Awakening - Sixth Sense

By vikrama_nirwasita

38.4K 3.1K 202

Awakening : Sixth Sense "Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan... More

1. Pertemuan Pertama
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

20. Dominasi

533 43 2
By vikrama_nirwasita

Langit sore itu tampak emas, ketenangan kian muncul dalam jiwaku saat memandangnya. Tubuhku menjadi rileks, suasana ini bagaikan mengajakku untuk berleha-leha saja. Sayangnya aku tak sempat menikmatinya, sebab sudah ada orang yang menungguku untuk joging di lapangan kampus. Terpaksa aku harus bangun dari tidur lelapku dan langsung segera bergegas menemui Adellia dengan mengenakan kaos dan celana trainingku.

Saat aku baru saja membuka pintu kos, tampak Adellia yang sudah berdiri di depan gerbang depan. Dia langsung menatapku dengan senyum khasnya yang selalu membuatku salah tingkah. Tapi sore itu aku melihatnya sangat berbeda dari biasanya, penampilannya benar-benar membuatku terpana.

Sore itu Adellia mengenakan kaos hitam dan celana training yang sangat pas dengan ukuran tubuhnya. Rambut panjangnya diikat gaya ponytail, membuatku tak bisa melepaskan pandanganku dari figurnya.

"Ram, ayo sini. Ngapain bengong doang," panggilnya dari gerbang.

Tak sadar, aku hanya diam bengong memandanginya beberapa detik. Teriakannya berhasil membangunkanku dari lamunan indah itu.

"Iya, Del. Sebentar, ya." Aku pun berteriak lalu bergegas lari ke arah gerbang.

Saat di lihat dari dekat, Adellia bahkan tampak lebih menawan. Aku tak yakin bisa joging dengan tenang jika bersamanya, karena aku yakin, semua pandangan mata, khususnya para lelaki pasti akan tertuju kepadanya. Apalagi di tempat ramai seperti lapangan kampus, sudah pasti Adellia akan menjadi pusat perhatian.

"Del, yakin nih mau jogging di lapangan?" tanyaku dengan ragu.

"Emangnya kenapa, Ram?" tanyanya balik dengan ekspresi bingung.

Aku mulai menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak gatal. "Emangnya kamu gak bakal risih entar, kalo diliatin cowok-cowok di sana?"

Adellia malah tersenyum nyengir lalu dia berkata, "Hehe, justru karena itu makanya aku ngajakin kamu, Ram."

"Kayaknya aku bakal jadi bahan caci-makian massa di sana nih," ucapku lalu menghela nafas panjang.

"Hahahaha," Adellia pun tertawa terbahak-bahak.

"Bisa-bisa aku diejekin nih, karena deket sama kamu," candaku.

"Kenapa emangnya, Ram? Bajuku aneh ya?" tanya Adel sembari memandangi pakaiannya.

Aku berpura-pura memasang wajah serius sambil bergumam, "Hmmm ...."

Sedangkan Adellia menatapku dengan ekspresi bertanya-tanya, "Keliatan aneh ya?" tanya Adel.

"Iya, Del," balasku, "tapi lebih aneh orangnya, sih."

"Ihhh! minta dicubit lagi, nih!" ucapnya kesal.

Aku langsung berlari menjauhinya sembari tertawa dengan lepas.

Adellia kian menatapku tajam. "Udah ah, Ram. Berangkat aja, yuk."

Aku seketika berhenti lalu berkata, "Jangan dicubit tapi, ya."

"Iyaa ... iya ...," balasnya sembari memasang raut wajah tak rela.

Setelah berangkat, apa yang kuprediksi ternyata terjadi, sebab saat masih di perjalanan saja, mata para pria sudah tampak membelalak saat melihat figur Adellia. Beberapa dari mereka tampak menatapku dengan tatapan iri.

Mungkin mereka mengira aku adalah pacar dari Adellia, walau prediksi mereka salah, aku tetap merasa senang karena setidaknya aku bisa membuat mereka merasa iri. Mungkin di dalam hatinya, mereka sudah mengutukku agar mendapatkan kesialan dan segera putus.

Sesampainya di lapangan kampus, terlihat kerumunan yang lumayan ramai di sana. Di seberang lapangan kebetulan merupakan perpustakaan kampus. Gazebo perpustakaan kampus sering dijadikan tempat berkumpulnya para mahasiswa dari berbagai fakultas. Mereka biasanya menjadikan tempat itu sebagai tempat nongkrong ataupun tempat untuk mengerjakan tugas. Sedangkan di lapangan biasanya tempat orang yang sedang berolahraga, baik itu dari kegiatan organisasi ataupun perorangan.

Sore itu kebetulan kondisi lapangan dan perpustakaan sama-sama ramai. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku dan Adellia joging di sana. Memikirkannya saja sudah membuatku resah dan gelisah. Saat itu aku hanya bisa berusaha untuk tidak memerdulikan pandangan dan omongan orang lain.

"Ayo joging, Ram. Kok diam doang, sih," ucap Adellia.

"Iya, Del," balasku pelan sembari menggaruk kepala.

Seperti dugaanku, baru saja kami melakukan joging, pandangan mata setiap orang yang kami lewati mulai tertuju kepada Adellia. Walau terasa risih, aku mencoba untuk tidak menghiraukannya dan tetap joging seperti biasa.

Sesekali aku memandang Adel yang ada di sampingku, dia tampak tak risih sama sekali. Pandangannya tetap berfokus tertuju ke depan. Aku pun tersadar, kenapa aku harus merasa risih jika Adellia saja tidak peduli.

Setelah lewat setengah jam kami joging di lapangan, kami memutuskan untuk duduk dan beristirahat sebentar di bawah pohon. Menikmati angin sejuk dan sepoi-sepoi dari pohon yang rindang.

Di sore itu, figur Adellia yang sedang menyeka keringatnya tampak sangat sensual. Wajar saja jika mata para lelaki tertuju pada dirinya. Begitu juga dengan diriku yang secara refleks mencuri-curi pandang.

"Ini masih mau lanjut joging, Del?" tanyaku.

"Lanjut dong, emangnya kamu udah ga kuat, Ram?" tanyanya dengan nada mengejek.

"Iya, Del. Udah ga kuat ditengokin sama cowok-cowok yang matanya udah mau copot karena melotot," balasku.

Adellia pun seketika tertawa. "Haha, biasa aja kali, Ram."

"Jadi pengen cepat-cepat pulang terus bobok lagi, nih."

"Boleh, tapi sebelum pulang harus kena cubit dulu," ancam Adel sembari tersenyum menyeringai.

"Ga asik ah, diancam mulu nih. Lama-lama aku sembunyi aja, deh," candaku.

"Kamu sembunyi sampe ke ujung dunia juga bakal aku kejer, Ram." Adellia lalu mengedipkan salah satu matanya ke arahku.

Selagi kami asik bercanda, tampak seseorang yang terkesan tak asing, berjalan mendekat ke arah kami. Saat jarak kami semakin mendekat, aku menyadari bahwa seseorang itu adalah David. Seseorang yang dulunya bonyok saat ingin mengeroyokku, lalu mengadu ke ayahnya yang polisi.

Tetapi dia tak datang sendiri, dia ditemani oleh seorang pria yang tak kukenal. Pria itu memiliki hawa dan aura yang berbeda dari orang biasa. Aku tak mau berspekulasi banyak, yang penting adalah aku harus mencari tau apa tujuan mereka datang menemui kami.

"Mau apa lo datang ke sini?" tanyaku dingin.

"Haha santai, dong. Gua cuma mau kenalan lebih dekat doang, kok," balas David dengan enteng.

"Lo masih belom jera ya? Masih kurang bonyok tuh muka?" ejekku.

"Ga usah basa-basi, deh. Kalo lo masih mau balas dendam, mendingan lo pergi sekarang, sebelum gua berubah pikiran," ancamku dengan serius.

"Wih, emang lo jagoan banget dah. Tapi wajar aja sih, kan lo beraninya make ilmu kebal," ejeknya.

"Mending, ketimbang lo yang beraninya keroyokan kayak banci," cibir Adellia.

Mendengar ucapan Adellia membuat ekspresi David yang awalnya tersenyum berubah menjadi murka. Tapi tak lama kemudian, setelah melihat Adellia, tatapannya berubah menjadi tatapan mesum yang tak henti memandangi tubuh Adellia.

Tampak matanya yang bergerak memeriksa tubuh Adellia dari ujung kaki sampai ujung rambut. Begitu juga dengan pria yang berdiri di sampingnya. Aku benar-benar merasa kesal dan ingin mencabut kedua bola mata mereka saat itu juga. Spontan, aku langsung berdiri di depan Adellia untuk menutupinya dari pandangan mereka.

"Itu mata pengen dicopot, ha!" bentakku.

"Boleh juga tuh cewek lo," ucap David dengan senyum sinisnya.

"Rik, lo urus dah tuh bocah," perintah David kepada pria yang berdiri di sampingnya sembari menunjuk ke arahku.

"Ya udah, tapi jangan lupa duitnya," balasnya dengan datar.

"Santai aja, yang penting lo beresin dulu," jawab David.

Seketika muncul macan berwarna hitam di samping pria itu. Dia hanya diam dan menatapku layaknya sedang meremehkanku. Tak diam saja, aku juga memanggil Lala dan seketika dia hadir berdiri di sampingku. Kami berdua diam sejenak seperti sedang membaca kekuatan dan pergerakan satu sama lain. Naluriku mengatakan sepertinya aura yang dikeluarkan Lala jauh lebih dominan ketimbang macan hitam itu.

"Habisi dia," perintahku ke Lala.

Saat Lala membuka mulutnya, tampak dua taring panjang yang mengingatkanku figurnya pada suatu makhluk yang disebut vampire. Tapi aku tak tahu pasti, apakah dia benar termasuk pada ras vampire, atau hanya memiliki rupa yang sama.

Lala memandang macan itu dengan tatapan datar, lalu dia mengarahkan jari telunjuknya ke arah macan hitam itu. Aku tak mengerti apa maksud dari gerakan yang sedang dilakukannya.

Setelah Lala mengarahkan jarinya, tubuh dari macan hitam itu seketika bergemetar. Macan hitam itu juga mulai mengaum dengan liarnya. Dia juga tampak berusaha menggerakkan tubuhnya, tetapi yang terjadi tubuhnya malah semakin kaku dan diam membeku.

Melihat macannya yang tak berkutik, teman David lalu berkomat-kamit menggumamkan sesuatu dengan bahasa yang tak kumengerti. Setelah selesai bergumam, tiba-tiba muncul ular kobra hitam raksasa di depannya.

Kobra hitam itu langsung bergerak menerjang Lala sambil menunjukkan taringnya yang berlumur cairan bening. Lala menoleh dan menatap kobra itu sesaat, dan anehnya kobra hitam itu juga seketika membeku di tempat layaknya macan hitam sebelumnya. Saat kuperhatikan, ternyata muncul cahaya merah dari bola mata Lala.

Kobra hitam itu hanya bisa menjerit kesakitan dengan tubuh yang berguling-guling. Lala diam tak merespon ucapannya, dia hanya tersenyum kecil melihat kedua makhluk yang tak berdaya itu. Lalu dia perlahan-lahan menggerakkan jarinya ke arah kobra hitam itu. Seketika, macan hitam terangkat ke udara lalu tercampak menabrak si kobra hitam.

Pria pemilik macan hitam itu seketika terdiam pucat. Dia hanya bisa memandangi kedua khodamnya yang tak berdaya. Di sisi lain, Lala masih belum puas, dia masih mempermainkan kedua khodam itu dengan jari-jemarinya.

Tampak tubuh dari kedua khodam itu yang mulai bercucuran darah, bahkan beberapa bagian tubuhnya sampai terlepas dan berceceran. Karena tidak ingin melihat penampakan yang lebih mengenaskan dari ini, aku pun memerintahkan Lala.

"Selesaikan," ucapku singkat kepada Lala.

Lala mengangguk pelan, laludia seketika melayang menuju posisi macan hitam itu. Tanpa basa-basi dia langsung menusukkan tangannya ke perut macan hitam itu. Badan macan hitam itu perlahan-lahan mulai menyusut kering hingga akhirnya menyisakan tulang-belulang saja.

Setelah menghabisi macan hitam itu, Lala mulai menatap kobra hitam yang tak jauh darinya. Kobra itu seakan sadar dan langsung melarikan diri dengan secepat mungkin. Lala pun segera mengejarnya dengan melesat cepat.

Saat jarak mereka hanya tersisa beberapa langkah lagi, tiba-tiba kobra hitam itu membuka mulutnya dan menyemprotkan cairan hijau ke arah Lala. Cairan itu pun berhasil mengenai keseluruhan tubuh Lala.

Tubuh Lala tampak seperti mendidih mengeluarkan asap akibat terkena dari racun itu. Kulitnya tampak melepuh, tetapi anehnya dia tidak menunjukkan ekspresi kesakitan. Ekspresi wajah Lala tetap datar, sama seperti ekspresinya sebelumnya.

Dalam sekejap, Lala tiba-tiba muncul di depan mata kobra hitam tersebut. Perlahan dia memegang ekor dari kobra hitam itu. Lalu aku tak menyangka akan apa yang kulihat setelahnya. Sebab aku melihat Lala sedang membanting-banting ular kobra itu layaknya seorang musisi rock yang membanting gitarnya.

Lalu dia memegang bagian tengkorak kepala kobra itu dengan gaya yang elegan. Setelah dipegang oleh Lala, kobra hitam itu juga menemui nasib yang sama dengan macan hitam sebelumnya. Seluruh tubuhnya menyusut sampai hanya menyisakan tulang-belulang saja. Dia bahkan tak sempat menunjukkan reaksi kesakitan. Tubuh Lala yang tadinya tampak melepuh juga sembuh dengan sendirinya.

Setelah menghabisi kedua khodam teman David, Lala memandangku dan dia mulai menunjuk ke arah teman David yang tampak sangat pucat. Aku merasa dia ingin mengkonfirmasi, apakah harus menyerang orang itu juga. Aku pun meresponnya dengan anggukan kecil kepalaku, sebagai tanda konfirmasi.

Sementara itu, teman David langsung berusaha melarikan diri saat itu juga. Tapi sayangnya Lala tiba-tiba muncul di depannya, dan tanpa basa-basi langsung menggigit bahu pria tersebut.

Pria itu langsung terjatuh ke tanah lalu menjerit dengan histeris. Sedangkan David tampak bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Dia pun langsung menghampiri pria itu.

"Woi, lo kenapa, Rik?" ucapnya panik sambil menggoyang-goyangkan tubuh temannya.

Pria itu tak menjawab pertanyannya dan tetap meraung kesakitan. Mungkin bagi orang awam seperti David, pria itu terlihat seperti orang gila karena tak ada bekas luka yang tampak di tubuhnya.

Namun bagi orang yang sensitif dan peka, serangan itu rasanya sama seperti serangan di dunia nyata. Tentu saja dia akan merasa kesakitan, tetapi aku tak berniat membantunya. Karena aku tau, dia juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku. Mungkin dia akan melakukan hal yang lebih mengerikan jika situasi kami berbalik.

Aku mulai berjalan mendekati David lalu berbisik pelan di telinganya.

"Jangan ganggu gua lagi atau nasib lo bakal sama kayak dia," bisikku.

Badan David seketika bergetar. Dia tampak menghindari tatapanku. Setelah mendegar bisikanku, dia langsung bergegas pergi meminta pertolongan orang-orang di sekitar yang sudah sedari tadi memperhatikan kami dari jauh. Sementara itu, Adel sejak tadi hanya diam memperhatikanku dengan ekspresi datar yang tak kumengerti.

"Ayo, Del. Sebelum makin rame," ucapku mengajaknya pergi.

"Iya, Ram," jawabnya datar tanpa menatapku balik.

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

167K 15.2K 21
Kamu adalah kesederhanaan yang tak pernah aku inginkan. _Kenny Jaerlyn_ Batu kerikil tidak ada apa-apa nya, dibanding dengan berlian. _Raga Argian_
21.4K 2.9K 48
Genre : Fiksi remaja, Thriller, Romance. ________ Semenjak adanya teror mawar hitam, membuat Zera seperti orang tak waras yang kadang berteriak tidak...
1M 39.4K 78
(18+) Belakangan ini semua temanku mati secara satu persatu. Apakah aku yang akan menjadi selanjutnya?