Kenzo."

__

"Nayya sayang, lo udah ngerjain tugasnya Bu Oppun?" tanya Leyla.

Nayya mengangguk. "Udah, mau lihat?"

Kelima perempuan itu refleks mengangguk ketika Nayya memberi mereka lampu hijau untuk menyontek. Lega sekali rasanya, bisa mempunyai teman yang mau memberi jawaban. Jarang-jarang ada orang seperti Nayya.

"Gue sekalian, Nay," ucap Raif. "Lo nggak, Zo? Apa lo udah ngerjainnya?"

Kenzo menyengir. "Gue udah duluan di depan kalian tadi, gue kan punya kartu orang dalam," ucapnya sambil menepuk dada kirinya.

Mereka hanya bisa mendecih kesal karena tingkah laku Kenzo. Ada apa dengan Nayya dan Kenzo? Apakah mereka hendak balikan? Itulah dua pertanyaan yang mengambang di pikiran mereka berenam. Ada apa sih dengan mereka berdua?

"Cuma permintaan tolong doang," tutur Nayya setelah memahami pikiran mereka. Jangan lupakan senyuman khas devil yang akhir-akhir ini sering Nayya gunakan.

"Ooh, minta tolong apaan? Deketin si itu, ya?" tanya Naisya sambil menaik turunkan kedua alisnya, berniat menggoda Kenzo.

Nayya tertawa terbahak-bahak. "Si itu siapa? Th---"

"Jaga mulut lo," sela Kenzo sambil menutup mulut Nayya dengan telapak tangannya.

Mereka terdiam cukup lama. Yah, mereka sedang menyalin pekerjaan Nayya. Mungkin mereka butuh ketenangan dalam menulis, menurut Nayya. Nayya yang merasa tidak mempunyai pekerjaan hanya memainkan kedua tangannya dan sesekali mengusili Leyla atau Naisya.

"Nay, lo baik banget deh," celetuk Seryl—sosok yang selalu diam dan enggan berbicara.

"Kenapa? Lo mau minta apa?" tanya Nayya kesal.

"Ish, apaan sih," sanggah Seryl. "Lo baik banget karena masih mau temenan sama Thania dan Clara."

Nayya mendecak. "Siapa yang temenan?

Seryl menganga. Apa yang baru saja keluar dari mulut Nayya? Tidak berteman? Apakah Nayya jujur akan hal ini dengan mereka semua? Seryl, tak terkecuali yang lainnya terkejut dengan tuturan Nayya, ah ralat, Kenzo tidak termasuk.

"Lo beneran, Nay?" tanya Sia tanpa menyembunyikan keterkejutannya.

"Iya, gue nggak mau temenan lagi sama orang yang berkhianat," jelas Nayya sambil mengelap mulutnya yang terkena cokelat.

Lagi-lagi mereka yang melingkari meja persegi panjang ini terkejut. Sosok Nayya memang sering membuat mereka terinspirasi, tetapi Nayya yang sekarang sangatlah berbeda. Sungguh, mereka hampir meneteskan air liurnya karena tidak segera menutup mulut.

"Tapi kalau mereka balik?" tanya Sia.

"Emm ... bisa jadi gue terima, tapi mereka balik itu presentasenya cuma dikit tau!" sanggah Nayya. Ia memang sudah menetapkan pendapat bahwa Clara dan Thania tidak mau lagi berteman dengannya. Sudah.

Leyla dan Sia refleks bertepuk tangan dengan pendapat yang Nayya pakai. Mungkin di satu sisi Nayya ini benar, tetapi di sisi lain juga banyak yang menganggap Nayya ini tidak benar alias jahat. Bisa jadi.

"Lagipula, kenapa sih Clara bisa begitu?" celetuk Naisya.

Nayya hanya mengendikkan bahunya. Sampai sekarang, ia pun tidak tahu mengapa Clara bersikap seperti itu padanya? Apakah sebuah balas dendam? Nayya rasa dari dahulu ia tidak pernah membuat kesalahan pada Clara. Lalu mengapa?

"Gue sampai sekarang juga belum tahu," ucap Nayya kemudian menunduk. Ah, sial. Ia mulai berkaca-kaca jika mengingat hal itu.

Kenzo membuka tas Nayya dan merogoh tisu yang selalu Nayya bawa. Ia mengambil satu dan diulurkan kepada Nayya. "Nih, lo mesti abis ini nangis. Udah, guys. Masalah itu jangan disinggung di depan dia lagi."

Nayya mengusap kedua matanya dengan tisu yang Kenzo berikan tadi. Ia benar, jangan menyinggung masalah Clara dan Thania di depannya jika tidak mau melihat Nayya menangis karena mengingat hal tersebut.

Leyla dan Sia otomatis mendekati Nayya dan merangkul Nayya. Mereka tentu saja merasa bersalah karena telah membuat Nayya hendak menangis. "gue minta maaf, Nay. Gue nggak tahu kalau hal itu sangat nyelekit buat lo."

"Iya, Nay. Kita janji nggak bakal ngulangin lagi," tambah Leyla.

Nayya mengulas senyumnya. Ah, mereka berdua memanglah berlebihan. "Gue maafin."

"Gue aja gedek sama dia." Sontak semua yang melingkari meja itu menatap tajam ke arah Seryl. "Apa? Gue ... salah?"

"Nggak salah kok, Ryl. Cuma blo'on aja," jawab Kenzo diiringi tawanya. "Bercanda, Ryl."

Leyla berjalan mendekati Seryl yang baru saja membuat onar. "Udah dibilangin malah ngeyel."

Nayya tertawa. Bahagia, itulah kata yang mampu menggambarkan suasana hati Nayya. Meski kadang berubah-ubah, tetapi ia bersyukur bisa menemukan dan menjadi bagian dari mereka.

"Gue beneran nggak suka sama Clara," tutur Nayya. "Padahal dia personil baru antara gue sama Thania, dia malah mutusin hubungan dan buang gue yang notabenenya adalah leader atau bisa disebut pencetus. Ah, inilah gue. Dibuang sahabatnya dan ngemis cari keluarga baru."

"Ih, apaan sih, Nay. Lo nggak ngemis. Kita emang sayang sama lo, lo jangan bilang gitu lagi. nggak baik," sanggah Sia.

"Gue benci banget sama dia," ulang Nayya dan meneteskan air matanya. Ah, payah sekali dirinya. Lagi-lagi ia menangis hanya karena sosok iblis.

"Nay, udah deh," ucap Kenzo dan membersihkan air mata yang membekas di pipi Nayya. Ia paling tidak suka dengan Nayya yang suka menangis di depan umum. Seperti ini. Ia meringkuh tubuh Nayya ke dalam pelukannya.

Sia yang masih berdiri di samping Nayya hanya bisa tersenyum canggung. Nayya dengan Kenzo memang sangat amat cocok dan pantas. Lihatlah mereka berdua. Sangat cocok bukan? Ah, andai Sia juga bisa.

Dua pasang mata nyalang menatap mereka. Seakan hendak menerkan mentah-mentah Nayya dan Kenzo. Siapakah mereka? Apakah mereka mempunyai dendam tersendiri dengan Nayya? Atau dengan Kenzo?

***

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now