Awakening - Sixth Sense

By vikrama_nirwasita

38.4K 3.1K 202

Awakening : Sixth Sense "Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan... More

1. Pertemuan Pertama
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

23. Melissa

463 42 3
By vikrama_nirwasita

Senja itu jadi sebagai saksi atas terakhir kalinya aku berkomunikasi dengan Adellia. Aku mulai menjalani hari-hariku tanpa berinteraksi dengan Adellia, walaupun hampir setiap hari kami berjumpa di dalam kelas. Berpapasan layaknya orang tak kenal satu sama lain.

Aku mulai kembali seperti diriku yang semula, menjadi seorang Rama yang lebih sering menyendiri. Hingga tak terasa, sudah dua minggu berlalu. Jadwal ulangan akhir semester sepertinya akan dibagikan beberapa minggu lagi.

Hari itu setelah selesai mengikuti kelas sore, aku sudah berniat untuk langsung pulang dan bermain game saja di kos, berhubung sudah menjelang malam. Sayangnya rencanaku digagalkan oleh Steven yang sudah menungguku di luar kelas.

"Woi, Ram. Yuk ikut bareng gua," ajak Steven.

"Ikut ngapain? kok tumben lo nungguin gua?" tanyaku curiga.

"Ahh banyak nanya lo. Sini ikut gua aja," ucapnya sambil menarik tanganku.

"Lo mau nyulik gua kemana, Ven? Jangan ngajakin gw buat aneh-aneh ya," ucapku.

"Hahaha santai aja, semuanya udah gua siapin, yang penting lo nurut aja," balasnya.

Perasaanku mulai tidak enak, sepertinya Steven akan mengajakku melakukan sesuatu yang aneh-aneh, karena seingatku dulu dia juga pernah melakukan hal semacam ini. Dia sengaja mengajakku tanpa memberi tahu alasannya. Aku hanya bisa pasrah dan berharap tidak terjadi hal yang memalukan nantinya.

Sesampainya di kos, aku melihat sudah ada mobil yang terparkir di depan. Sepertinya aku tak asing dengan mobil itu. Sejenak aku berpikir dan mencoba untuk mengingatnya. Seingatku, aku pernah menaiki mobil itu dengan Steven saat bersama orangtuanya.

"Eh, ini bukannya mobil bokap lo?" tanyaku.

"Hehehe, iya kemaren gua bawa ke sini," ucapnya cengengesan.

"Makin hari makin liar aja lo," ucapku.

Dia tak menghiraukan ucapanku, dia sibuk mengambil beberapa bungkusan plastik di jok belakang dan menyerahkannya padaku. "Lo pake baju yang gua sediain aja, Ram."

"Yaelah sampe acara disediain gini. Emangnya lo mau nikahan? Haha," ledekku.

"Bangke lo! Cepet ganti baju sana," balasnya.

"Iyaa ... iyaa, awas aja kalo lo nyuruh gua yang aneh-aneh ntar," ucapku lalu pergi memasuki kamar.

Sesaat kemudian, akhirnya aku mengenakan pakaian yang diberikan Steven. Dia memberiku sebuah blazer biru tua dan kaos hitam polos, lengkap dengan celana panjang hitam. Untungnya ukurannya sangat pas di tubuhku. Perpaduan pakaian yang terkesan formal seperti ingin pergi ke pesta.

Saat aku keluar, aku sudah melihat Steven lengkap mengenakan setelan jas hitamnya. Dia tampak lebih prepare dari biasanya. Aku tak tahu sebenarnya kami ingin pergi ke acara pesta siapa malam ini.

Steven seketika tersenyum sumringah saat memandangku. "Wih, kayaknya bakal banyak yang klepek-klepek sama lo, nih."

"Bodo amat dah. Yang penting lo jangan ngajak yang aneh-aneh," balasku.

"Siap boss!" ucapnya sembari menghormat. "Berangkat yok."

Seperti biasanya, di sepanjang perjalanan Steven selalu banyak mengoceh. Walaupun aku sedang malas berbicara, dengan terpaksa aku harus merespon ocehan dan candaannya. Sekilas, aku melihat keresahan dan kegugupan di raut wajahnya. Mungkin malam ini sangat berarti baginya.

Saat malam tiba, akhirnya kami sampai di lokasi tujuan. Setelah memasuki gerbang raksasa. Di depan kami kini terpampang sebuah rumah mewah yang berkesan klasik. Rumah itu ditopang oleh banyak pilar-pilar putih. Ada air mancur di tengahnya, dihiasi oleh taman mini di sekitarnya.

Suasana malam itu kian ramai. Aku melihat banyak orang mengenakan setelan jas dan dress glamour sedang berlalu lalang memasuki rumah. Aku pun langsung menatap Steven dengan bingung.

"Ini rumah siapa, Ven?" tanyaku penasaran.

"Rumahnya Jessica, nih." Dia hanya menjawab singkat, tampak sekelumit kegugupan muncul di raut wajahnya.

"Emangnya lagi ada acara apa?" tanyaku lagi.

"Jessica lagi ulang tahun," jawab Steven.

"Ya udah, deh. Lo fokus dampingin Jessica aja," ucapku. "Gua duduk diem di pojokan aja entar."

"Iyeee! Sekalian nyari cewek aja sono! Selagi ada kesempatan," cibirnya.

"Bodo amat dah!" balasku. "Ayo cepetan masuk."

"Siap bos!" balasnya sembari tersenyum.

<><><>

Saat kami masuk ke dalam, ternyata sudah sangat banyak orang yang hadir di sana. Ruangan sudah tampak penuh dengan orang beserta hingar-bingar mereka. Aku dan Steven langsung bergegas mendekati Jessica yang sedang berada di tengah dan menjadi pusat perhatian.

"Happy Birthday, Jes." Hanya sebuah ucapan dan salaman tangan yang bisa kuberikan pada saat itu.

"Makasih ya, Ram," balas Jessica sembari tersenyum ramah.

Setelah berbasa-basi serta mendengar ocehan Steven yang tak terlalu kuperdulikan, aku langsung pamit dengan mereka dan duduk di kursi di pojokan belakang.

Jika kuperhatikan, rata-rata orang yang hadir saat itu adalah para mahasiswa seangkatan kami. Selain itu, teman-teman Jessica saat SMA dulu juga turut meramaikan pesta ini. Sepanjang pesta, aku hanya melamun dan beberapa kali memainkan handphone-ku karena bosan. Aku hanya berharap acara ini cepat selesai.

"Hai, boleh kenalan, gak?" ucap seorang wanita yang tiba-tiba muncul dan berhasil membangunkan lamunanku.

"Rama," ucapku singkat sembari tersenyum kecil.

"Melissa," ucapnya sembari tersenyum ramah ke arahku.

Bagaikan angin lembut yang menjalar di telingaku. Aku tak menyangka suaranya akan semerdu itu. Aku mengira suaranya akan lebih berat, sesuai dengan penampilannya yang garang.

Pada pandangan pertama, aku merasa wanita itu terkesan tomboy bagiku. Mulai dari rambutnya dipotong seleher. Aksesoris anting dan cincin. Jaket kulit dan pakaian serba hitam. Uniknya, itu semua cocok dengan wajahnya. Bentuk matanya seolah mirip dengan mata kucing. Hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis seakan menyempurnakan pesonanya.

Jika sedang diam, raut wajahnya tampak jutek dan dingin. Kurasa, dia satu-satunya yang paling mencolok karena mengenakan outfit paling berbeda di pesta itu. Kami pun bersalaman lalu dia duduk di kursi yang berada di sampingku.

"Omong-omong, lo temennya Jessica?"

"Lebih tepatnya lagi, Jessica itu pacarnya temen gua," jawabku.

"Ceritanya dipaksa nemenin temen doang nih berarti?" tanyanya sembari tersenyum tipis.

"Iya, gua diculik ke sini," jawabku.

"Haha, lo satu kampus sama mereka juga, ya?" tanyanya tanpa henti, aku tak menyangka dia berbicara sebanyak ini. "Ambil jurusan apa?"

"Iya, satu jurusan juga sama mereka," jawabku datar. "Jurusan Manajemen."

"Oh, kalo gua ambil jurusan psikologi," ucapnya.

"Oh ...." sepertinya aku kehabisan kata-kata dan tak tau mau merespon apalagi. Sebenarnya aku juga heran, kenapa dia berusaha seakrab itu denganku.

"Halo, Mel. Gimana kabarnya?" ucap seorang pria yang tiba-tiba muncul mendekati kami.

"Baik," balas Melissa singkat tanpa menatap pria itu. Tampak sebuah kekesalan tersirat dari raut wajahnya.

"Nanti pulangnya bareng gua, yuk." Pria tersenyum lebar sembari mengajaknya.

"Sorry, gua pulang sendiri aja," balas Melissa dengan nada dinginnya.

Melihat respon Melissa yang dingin, pria itu beralih perhatian, dia malah mengajakku berbicara.

"Halo, kenalin gua Aditya. Apa lo temenan sama Melissa?" ucapnya sambil memandangku dengan senyumnya yang tampak palsu seraya menjulurkan tangannya ke arahku.

"Rama, gua ba—"

"Dia pacar gua," ucap Melissa memotongku, sekilas pandangan matanya menatapku layaknya sedang memohon.

Aku seketika terkejut mendengar ucapannya. Sepertinya aku terjebak dalam hubungan mereka berdua. Aku tak mengerti, kenapa aku selalu berada di dalam situasi seperti ini. Padahal aku tak berniat mencampuri urusan orang lain sama sekali. Mengapa mereka mendatangiku dan menambah masalah yang harus kuhadapi.

Dari situasi ini, aku mulai menyimpulkan bahwa Melissa tidak ingin berhubungan dengan pria itu. Jadi dia menggunakanku sebagai tameng agar pria itu menjauh dan tidak mengganggunya lagi.

Mendengar ucapan dari Melissa, pria itu menatapku dengan tatapan sinis dan penuh amarah. Tanpa mengucap sepatah kata dia langsung berbalik dan pergi meninggalkan kami.

"Mel, maksud lo apaan?" tanyaku serius.

"Sorry Ram, gua tau kalo itu salah. Tapi gua sengaja ngomong gitu supaya dia menjauh dan gak ganggu gua lagi," lirihnya sembari menunduk.

"Iya, tapi lo apa nggak mikirin dampaknya ke gua?" ucapku kesal.

"Apa lo udah punya pacar, Ram?" tanyanya pelan.

Aku diam sejenak, tak bisa menjawab pertanyaannya. "Masalahnya bukan itu. Gimana kalo dia nyari ribut sama gua entar?" ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Sorry, Ram. Gua gak mikir sampai ke sana," ucapnya sedih. "Sorry banget."

"Ya udah deh, tapi jangan sampe kejadian lagi," ucapku terpaksa, karena merasa kasihan melihat ekspresinya.

"Iya, Ram ...." ucapnya yang seketika tersenyum manis sembari menatapku.

"Hmmm ... gua bisa pulang bareng lo gak, Ram?" tanya Melissa tiba-tiba.

"Emangnya lo datang kesini sendirian?" tanyaku heran sembari berpikir bahwa wanita ini tak henti-hentinya memberiku kejutan.

"Hmmmm ...," gumamnya sambil memandang ke atas.

Tampaknya dia tak pandai untuk berbohong. Aku pun langsung paham bahwa dia tak datang sendirian. Walau pun rupanya sangat menawan, entah kenapa aku tidak merasa tertarik dengannya, sebab sesungguhnya perasaanku masih tertuju pada seseorang.

"Ya udah, kita bareng temen gua aja," ucapku perlahan setelah berpikir sejenak.

"Okay ... Makasih, Ram," ucapnya dengan tersenyum lebar.

Setelahnya aku hanya diam melamun dan sesekali merespon ucapan Melissa. Entah kenapa aku mulai mengingat sosok Adellia di saat bertemu dengan Melissa. Pikiranku mulai dipenuhi oleh kenangan yang pernah kami lalui. Mulai dari awal kami bertemu sampai pertengkaran yang kami alami. Hingga tak lama kemudian, akhirnya acara malam itu selesai juga.

"Ayo balik, coy!" ajak Steven yang sudah tampak kelelahan.

"Ini temen gua ada yang mau ikut bareng kita," balasku sambil menggaruk kepala.

"Melissa, maaf ya kalo ngerepotin," ucap Melissa ramah sembari mengulurkan tangannya.

Steven lantas membalas salaman itu lalu berkata, "Santai aja Mel. Gapapa kok, gua sekali-kali bantuin temen buat menjalin hubungan as—"

"Arghhh!" Teriak Steven seketika, karena kesakitan akan cubitanku yang mendarat di perutnya.

"Yuk berangkat, haha," ucapku dengan tawa canggung.

"Bangke lo, Ram! Sakit tau!" ucap Steven.

"Makanya lo jangan ngomong yang aneh-aneh," balasku kesal.

"Lo jago juga ya ternyata. Baru ditinggal sebentar, udah dapet cewe cakep aja," bisiknya.

"Berisik lo ah! Gw pengen cepat-cepat balik aja nih," balasku kesal.

Tak lama kemudian, kami berangkat mengantar Melissa terlebih dahulu. Kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Jessica. Hanya dalam waktu belasan menit, akhirnya kami sampai di depan rumahnya. Melissa pun berterimakasih kepada kami, lalu dia keluar dari mobil.

"Ram, keluar sebentar dong," ucap Melissa tiba-tiba.

"Kenapa emangnya, Mel?" tanyaku bingung.

"Ada yang mau aku omongin ke kamu," ucapnya pelan.

Aku menoleh ke arah Steven, dia hanya mengedipkan salah satu matanya kepadaku.

"Oh, yaudah, Mel." Aku langsung keluar dari mobil lalu mendekati posisinya.

"Mau ngomong apa, Mel?" tanyaku bingung.

Melissa hanya diam memandangiku sesaat. Dia lalu bergerak mendekatiku dan berbisik pelan di telingaku.

"Gw suka sama lo Ram."

Aku tertegun seketika. Ini baru pertama kalinya aku mengalami hal seperti ini. Anehnya itu diungkapkan oleh seseorang yang baru kukenal beberapa jam lalu.

Aku terdiam sejenak hingga tenggelam di dalam pikiranku sendiri. Sejujurnya aku masih dalam keadaan shock setelah mendengar ucapannya. Perasaanku juga menjadi kacau karena tak pernah mengalami hal semacam ini.

Melissa menatapku dalam-dalam dan perlahan mengucapkan sesuatu.

"Ram, kamu mau jadi ...."

"Sorry, Mel," ucapku pelan memotong perkataannya.

"Boleh tau alasannya, Ram?" ucap Melissa dengan senyum kecut yang tampak dipaksakan.

"Gua udah suka sama seseorang, Mel. Di luar sana masih banyak cowok yang lebih pantas buat lo ketimbang gua," ucapku perlahan.

"Makasih udah mau jujur, Ram. Tapi lo harus inget, gua ga bakal nyerah selama lo belum jadian sama orang lain," ucapnya sembari tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Lalu dia berbalik, pergi melangkah masuk kedalam rumah.

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

1M 18.3K 7
Tiara di temukan mati bersimbah darah di lantai 3 lorong asrama. Dan kematian Tiara menimbulkan banyak teka-teki bagi keluarganya. Terlebih Kakak kem...
167K 15.2K 21
Kamu adalah kesederhanaan yang tak pernah aku inginkan. _Kenny Jaerlyn_ Batu kerikil tidak ada apa-apa nya, dibanding dengan berlian. _Raga Argian_
247K 17.2K 29
Ruang tua 12.A kelas sunyi sepi. kelas itu selalu ditempati oleh anak anak kutu buku dan kelas itu sangat dijaga oleh para guru. Hingga pada akhirnya...
334K 18.2K 30
Juwita Liliana, gadis berparas cantik, cerdas, kemampuan aneh yang dia miliki mengharuskan dia homeschooling, namun setelah satu tahun terakhir akhir...