37. Penyesalan

17.1K 908 21
                                    

Saat ini suasana koridor Rumah Sakit dipenuhi oleh isak tangis dari orang-orang yang menunggu kabar baik dari dalam ruangan UGD rumah sakit tersebut.

"Kak Adhit maafin Anna!" Tiba-tiba Anna berlutut di depan David yang kini sedang menundukkan kepalanya, "Anna gak tau!" Isak gadis tersebut.

David tak bersuara, tetapi tangannya mengusap pelan matanya yang mengeluarkan air mata, ia menyesal, sangat menyesal! Andai saja tadi ia mengusir Anna dari tempat duduknya, andai saja jika hari ini ia langsung ke rumah kekasihnya, atau andai saja ia memaafkan Aqilla setelah kejadian kemarin, Aqilla tidak akan berada di tempat memuakkan ini, kini hanya terdapat kata andai dalam otaknya.

"Udah ya, Na! bangun sini!" Raka memegang lengan Anna agar bangun dari duduknya, tetapi Anna menggeleng.

"Kak Adhit, Anna minta maaf! Gara-gara Anna kak Aqilla ada di dalam sana, Anna nggak tau!" Mohon Anna sekali lagi, Dengan paksa Raka menarik Anna agar bangun dari duduknya.

Anna menatap Raka yang merangkulnya, "Kak Raka, Kak Aqilla bakal baik-baik aja kan?"

Raka menatap Anna seraya tersenyum sendu, "Qilla cewek yang kuat, gue yakin dia bisa bertahan. Untuk kita, keluarganya!" Tanpa sadar setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Raka, ia pun sama sedihnya seperti yang lain, Aqilla mempunyai tempat sendiri di hatinya, ia sangat terpukul atas kejadian ini, ia tidak sanggup melihat keadaan Aqilla tadi yang berlumuran darah di sekujur tubuhnya.

"Aqilla mana? Putri bunda mana, Dhit?" Rani datang menghampiri mereka dengan derai air mata.

Fanny menghampiri Rani dan mengusap kedua bahu Bunda Aqilla tersebut, "Qilla kritis, Bun! Kita berdo'a semoga Qilla baik-baik aja!"

"Astaghfirullah Qilla sayang, nak kamu kenapa bisa begini?" Histeris Rani.

"Bun, udah ya? Qilla itu anak yang kuat, kita harus yakin kalo Qilla pasti baik-baik aja!" Kali ini Reksi yang bergantian mengelus bahu bundanya.

"Qilla kenapa bisa kecelakaan gini, ha?" Tanya Reksa seraya menatap tajam satu persatu teman Aqilla, tatapannya kini berakhir pada David yang masih betah menundukkan kepalanya.

Tanpa aba-aba Reksa menarik kerah baju David, sehingga laki-laki itu ikut berdiri dan mendongak, tatapan yang dilayangkan David saat ini berbanding terbalik dengan Reksa yang menatapnya tajam. David menatap kakak dari kekasihnya itu sendu, lemah, dan tatapan bersalah.

"KENAPA ADIK GUE BISA MASUK RUMAH SAKIT?" Teriak Reksa tepat di depan wajah David, sedangkan sang empunya masih memilih untuk diam.

"JAWAB ANJ*NG!"

Ari langsung menarik lengan Reksa yang semakin menarik kerah baju milik David, ia takut putranya itu hilang kendali dan membuat keributan di area Rumah Sakit.

"Jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, Bang!" Ujar Ari dengan intonasi tenang, meskipun begitu sebenarnya kini perasaan dari Ayah tiga anak itu sama kalutnya seperti sang istri saat mengetahui putri semata wayangnya mengalami kecelakaan, namun sebagai kepala keluarga ia harus bisa mengkondusifkan suasana.

Semua orang yang ada disana menoleh menatap seorang dokter yang baru keluar dari ruangan Aqilla.

"Dok, bagaimana keadaan teman saya?" Tanya Nasya khawatir.

"Bisa bicara dengan keluarganya?"

"Saya Bundanya dok! Keadaan anak saya bagaimana, dok?" Timpal Rani.

Dokter tersebut menatap Rani, "Anak ibu sudah melewati masa kritisnya," Ungkap Dokter bername tag Dr. Andreas tersebut membuat semua orang yang ada di sana dapat sedikit bernafas lega.

With You (Completed)Where stories live. Discover now