Awakening - Sixth Sense

By vikrama_nirwasita

38.4K 3.1K 202

Awakening : Sixth Sense "Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan... More

1. Pertemuan Pertama
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

36. Terjatuh

435 41 1
By vikrama_nirwasita

"Sebentar ya, mas. Saya beresin yang ini dulu," ucap Putra sambil tersenyum kecil.

Setelah selesai berbicara, aku merasakan dentuman energi yang tiba-tiba muncul. Aku seketika memejamkan kedua mataku dan mengaktifkan mata ketigaku. Perlahan aku melihat, ada tiga jenis harimau dengan warna yang berbeda-beda berada di dekat Putra.

Ada harimau berwarna merah seperti berwarna darah yang tampaknya sangat ganas, di sampingnya ada harimau berwarna oranye atau yang sering disebut harimau sumatra. Dan yang terakhir ada harimau berwarna biru tua yang tampaknya sangat elegan dan tenang.

Ketiga harimau itu hanya diam layaknya sedang menunggu perintah dari Putra. Jika kuperhatikan, aura yang dikeluarkan oleh tiga harimau tersebut tak kalah dominan dengan aura Lala dan pria berjubah merah.

Sesaat kemudian, ketiga harimau itu mulai bergerak dengan cepat dan melompat menuju para makhluk astral yang ingin menyerang kami. Tanpa basa-basi mereka langsung menyerang dan menghabisi mereka dengan brutal.

Para harimau itu langsung mencabik-cabik dan menerkam lawannya tanpa ampun. Beberapa dari lawannya bahkan langsung ditelan bulat-bulat hingga lenyap tak menyisakan apa pun.

Para makhluk astral yang tadinya terlihat ganas saat menyerang kami, kini berubah menjadi ketakutan. Dalam sekejap mata, keadaan langsung berubah drastis. Di mana hampir semua makhluk astral itu binasa akibat serangan yang membabi buta dari khodam harimau milik Putra.

Tak memakan waktu yang lama, akhirnya para makhluk astral itu pun menghilang. Sebagian besar dari mereka telah dihabisi oleh harimau Putra, dan sebagian lainnya berhasil melarikan diri. Begitu juga dengan harimau Putra yang langsung menghilang setelah melakukan tugasnya dengan menghabisi para musuhnya.

"Maaf, mas. Ada sedikit gangguan," ucap Putra sambil tersenyum.

"Gapapa, mas. Omong-omong, itu harimaunya sangar juga ya, mas."

"Mereka dulunya pemberian dari guru saya, mas. Ceritanya sebagai hadiah setelah lulus ujian," jelas Putra.

"Oh, emang dulu berguru di mana, mas?" tanyaku penasaran, ingin mengulik lebih dalam lagi perihal latar belakangnya.

"Kampung saya ada di Sumatra Barat, mas. Habis lulus SMA langsung merantau ke Jakarta," jawabnya.

"Kalau belajar ilmu gini itu mulai sejak SMA. Dulu belajarnya sama paman yang kebetulan jadi salah satu tetua di kampung, terus lanjut lagi belajarnya di jawa," jelasnya.

"Udah lama juga ya, Mas. Udah bisa disorot TV," ucap salah satu peserta lainnya.

"Baru kisaran sepuluh tahun kok, mas. Ilmu saya masih bisa dibilang cetek," jawab Putra sembari bergeleng pelan.

"Kalo ilmunya mas cetek, gimana kita-kita coba?" balas peserta lainnya sembari tertawa.

"Oh iya, tadi Mas Rama mau ngomong apa ya? Tadi kepotong karena ada sedikit gangguan," tanya Putra sembari menatapku.

"Sebenarnya saya datang ke sini mau belajar tentang tenaga dalam, mas. Kira-kira Mas Putra bersedia gak buat ngajarin saya?" ucapku perlahan.

Setelah mendengarkanku berbicara, Putra terdiam sejenak layaknya sedang berpikir keras. Sementara itu, aku hanya bisa berharap dan menunggu jawaban darinya. Sedangkan peserta lain hanya memandangku dengan tatapan penasaran layaknya melihat sesuatu yang unik dan langka.

Dari semua peserta yang datang, hanya aku yang meminta untuk diajarkan tentang keilmuan. Sebagian besar peserta yang datang lebih tertarik ke jasa mengenai hal-hal berbau asmara dan finansial. Beberapa lainnya yang datang hanya karena penasaran dan ingin ikut nimbrung saja.

Beberapa saat kemudian, akhirnya Putra pun mulai bersuara.

"Boleh mas, tapi ada mahar dan persyaratannya," ucapnya dengan serius.

"Hmmm, lengkapnya gimana, mas?" tanyaku.

"Nanti kita omongin secara privat aja mas, supaya lebih enak," jawabnya dengan senyum penuh arti yang tampak menyiratkan suatu makna.

"Oh iya mas, dikabarin aja nantinya," ucapku pelan.

"Ada yang mau dita—"

Sebelum Putra menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba muncul suara teriakan dan tawa histeris yang lebih banyak dari sebelumnya. Perlahan-lahan muncul makhluk-makhluk astral yang berbentuk genderuwo.

Tidak berhenti di situ saja, wajah busuk yang dibalut dengan kain-kain berwarna putih yang penuh dengan bercak kotoran dan darah tampak beterbangan. Banyak pocong yang muncul dan menatap kami dengan tajam dan mata yang merah.

Perlahan-lahan, kami akhirnya sudah dikelilingi oleh sekumpulan dedemit berjenis genderuwo dan pocong. Tanpa basa-basi mereka langsung menerjang ke posisi kami berada. Tetapi lagi-lagi mereka langsung terpental akibat menyentuh pagaran gaib yang telah dipasang oleh Putra sebelumnya.

Sepertinya serangan ronde kedua telah diluncurkan oleh musuh Putra. Tetapi bedanya serangan ini tampaknya lebih ganas dari yang sebelumnya, sebab jumlah makhluk astral yang dikirimkan jauh lebih banyak dari sebelumnya. Aku tak tahu siapa lawan dari Putra, tetapi tampaknya dia benar-benar sangat berniat untuk menghabisi Putra.

Jika orang awam melihat cafe tempat kami berada saat ini, mereka pasti melihat suasana cafe yang tampaknya ramai dan hidup. Namun, bagi orang yang peka akan hal-hal supranatural, suasananya terasa sangat berat dan mencekam, sebab energi negatif dan bau busuk yang muncul sangatlah mencolok.

Tampaknya Putra menyadari itu dan segera membubarkan acara. "Mas, kayaknya serangan yang ini bakal lebih lama dan berbahaya. Jadi sebaiknya kalian pulang saja, nanti ngobrolnya kita lanjutin di lain waktu aja, ya."

Mendengar ucapan dari Putra, peserta lain tampak heran seraya melihat sekitar dengan raut wajah bingung. Sepertinya mereka tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Putra, sebab mereka tidak merasakan hal yang berbeda di sekitar mereka.

Beberapa dari mereka lalu menoleh dan memandangku dengan tatapan penuh tanya. Aku hanya mengangguk layaknya membenarkan ucapan Putra, seakan menyuruh mereka untuk pergi secepatnya.

"Oh, oke, mas. Kita pamit pulang dulu ya, mas." Raut wajah para peserta tampak bingung dan ragu, sepertinya mereka sebenarnya masih ingin mengobrol dan menanyakan sesuatu.

"Maaf ya, mas. Lain waktu kita sambung lagi obrolannya. Hati-hati di jalan," balas Putra dengan senyum kecil.

Sesaat kemudian, dia langsung menoleh dan pandangannya mulai fokus dengan para dedemit yang sedang berusaha menjebol pagar gaibnya.

Saat yang lain sudah pergi pulang, aku hanya duduk diam dan tetap berada di sana karena penasaran. Di sisi lain, tanpa basa-basi Putra langsung memerintah ketiga harimaunya dan melakukan perlawanan. Setelah itu aku melihat Putra memejamkan kedua matanya, lalu dia mulai merapalkan kata-kata dengan bahasa yang tak kumengerti.

Ketiga harimau yang sedang bertarung melawan para dedemit itu tiba-tiba mengeluarkan suara auman yang sangat keras. Saat kuperhatikan, tubuh ketiga harimau itu terlihat makin besar dan keseluruhan tubuhnya seperti diselubungi api yang membara. Aura dari ketiga harimau itu berubah menjadi lebih ganas dan dominan.

Sepertinya rapalan mantra dari Putra berhasil meningkatkan kekuatan dari ketiga harimau itu. Sebelumnya aku tak tahu dan tak menyangka ada teknik semacam ini.

Jika kuperhatikan, walau ketiga harimau milik Putra tampak menyerang para dedemit itu dengan membabi buta. Tetapi kenyataannya, jumlah para dedemit itu masih tetap kelihatan banyak alias tak berkurang.

Di sisi lain, semakin lama pertarungannya dilanjutkan, tampaknya mulai muncul luka di beberapa bagian tubuh ketiga harimau milik Putra. Mereka tampak cukup kewalahan akan serangan bertubi-tubi dari para dedemit yang tak ada habisnya.

Selain itu, aku melihat ada genderuwo yang berbulu putih sedang berdiri mengawasi para pasukan demit itu dengan tatapan tenang. Menurutku, dia adalah pemimpin dari para pasukan demit ini, sebab dia memiliki aura yang paling kuat dan dominan dari semua pasukan demit yang menyerang Putra.

Saat aku menoleh, tampak Putra yang sedang serius sembari mengernyitkan dahinya. Sepertinya dia sedang kesusahan untuk menghadapi para dedemit yang sedari tadi jumlahnya tak habis-habis.

Mungkin orang-orang mengira genderuwo dan pocong itu adalah makhluk astral tingkat bawah yang tidak kuat. Tetapi kenyataannya, aku melihat aura yang dikeluarkan setiap pocong dan genderuwo yang menyerang Putra lebih kuat dari pasukan dedemit Ilham yang kulawan di Lembang kemarin.

Maka dari itu, aku menyadari bahwa tidak bijak untuk menilai sesuatu dari penampilan luarnya saja. Momen ini menjadi salah satu pengalaman yang membuka dan memperluas pandanganku bahwa penampilan yang sama belum tentu isinya juga sama.

"Butuh bantuan gak, mas?" tanyaku dengan sopan.

Putra hanya diam tak merespon ucapanku. Hingga setelah beberapa saat kemudian, Putra akhirnya menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sepertinya tadi dia berusaha agar menjaga image dan harga dirinya sebagai praktisi. Tapi apa daya, kenyataannya dia sungguh membutuhkan bantuan saat itu juga.

Tanpa basa-basi, aku langsung menyuruh Lala yang sedari tadi sudah berdiri di sampingku untuk membantu ketiga harimau tersebut. Dan dalam seketika Lala mengeluarkan selendang hitamnya dan langsung membantai para dedemit itu. Serangan dari Lala berhasil mengejutkan para dedemit itu. Akibatnya, Genderuwo berbulu putih yang tadinya diam mulai bergerak menghadang serangan dari Lala.

Jika kuperhatikan, Genderuwo putih itu memiliki kekuatan yang hampir sama dengan lawan Lala sebelumnya. Yaitu kera hitam, penguasa daerah sekitar villa Riska yang bersekongkol dengan Ilham sebelumnya. Oleh karena itu, Lala dan genderuwo putih itu terjebak dalam pertarungan yang sengit dan seimbang.

Selanjutnya, para pasukan demit itu bisa kembali berfokus menyerang ketiga harimau milik Putra. Jika dibiarkan, semakin lama situasinya akan semakin tidak menguntungkan pihak kami. Oleh karena itu, aku langsung melangkah keluar dari pagar ghoib yang telah dipasang Putra yang berukuran beberapa petak lantai saja. Tujuanku adalah untuk memancing para dedemit itu agar menyerangku.

Baru saja keluar satu langkah, beberapa pocong dan genderuwo itu langsung mencoba untuk menyerangku. Tapi naasnya, mereka langsung terpental dan hancur seketika. Sesuai dugaanku, Pria berjubah merah pada akhirnya akan muncul menangkal serangan yang membahayakan diriku.

"Tolong bantu Lala untuk mengalahkan genderuwo putih itu," ucapku didalam batin.

"Itu bukan urusanku, tugasku hanyalah menjaga keselamatan dirimu," balasnya dengan dingin.

"Haruskah aku mendekati genderuwo putih itu?" tanyaku dengan tenang.

Pria berjubah itu hanya diam tidak merespon ucapan dariku. Oleh karena itu, aku langsung bergerak mendekati posisi Lala yang sedang bertarung dengan genderuwo putih itu.

Baru saja aku memijakkan satu langkah, aku mendengar suara dari pria berjubah merah.

"Tunggu ...." ucap Pria berjubah merah itu sambil menatapku tajam.

"Kenapa?" tanyaku sambil tersenyum menahan tawa.

"Kembali ke dalam sana," ucapnya kesal sambil menoleh kearah pagar ghoib yang dipasang oleh Putra.

Aku pun kembali masuk kedalam pagar gaib yang dipasang oleh Putra. Sesudah melihat posisiku yang aman di dalam sana, dia langsung bergerak menerjang genderuwo putih yang sedang bertarung dengan Lala.

Tanpa basa-basi, dia berubah menjadi wujud ular merah dan langsung melilit seluruh tubuh genderuwo putih itu dengan ekornya. Genderuwo itu lantas mencoba untuk melakukan perlawanan dan melepaskan tubuhnya dari lilitan.

Lala tak membiarkan kesempatan itu lewat, dia mulai mengikat seluruh kepala genderuwo itu dengan seledang hitamnya. Dalam seketika, genderuwo itu hanya bisa berteriak kesakitan tanpa bisa melakukan perlawanan.

Ular berwarna merah itu mulai menggigit dan merobek tubuh genderuwo itu secara brutal. Hingga beberapa saat kemudian, suara teriakan histeris genderuwo putih itu menghilang. Begitu juga dengan wujudnya yang sudah lenyap dan hanya menyisakan secercah residual energi negatif.

Melihat genderuwo putih yang sudah berhasil dikalahkan, tanpa basa-basi para pasukan dedemit itu langsung melarikan diri secepat mungkin. Aku akhirnya bisa merasa lega, karena telah berhasil membantu Putra untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Sesaat setelah aku menarik nafasku dalam-dalam, tiba-tiba aku mendengar suara wanita yang sepertinya mengarah kepadaku.

"Mas, kenapa ya? apa ada yang bisa saya bantu?" ucap seorang wanita yang menatapku dengan heran dan bingung.

Akhirnya aku mulai tersadar bahwa aku sedang berdiri tepat di sampingnya yang sedang duduk di bangku sebelahku. Kedua temannya yang juga wanita, hanya memandangku sambil tersenyum dengan aneh. Sepertinya mereka mengira aku sedang berusaha bermodus untuk mendekati temannya.

Jika kuperhatikan, wanita yang bertanya kepadaku memiliki wajah dan penampilan yang menawan. Mulai dari matanya bulat tersibak tatapan yang hangat. Hidungnya yang mancung seakan memberi ruang atas lesung pipi yang dalam. Rambutnya yang coklat tergerai panjang bagai ombak yang meliuk-liuk.

Dia mengenakan cardigan pink dipadukan dengan rok hitam. Penampilannya tampak simple tetapi elegan. Jadi wajar kalau mereka mengira aku sedang mencoba mendekati wanita itu.

Otakku seketika berpikir keras untuk menghadirkan alasan yang logis, sebab tak mungkin bila mengatakan, bahwa aku secara tidak sadar berdiri di sampingnya. Pastinya mereka tidak akan percaya. Setelah berpikir sekian lama, aku tidak juga menemukan jawaban yang pas. Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk berbicara dengan sesuai naluriku.

"Sorry, boleh kenalan gak?" tanyaku pelan.

Wanita itu hanya menatapku dengan bingung, sedangkan aku hanya bisa meliriknya canggung sembari menggaruk-garuk rambutku. Suasana canggung itu berlangsung beberapa saat, hingga perlahan sebuah senyuman kian tersungging dari sudut bibirnya.

"Nadia," ucapnya singkat sembari tersenyum manis lalu menjulurkan tangannya ke arahku.

"Rama," balasku dengan senyum grogi.

Melihat kedua temannya yang sedang menatapku sembari tersenyum aneh, aku langsung pamit untuk pergi ke tempat dudukku yang semula.

Baru saja aku berbalik badan menuju posisi Putra, kakiku tak sengaja terjegal dan tersandung oleh kursi. Aku seketika terjatuh dengan dramatis hingga mencium lantai. Tanpa memikirkan rasa sakit, aku langsung bangkit dan berjalan menuju kursiku yang semula.

Aku mulai menunduk dan menutupi wajahku dengan kertas menu yang ada di meja. Saat aku mengintip ke sebelah, tampak Nadia dan kedua temannya sedang tatap-tatapan sembari menahan tawa. Begitu juga dengan Putra yang tertawa puas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

568K 62.2K 88
[Cerita ini akan tersedia gratis pada 6 Agustus 2021] *** Pembunuhan berantai di Andromeda City mengincar nyawa para Anak Spesial. Oliver harus menem...
1.4M 55.4K 71
Marvel itu cowok yang terbilang nakal. Kerjaannya membolos, ngerokok dan kenakalan lainnya. Bahkan ia mempunyai geng motor yang di ketuai olehnya. Te...
247K 17.2K 29
Ruang tua 12.A kelas sunyi sepi. kelas itu selalu ditempati oleh anak anak kutu buku dan kelas itu sangat dijaga oleh para guru. Hingga pada akhirnya...
167K 15.2K 21
Kamu adalah kesederhanaan yang tak pernah aku inginkan. _Kenny Jaerlyn_ Batu kerikil tidak ada apa-apa nya, dibanding dengan berlian. _Raga Argian_