41. Bertahan, La!

18.2K 856 15
                                    

Dua hari yang lalu Aqilla sudah di perbolehkan pulang, setelah empat hari ia dirawat pasca koma, dengan syarat ia harus memakai kruk karena kondisi kakinya yang terdapat retakan di tulangnya belum memungkikan ia bisa berjalan.

Namun ternyata Aqilla memilih alternatif lain, yaitu memakai kursi roda. Memang pada dasarnya gadis itu pemalas.

Dr. Andreas juga berpesan pada orang-orang yang berada di sekitar gadis itu agar Aqilla tidak terlalu banyak berfikir dan memaksakan mengingat sesuatu, mengingat benturan di kepalanya yang cukup keras dan mengakibatkan Aqilla amnesia.

Dan selama dua hari itu pula, David tidak pernah jauh dari jangkauan gadis itu, ia selalu ada di samping Aqilla, suami-able banget gak sih? Wk.

Sebenarnya Aqilla risih pada David yang terus-terusan berada di dekatnya, Aqilla merasa dirinya seorang buronan yang sedang diawasi. Padahal di rumah Aqilla juga cukup banyak orang yang bisa menjaga dirinya, tidak harus selalu diikuti seperti ini oleh orang lain. Wait! Orang lain? Iya, bagi Aqilla, David sekarang ia anggap seperti orang lain, ia belum terbiasa di perlakukan seperti ini, meskipun semua keluarganya meyakinkan Aqilla bahwa David itu kekasihnya, tetapi gadis itu juga butuh penyesuaian.

Seperti siang ini, Aqilla sedang berteduh di belakang rumahnya, tetapi sedari tadi ia merasa risih karena David terus saja memperhatikannya. Mungkin bagi laki-laki itu, ini adalah hal yang biasa, namun bagi Aqilla ini merupakan hal yang begitu menggelikan, ia benar-benar tidak terbiasa dengan sikap David yang begitu mengistimewakan dirinya, meskipun terkadang satu sisi ia juga merasakan sedikit kehangatan dari sikap laki-laki itu padanya.

Merasa muak dengan situasi saat ini, Aqilla menoleh menatap David dengan kesal, sedangkan laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya bingung melihat ekspresi Aqilla saat ini.

"Ish jangan liatin gue kayak gitu kek!" Kesal Aqilla.

David masih mempertahankan ekspresi bingungnya, "Emangnya kenapa?"

"GUE MALU!" Suara Aqilla naik satu oktaf, dia nge gas teman-teman.

Setelahnya gadis itu langsung menutup wajahnya yang terasa memanas, sedangkan David tertawa gemas lalu menarik salah satu tangan Aqilla yang menutupi wajah cantiknya.

"Kok merah?" Ledek David seraya mencubit pipi kekasihnya gemas.

Bibir Aqilla mengerucut, "Tau ah, lo nyebelin!" Rajuknya.

Kekehan David berubah menjadi senyuman lembut, tangan yang semula mencubit gemas pipi kekasihnya itu pindah ke pucuk kepalanya, lalu mengusapnya lembut.

"Yaudah maaf ya aku bikin kamu nggak nyaman," sahut David.

Aqilla memilih diam dengan bibir yang masih mengerucut sebal.

David menatap wajah cantik kekasihnya itu, ia tersenyum sendu. Selama Aqilla sadar dari komanya, David sudah terbiasa dengan panggilan Aqilla yang berubah menjadi lo-gue, David tidak akan memaksa gadisnya itu untuk bersikap lembut padanya, ia harus memaklumi itu. Yang terpenting sekarang, ia akan terus mendampingi Aqilla, selalu di sampingnya dan membantunya untuk mengingat semuanya lagi.

David tau Aqilla selalu merasa tidak nyaman setiap ia disampingnya, mungkin gadis itu merasa belum terbiasa, tetapi Aqilla tidak pernah mengusirnya atau melarangnya agar menjauh dari gadis itu, maka David tidak pernah jauh dari Aqilla karena gadisnya tidak pernah memintanya menjauh meskipun David menyadari tingkah Aqilla yang selalu merasa tidak nyaman. Biarkan kali ini David egois untuk kebaikan Aqilla.

"Kok diem?" Tanya Aqilla ketika di rasa tak ada lagi suara dari laki-laki di sampingnya, ia menoleh menatap David yang sedang melamun.

David mengerjap pelan, "Kenapa, sayang?"

With You (Completed)Where stories live. Discover now