10:: Pindah ke rumah baru

14.3K 2.2K 211
                                    

Disekanya air mata yang mengalir di pipi seraya mengurai pelukan dengan sang ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disekanya air mata yang mengalir di pipi seraya mengurai pelukan dengan sang ibu. Rasanya baru kemarin ia merengek ingin dibelanjakan permen, kini ia harus tinggal berpisah rumah dengan kedua orang tua yang sangat ia cintai. Waktu berlalu begitu cepat dalam ingatan Wala. Bahkan pernikahan yang terjadi baru-baru ini belum terasa nyata baginya.

Bagai magnet kutub utara yang bertemu dengan kutub selatan, Wala kembali tertarik dalam pelukan ibunya. Tangannya melingkar di leher Aulia sambil membenamkan wajahnya di pundak sang ibu. Dirasanya elusan lembut pada punggungnya naik turun secara teratur. Dapat pula ia dengar isakan kecil yang keluar dari bibir kecil ibunya membuat Wala tak tega untuk berpisah. Ia semakin mempererat pelukannya.

Di belakangnya ada Keenan, Khalid dan Cakra yang mengamati dengan wajah tenang. Tak ingin mengganggu ibu dan anak itu sebelum mereka berpisah dalam waktu yang lama. Yah ... Meskipun jaraknya tak terlalu jauh, tapi kini Wala bukan lagi anak gadis yang menjadi tanggung jawab orang tua, melainkan suaminya kini.

Kaila tak hadir di sana karena belum pulang juga dari kampus padahal hari sudah sore.

Keenan mengambil langkah kecil mendekat, menepuk kecil pundak anaknya sebagai peringat untuk tidak mengulur waktu lagi.

“Mama jangan sedih gitu dong. Wala jadi nggak tega ninggalin Mama,” kata Wala setelah mengurai pelukan. Tangannya terangkat untuk mengusap air mata yang sudah kering di pipi sang ibu.

“Nanti Mama sama Papa bakal sering nengokin kamu,” ucap Keenan. Ia membawa tubuh Aulia mendekat ke arahnya.

“Boleh nggak Wala nggak usah pindah? Tinggal di sini aja sama Mama, Papa.”

Aulia menggeleng kuat pertanda tidak setuju dengan usul Wala. “Nggak boleh. Kamu harus belajar mandiri.”

“Tapi Mama jadi sedih gini.” Sudut bibir Wala melengkung ke bawah.

“Siapa bilang?” Alis Aulia mengerut heran. “Mama nangis karena terlalu senang. Akhirnya uang untuk keperluan kamu bisa Mama alih fungsikan untuk keperluan lain,”

“Eh?” Tak hanya Wala yang merasa heran. Cakra dan Keenan pun demikian. Mereka pikir yang membuat Aulia menangis ialah karena harus berpisah dengan putrinya, ternyata ekspektasi sangat jauh dari realitanya.

“Aku kira kamu nangis karena anak kita mau pergi. Ternyata kamu nangis bahagia karena Wala nggak akan minta-minta uang buat keperluan yang nggak penting?” tanya Keenan.

Aulia mengangguk pasti. Ia beralih menatap Wala yang menganga tak percaya. Air mata yang tadinya masih berlinang di pelupuk matanya langsung kering bagai terserap dalam ladang tandus.

“Mama nggak khawatir sama Wala. Mama lebih khawatir sama Cakra,” jelas Aulia membuat Wala seakan ingin menulikan pendengarannya saat itu juga.

“Mengkhawatirkan banget malah,” timpal Khalid.

Marriage Contract CakraWalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang