Awakening - Sixth Sense

By vikrama_nirwasita

38.4K 3.1K 202

Awakening : Sixth Sense "Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan... More

1. Pertemuan Pertama
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

28. Truth or Dare

465 44 2
By vikrama_nirwasita

Adellia dan Melissa berhenti seketika. Mereka mulai membuka kedua mata, lalu memandangku dengan ekspresi menahan tawa. Ternyata mereka juga mendengar ucapan dari Riska.

Untung saja Riska datang, karenanya aku bisa terbebas dari siksaan dua wanita ini. Tetapi di sisi lain, aku tak tau harus bagaimana menjelaskan situasi barusan kepada Riska. Karena apa pun alasan yang kukatakan tidak akan mengubah kesan ambigu dari mobil yang bergoyang.

Dari kaca mobil aku bisa melihat sebuah rumah megah, dengan halaman yang sangat luas. Halaman itu beralaskan rerumputan pendek yang tertata rapi. Terdapat taman yang dihiasi dengan berbagai jenis bunga. Selain itu, ada beberapa fasilitas seperti ayunan, seluncuran dan permainan hiburan lainnya. Bisa dibilang tempat ini sangat cocok sebagai tempat bermain anak kecil.

Villa ini juga sangat terlihat eksklusif, sebab berada di lokasi yang strategis, di kelilingi oleh hutan dengan pepohonan lebat yang membuat udara sangat bersih dan sejuk. Cocok bagi mereka yang ingin healing. Beberapa rumah di sekitar bisa dikatakan jaraknya cukup jauh, dan rata-rata juga merupakan villa.

Sambil memandangi lokasi sekitar, aku masih sibuk memutar otakku untuk mencari alibi yang paling masuk akal. Tetapi tak kunjung muncul juga, hingga pada akhirnya aku hanya bisa berpasrah dan keluar dari mobil dengan canggung.

Sedangkan Adellia dan Melissa keluar dengan memasang ekspresi wajah polos layaknya tidak terjadi apa-apa. Aku tak menyangka mereka berdua bisa berakting dengan sangat natural, sungguh menakutkan, pikirku. Untungnya saat itu cuma ada Steven dan Jessica yang bersama Riska. Jika ada Ilham mungkin dia akan memelototiku layaknya ingin menelanku hidup-hidup.

Sedangkan Riska hanya memandangi kami dengan tatapan bingung dan penuh curiga. Aku hanya membalasnya dengan senyuman terpaksa di mulutku. Dalam beberapa saat, kami cuma berpandang-pandangan tanpa mengucap sepatah kata apa pun. Semakin lama situasinya menjadi makin canggung dan ambigu. Hingga pada akhirnya, Steven berhasil mencairkan suasana dengan mulai membuka pembicaraan.

"Anak-anak yang lain pada kemana, Kak?" tanya Steven.

"Udah pada masuk ke dalam villa dari tadi. Kalian masuk juga, gih," jawab Riska.

"Oke, Kak. Omong-omong pembagian kamarnya jadi gimana, ya?" tanya Steven lagi.

"Dua kamar di atas buat cewek, dua kamar di bawah buat cowok," jelas Riska.

"Ya udah, kita masuk dulu ya, kak." Steven lalu membawa kopernya masuk.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas membawa tasku dan mengikutinya dari belakang. Begitu juga dengan Adellia dan Melissa yang membawa tasnya masing-masing. Aku hanya membawa pakaian dan peralatan yang seadanya saja, sebab kami hanya berencana liburan tiga hari saja di sini.

Setelah menginjakkan kaki di dalam villa, aku mulai melihat bentuk desain rumah yang sangat mewah. Di lantai satu tampak ruang tamu yang luas dilengkapi dengan perabotan dengan kesan modern dan rapi. Di dekatnya ada ruangan dapur yang tampak minimalis. Selain itu di bagian belakang tampak kolam renang yang cukup besar disertai dengan tempat untuk bersantai di sekelilingnya.

Di ruang tamu, tampak rombongan Ilham, Ivan dan Thalia yang sedang duduk santai di sofa. Sepertinya mereka sudah sampai cukup lama di sini, sebab kelihatannya mereka sudah berganti dengan pakaian yang lebih santai.

Aku hanya memperhatikan mereka sekilas lalu bergerak mencari kamar untuk meletakkan tasku. Beberapa saat kemudian, aku melihat ada dua kamar yang bersebelahan. Salah satu kamar itu dalam keadaan pintu terbuka yang di dalamnya tampak telah dipenuhi dengan barang-barang orang lain.

Aku langsung membuka pintu kamar di sebelahnya dan meletakkan tasku di sana. Sebab aku tau kalau kamar di sebelah telah ditempati oleh Ilham dan Ivan. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega, karena untung saja aku tidak harus tidur sekamar dengan Ilham.

Membayangkannya saja sudah membuatku tak nyaman. Belum lagi aku susah berkomunikasi dengan orang yang baru kukenal. Ditambah dengan kami berdua yang memiliki kesan buruk akan satu sama lainnya.

Steven juga menyusulku masuk ke dalam kamar setelah mengobrol dan mengantarkan Jessica ke kamar atas. Kami berdua langsung mengganti pakaian kami dengan pakaian rumahan yang lebih santai.

Saat itu aku hanya ingin berbaring dan beristirahat senyaman mungkin, sebab aku merasa sangat kelelahan. Di sepanjang perjalanan, sekujur tubuhku terasa sangat pegal dan rasanya energiku telah dikuras sampai habis. Itu semua disebabkan oleh tingkah kedua wanita yang membuatku bahkan tak bisa bernafas dengan tenang.

Selagi aku sedang menutup kedua mataku dan berbaring di tempat tidur dengan nyaman, tiba-tiba Steven mulai memanggilku dan membuka percakapan.

"Ram, kayaknya lo bakal dapat jackpot deh tiga hari ini," ucapnya.

"Emang lo kira lotre, pake acara jackpot segala," balasku.

"Hahaha, Itu Adellia sama Melissa udah nempel kayak perangko, sampe gak mau lepas dari lo," ucapnya sambil tertawa.

"Nempel sih nempel, tapi kepala gua yang pusing kalo mereka lagi pada ribut," ucapku kesal.

"Pelet lo emang juara dah! Lo berguru di mana, sih?" ledeknya.

"Gua diajarin pelet sama Indira, Ven. Tapi sebagai imbalannya, dia minta gua bantuin biar bisa deket sama lo lagi, hahaha," balasku lalu tertawa lepas

"Jangan bahas-bahas tentang dia lagi dong, Ram. Cuma denger namanya doang dah merinding nih, gua." Steven lalu mengusap dan menunjukkan bulu kuduknya yang berdiri.

"Hahaha, entar kalo lo didatengin sama dia lewat mimpi, kayaknya sih bakal seru, Ven." Aku tak henti-hentinya berusaha menakutinya, sebagai pembalasan dendam.

"Seru mata lo! Yang ada gua bisa diperkosa sama dia," balasnya kesal.

"Tapi bukannya lo malah seneng kalo diperkosa sama cewek? Hahaha."

"Hmmmm ... iya juga, sih. Tapi yang paling penting sih ceweknya harus cantik," jawabnya dengan senyum sumringah.

"Emang dasarnya otak lo aja yang mesum. Moga aja cowok yang perkosa lo," ucapku sambil tertawa terbahak-bahak.

"Bangsat lo, Ram! Doanya jelek banget, dah. Mending gua ngobrol sama Jessica aja," ucapnya lalu pergi keluar dari kamar.

Aku hanya menertawainya lalu melanjutkan istirahatku di kamar dengan santai. Rencananya malam ini kami akan mengadakan acara barbeque di halaman villa. Jadi sore ini kami bisa beristirahat dan bersantai dengan tenang terlebih dahulu. Suasana yang sepi dan udara yang sejuk berhasil membuatku perlahan-lahan tertidur dengan pulas.

Hingga kemudian, aku merasakan ada seseorang yang sedang menepuk-nepuk pelan pipiku. Perlahan-lahan aku mulai membuka kedua mataku yang terpejam. Refleks aku langsung mengedip-ngedipkan mataku untuk menjernihkan pandanganku yang masih tampak kabur.

Saat pandangan mataku sudah tampak jelas, aku menyadari bahwa Adellia sedang menatapku dengan senyuman manisnya. Secara spontan bibirku juga mulai tersenyum merespon senyumannya.

"Kamu mandi dulu gih, Ram. Sekarang udah jam tujuh malam soalnya," ucap Adel perlahan.

"Hmmm, iya, Del. Yang lain udah pada siap semua emangnya?" tanyaku pelan sambil menguap kecil.

"Anak-anak masih pada siap-siap juga kok. Santai aja Ram, ga usah buru-buru," jawab Adel.

"Oke deh, Del. Aku lanjut tidur bentar dulu kalo gitu," ucapku lalu kembali mengambil posisi terlentang di kasur.

"Ih, aku bilang santai bukan berarti kamu bisa lanjut ngebo lagi. Mandi gihhh!" balas Adel sambil mencubit lenganku.

"Arrghhh, iyaa ... iyaa, Del." Aku seketika menjerit kesakitan dan langsung mengambil pakaianku lalu bergegas pergi menuju kamar mandi.

Tak terasa aku telah tidur dalam waktu beberapa jam, padahal tubuhku masih terasa pegal dan lelah. Walau sebenarnya aku masih ingin melanjutkan istirahatku, tapi dengan terpaksa aku harus pergi mandi dan bersiap-siap untuk mengikuti acara barbeque malam ini.

Beberapa saat kemudian, setelah selesai mandi dan mempersiapkan diriku. Adellia langsung mengajakku pergi menuju ruang tamu, di sana semua orang tampaknya sudah berkumpul terkecuali Thalia. Sepertinya dia masih sibuk mempersiapkan dirinya di lantai atas.

"Lama banget nih kelarnya, Ram." Steven berkata dengan ekspresi mesumnya.

"Jangan mancing-mancing deh lo. Entar gw panggilin Indira," balasku.

"Siapa tuh Indira?" tanya Jessica dengan nada curiga.

"Gatau, beb. Rama kayaknya lagi ngigau tuh," jawab Steven dengan senyuman palsunya.

Jessica hanya diam dan membalas ucapan Steven dengan tatapan sinis layaknya tak percaya. Beberapa saat kemudian, saat semuanya sedang asik berbincang-bincang, akhirnya Thalia muncul dan langsung berjalan mendekati Ivan lalu merangkulnya. Sejauh ini aku melihat hubungan mereka berdua tampak sangat mesra. Seperti pasangan yang baru saja pacaran, mereka berdua seringkali tampak saling bermanja-manjaan.

Karena semua orang sudah berkumpul, Riska langsung mengajak kami semua untuk pergi ke halaman villa. Disana tampak supir dan karyawan penjaga villa ini sedang mempersiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan. Setelah semuanya telah selesai dipersiapkan, supir dan penjaga villa pamit pergi meninggalkan kami.

Tak menunggu lama, kami langsung memasukkan bahan-bahan seperti daging, sosis, jagung dan macam-macam bahan lainnya ke panggangan. Selagi menunggu dan mempersiapkannya, kami mulai berbincang-bincang satu sama lainnya.

Walaupun cuaca disana terasa sangat dingin, suara canda dan tawa kami berhasil menghangatkan suasana pada malam itu. Perlahan-lahan kami mulai terasa makin akrab satu sama lainnya, terkecuali Ilham. Entah kenapa kami berdua masih canggung dan enggan berbicara satu sama lainnya.

Sementara itu, Adellia dan Melissa rasanya menjadi akur dan tidak berselisih lagi. Aku akhirnya bisa merasa lebih lega dan berekspektasi untuk menikmati liburan ini dengan tenang. Kedua pasangan lainnya tampak sedang menikmati momen ini dengan bermesraan satu sama lainnya.

Untuk lebih meramaikan suasana, Riska berinisiatif untuk mengajak kami semua bermain game. Riska mulai mengeluarkan beberapa kotak kecil yang berisikan kartu uno. Sebelum memulai permainan, kami bersepakat untuk menghukum satu orang yang kalah dengan mencoret wajahnya menggunakan spidol hitam.

Kami pun memulai permainan itu dengan suasana yang lebih heboh dan semangat. Di sepanjang permainan, yang paling sering kalah adalah Steven dan Thalia. Sedangkan yang tak pernah kalah sama sekali cuma Adellia dan Riska saja.

Setelah berjam-jam kami meluangkan waktu untuk bermain kartu uno yang diselingi dengan canda dan tawa, Riska mulai mengajukan untuk bermain truth or dare sebagai permainan penutup malam ini.

Steven tampak jauh semakin bersemangat dan heboh sendiri, sebab permainan seperti ini adalah hal favoritnya sejak dulu. Setelah semuanya setuju, kami mendekat membentuk lingkaran, sedangkan Riska bergerak mengambil sebuah botol minuman dan meletakkannya ditengah-tengah meja.

"Oke, sekarang kita mulai, ya." Riska lalu memutar botol itu dengan cepat.

Sejujurnya aku agak gugup, sebab bila botol itu mengarah padaku, aku yakin mereka akan menanyakan atau menyuruhku melakukan hal-hal yang aneh dan memalukan. Selagi aku sibuk berdoa, perlahan-lahan botol itu pun berhenti. Ujung botol itu ternyata mengarah kepada Melissa. Dikarenakan Riska yang memutar botolnya, maka dia yang akan memberikan pertanyaan terlebih dahulu.

"Truth or Dare?" tanya Riska.

"Truth aja, deh." Melissa menjawab dengan pasrah.

"Oke, ini pertanyaannya. Apa lo bener-bener suka sama Rama? Kalo iya, apa alasannya?" ucap Riska sambil tersenyum melirikku.

Karena pertanyaan Riska, semua pandangan mulai tertuju pada diriku.

"Iya bener, gue suka sama Rama," jawab Melissa tanpa basa-basi.

Sebelum Melissa mengutarakan alasannya, Steven dan Ivan terlebih dahulu memotongnya dengan sorakan dan tepuk tangan.

"Uhuyyy ... uhuyyyy ... makin seru aja, nih." Steven tertawa sambil menyenggolku.

"Diem dulu, Beb. Melissa belum selesai ngomong," timpal Jessica kepada Steven.

"Iya sorry beb, kebawa suasana, nih. Lanjut gih, Mel." Senyum cengiran pun terpapar pada wajah Steven.

"Alasannya sih, karena cinta pada pandangan pertama kali, ya?" jawabnya sambil tersenyum memandangku.

"Cieee ... cieee ... hahaha," sorak Steven dan Ivan seketika, diiringi dengan suara tawa oleh Jessica dan Thalia.

Aku hanya bisa diam dan berusaha memasang ekspresi sedatar mungkin agar ejekan mereka tidak semakin menjadi-jadi.

"Ok, next. Lo yang muter botolnya, Mel." Riska kembali mengatur posisi botol di tengah meja.

Melissa mengangguk dan tanpa banyak omong langsung memutar botolnya. Botol yang berputar itu perlahan-lahan mulai berhenti, hingga pada akhirnya ujung botol itu mengarah kepada Ilham.

"Truth or Dare?" tanya Melissa.

"Truth," jawab Ilham dengan singkat.

Tampak bibir Melissa yang mulai tersenyum seraya memandang ke arah Ilham. Ekspresi yang ditunjukkannya, memunculkan perasaan yang tidak enak di batinku. Aku merasa sepertinya dia memiliki niat yang terselubung. Ternyata benar sesuai dugaanku, perlahan Melissa melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat suasana menjadi hening seketika.

"Apa lo suka sama Adel?"

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

13.8K 665 14
obsesi seorang laki-laki terhadap perempuan dan ia tidak akan pernah membiarkan orang lain menyentuh miliknya
1M 39.4K 78
(18+) Belakangan ini semua temanku mati secara satu persatu. Apakah aku yang akan menjadi selanjutnya?
247K 17.2K 29
Ruang tua 12.A kelas sunyi sepi. kelas itu selalu ditempati oleh anak anak kutu buku dan kelas itu sangat dijaga oleh para guru. Hingga pada akhirnya...
7.6K 1.3K 33
Kata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak adalah investasi. Kata orang, anak harus...