Awakening - Sixth Sense

By vikrama_nirwasita

38.4K 3.1K 202

Awakening : Sixth Sense "Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan... More

1. Pertemuan Pertama
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

10. Konfrontasi

608 56 2
By vikrama_nirwasita

Setelah Adellia memutuskan untuk menemui Steven. Aku berencana mengajaknya dan Steven ke daerah yang lebih sepi, tempat di mana aku Arif mencegatku dulunya. Aku tidak memilih dikos, karena tidak mau mengganggu penghuni kos yang lain. Selain itu, aku juga ingin menjaga nama baik dari Steven, jadi aku dan Adel memutuskan untuk merahasiakannya.

Besoknya, bagaikan seorang mata-mata, aku kembali mengikuti Steven secara diam-diam. Dari sore hingga menjelang malam hari, dia masih saja bersama wanita yang sama. Mereka juga masih berada di lokasi yang tetap mewah.

Aku pun mengawasi dan menunggu di warung yang tak jauh, cuma berseberangan dengan lokasi mereka. Menunggu mereka membutuhkan waktu yang sangat lama, sampai-sampai pemilik warung dan pengunjung lainnya mengajakku berkenalan dan berbasa-basi. Hitung-hitung lumayan juga untuk mengisi waktu luang, ketimbang aku harus melamun dan menatap layar HP terus-terusan.

Setelah berjam-jam aku menunggu, akhirnya mereka muncul keluar dari pintu cafe sambil bergandengan tangan. Jika kuperhatikan, sepertinya mereka masih belum berniat pulang, padahal saat itu layar di handphone-ku telah menunjukkan jam sepuluh malam. Aku tak tahu apa yang akan menjadi rencana kegiatan mereka selanjutnya, aku hanya bisa membuntuti mereka diam-diam.

Ternyata destinasi mereka selanjutnya adalah sebuah toko pakaian yang tak jauh dari posisi cafe sebelumnya. Tanpa kusadari, aku telah menunggu Steven hampir semalaman, disaat dia sedang bersenang-senang, aku hanya bisa bermain game di handphone seraya menunggunya pulang. Aku hanya bisa menanti dan berharap mereka bisa pulang secepat mungkin.

Setelah berkisar setengah jam kemudian, akhirnya mereka keluar membawa beberapa kemasan tas plastik. Tampak Steven dan wanita itu berpelukan, lalu sesudahnya mereka langsung berpisah di jalan.

Setelah sekian lama, akhirnya Steven pun pergi pulang menuju arah kos, akupun bergegas mengikutinya. Aku tak lupa mengirim pesan ke Adellia untuk datang dan bersiap dilokasi yang sudah kami rencanakan. Saat posisi Steven sudah mendekati kos, aku langsung berlari mencegatnya.

"Ven, gua mau ngomong sama lo sebentar," ucapku. "Bisa ikut gua gak?"

Steven tampak terkejut melihatku yang muncul secara tiba-tiba. "Mau ngomong apaan emangnya? Kalo lo cuma mau nasehatin gua kayak kemaren, mending kita ga usah ngobrol," jawabnya dingin.

"Gak kok, Ven. Ada masalah lain yang mau gw omongin. Kalo ngobrol di kos, takut ada yg nguping entar." Aku sengaja memasang ekspresi gelisah untuk mengelabuinya.

Melihat ekspresi gelisah dariku, tampaknya Steven mulai percaya dan akhirnya menyetujui mengikutiku. Tak lama kami berjalan, akhirnya kami sampai di lokasi. Di sana, tampak sosok Adellia yang sedang berdiri di dekat tiang listrik. Steven tampak bingung dan memandang kami dengan curiga setelah melihat keberadaan Adellia.

"Ini maksudnya apaan? Kenapa ada Adel di sini?" tanya Steven dengan curiga.

Aku hanya diam tak menanggapinya. Aku memandang Adellia yang mulai bergerak mendekati kami. Suasana malam yang tadinya hening, mulai berubah menjadi mencekam. Muncul perasaan tak nyaman, sebab aku merasa seperti banyak pandangan mata yang tertuju kepadaku.

Tiba-tiba banyak muncul suara tawa cekikikan, tangisan dan juga jeritan wanita dari berbagai arah. Bulu kudukku bergidik, spontan aku langsung bergerak mengambil jarak menjauhi Steven lalu mendekat dengan Adellia.

Saat aku memerhatikan sekitarku, aku menyadari bahwa kami sudah di kelilingi oleh kain putih yang sedang melayang-layang. Makhluk-makhluk itu muncul menampakkan perwujudan mereka yang berupa kuntilanak berwajah hancur.

Jika kutaksir secara kasar, mungkin jumlah mereka ada sekitar 50-an. Perlahan mereka mulai mendekati kami, tetapi Steven tak sadar akan hal itu, dia hanya berdiam diri dan memandangi kami berdua dengan tatapan yang kosong.

Tak lama kemudian, kuntilanak merah yang kulihat kemarin muncul dalam seketika. Dia melayang di samping Steven, mengelus-elus lehernya dengan kuku yang panjang. Dia menatap kami layaknya sedang mengejek.

"Jangan mengganggu urusanku!" teriaknya dengan suara melengking.

"Pergi dan jangan ganggu temanku lagi, atau kita perang sekarang juga," ucap Adel dengan datar.

"Hihihi ... memangnya kamu itu siapa? berani-beraninya mengancamku!" jawabnya dengan senyum menyeringai.

Tiba-tiba muncul sesosok pria dibelakang Adellia, yang menggunakan baju zirah berwarna emas, rambutnya panjang dan wajahnya terlihat cukup tua. Dia memegang sebuah tombak panjang dengan gagang yang berkilau-kilau. Ujung tombak dan tatapannya yang tajam kian tertuju pada kuntilanak merah itu.

"Binasakan mereka smua," perintah Adel.

Seketika, semua kuntilanak yang mengelilingi kami berteriak histeris dan mulai bergerak menyerang penjaga Adellia. Tak tinggal diam, penjaga Adellia bergerak jauh lebih cepat dan menusuk para kuntilanak itu dengan membabi buta. Tusukan tombaknya berhasil membuat lubang besar ditubuh para kuntilanak itu. Mereka yang terkena serangan tombak itu menjerit histeris lalu lenyap dan melebur seketika.

Tetapi berbeda dari ekspektasiku, para kuntilanak itu bukannya makin melemah, mereka malah semakin beringas menyerang pria itu dengan kuku panjang mereka. Sementara itu, pria itu dengan mudahnya bisa menangkis dan membalikkan setiap serangan.

Pemandangan sadis dan mengerikan itu berhasil membuatku sadar, bahwa inilah perang yang dimaksud oleh Adellia kemarin. Dalam sekejap, jumlah kuntilanak itu berkurang setengahnya.

Sembari Adellia fokus memperhatikan penjaganya, aku menyadari kuntilanak merah itu mulai bergerak mendekati posisi kami. Mau tak mau, aku mulai berlari menjauhi posisi Adellia untuk memancingnya, karena aku tak ingin makhluk itu mengincarnya. Sementara itu, Adel terlambat bereaksi akan gerakanku yang tiba-tiba.

"Jangan Rammm...." teriak Adel.

Saat itu penjaga Adellia sedang sibuk melawan kuntilanak lainnya, sehingga dia tak bisa membantuku. Saat kuku panjang dari kuntilanak merah itu hampir meraih wajahku, tiba-tiba dia malah menjerit kesakitan dan terpental beberapa meter kebelakang.

Aku menoleh dan melihat Pria berjubah merah sudah berdiri sambil menyilangkan tangannya di sampingku. Dia menatap kuntilanak merah itu dengan tatapan arogan serta remeh, layaknya sedang melihat makhluk lemah yang tak berdaya. Entah kenapa, muncul perasaan aman di batinku, setelah merasakan kehadirannya. Aku merasa percaya bahwa pria itu tak akan kalah dari kuntilanak merah.

"Sialan! Kenapa kalian mencampuri urusanku!" jerit kuntilanak merah itu histeris. Rambutnya berhembus tinggi, seakan diterpa angin badai.

Pria berjubah merah itu meresponnya dengan tatapan jijik bagaikan sedang melihat kotoran lalu berkata, "Cepatlah lenyap dari pandanganku."

Kuntilanak merah itu berteriak semakin histeris. Kukunya tiba-tiba memanjang sampai seukuran sebuah penggaris. Rasa haus darah darinya semakin menjadi-jadi. Ledakan energi dari sosoknya kian memuncak. Makhluk itu tak mau menyerah juga dan tetap berusaha menyerangku dengan serangan terkuatnya.

"Dasar kepala batu." ucap pria berjubah merah singkat.

Lalu dia bergerak secepat kilat hingga hilang dari pandanganku. Beberapa detik kemudian, aku melihatnya sedang mencekik leher si kuntilanak merah dengan satu tangan.

"Ampunnnnnnnn! Aku menyerah, tolong lepaskan!" jeritnya memohon ampun.

"Sudah terlambat," balas pria itu dingin.

Kuntilanak itu masih terus-menerus menjerit kesakitan sambil memohon ampun, tapi pria itu tetap tak memperdulikannya. Hingga selanjutnya, aku hampir tak percaya dengan apa yang ada di pandanganku.

Aku melihat pria itu mencabut kepala kuntilanak itu bagaikan sedang mencabut rumput liar. Tampak badan kuntilanak itu tergeletak di tanah tanpa kepala. Sedangkan kepala kuntilanak yang di pegang pria itu mulai terbakar dan berubah menjadi debu. Pria itu menoleh dan menatapku sesaat, lalu menghilang tanpa mengucapkan sepatah kata.

Kejadian barusan terjadi dalam kurun waktu beberapa detik saja. Saking cepatnya, aku masih kesulitan untuk memproses apa saja yang baru kulihat barusan. Di sisi lain, pertarungan penjaga Adellia juga akhirnya selesai. Para kuntilanak yang tersisa langsung kabur saat mengetahui pemimpin mereka sudah dikalahkan.

Adel yang tak jauh dariku langsung berlari mendekatiku.

"Kamu gapapa kan, Ram?" ucapnya khawatir sambil memandangi dan mengecek tubuhku.

"Aku gapapa kok, Del," balasku dengan senyuman tipis. Pemandangan brutal barusan masih menyerap pikiranku.

"Kenapa kamu pake menjauh segala sih, Ram," ucap Adel dengan kesal. "Aku bisa tanganin kok."

"Aku kirain kamu gak nyadar tadinya, Del, hehehe." Aku hanya menggaruk kepala dengan canggung.

"Bukan masalah itu, Ram. Kalo kamu sampe kenapa-napa—" Ucapannya tiba-tiba terpotong, matanya kian tampak berkaca-kaca.

Aku terkejut dengan reaksi Adel. Kenapa dia bisa sampai emosional seperti itu. Apa jangan-jangan dia ..., tapi sebelum menghayal sejauh itu. Sepertinya aku mulai memahami Adel. Setelah mengenalnya beberapa bulan ini, aku menyadari bahwa di balik sikapnya yang tampak kuat, sebenarnya dia menyimpan hati yang lembut di dalam.

"Maaf, Del," ucapku pelan.

"Lain kali jangan sampai kayak gitu lagi, Ram," ucap Adel manyun sembari mengusap kedua matanya yang berair.

"Iyaa ... iya, Del," balasku sambil menahan tawa.

"Kok malah ketawa sih," ucap Adel kesal.

"Kamu imut, Del." Tanpa sadar ucapan itu keluar dari mulutku.

Kami berdua diam hening seketika. Aku panik sedangkan Adellia malu, tampak dari wajahnya yang memerah. Aku juga mencari cara untuk memecahkan kecanggungan ini. Perlahan aku menyadari bahwa Steven masih diam berdiri dengan pandangan mata yang kosong. Perasaanku bercampur antara merasa lucu dan merasa bersalah karena melupakan keberadaannya.

Aku langsung mendekatinya lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Ven, bangun ven ...." ucapku berkali-kali. Hingga perlahan matanya mulai berkedip, matanya yang kosong telah kembali hidup.

"Eh Ram, kita lagi ada dimana nih?" tanyanya dengan bingung sambil menoleh melihat situasi sekitar.

"Nanti gw jelasin, Ven. Kita pulang ke kos dulu," jawabku.

"Lah, kok ada Adel di sini? Udah gelap-gelap gini, kok kita bisa di sini, ya?" Raut wajahnya berubah menjadi kaget.

"Bawel lo ah, ayo cepet pulang," jawabku.

"Tapi badan gua kok lemes banget nih, Ram. Kayak orang yang udah ga makan seminggu nih." Aku pun menyadari suaranya sangat lesu, begitu juga dengan lututnya yang gemetaran.

"Nih minum airnya dlu, Ven," ucap Adellia sembari menyerahkan botol.

Steven lalu meminum air di botol itu seperti orang gurun yang sudah tak minum berhari-hari. Tampak tenggorokannya tak henti-hentinya bergerak naik turun.

"Pelan-pelan woi," ucapku agak panik.

"Hahhhh ... ga tau kenapa, rasanya gerah banget, Ram." Steven lalu berselonjor di lantai. Baru kali ini aku melihat figurnya yang tampak linglung seperti itu.

"Karena lo belom mandi kali," ucapku mencoba mencairkan suasana.

Steven lalu mengendus-endus tubuhnya sendiri, lalu berkata, "Lah, ini badan gw masih wangi parfum. Tapi gw abis dari mana ya, kok pake parfum segala?" ucapnya bingung.

"Balik aja yuk, udah tengah malam nih," ajak Adel.

Aku mengangguk tanda setuju lalu memapah Steven menuju kos. Di perjalanan, aku tak sengaja mendongak ke atas. Di pandangaku pun tampak sekumpulan bintang yang bersinar terang di antara gelapnya langit. Aku berharap, kisah kami akan berakhir seindah langit di malam itu.

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

21.4K 2.9K 48
Genre : Fiksi remaja, Thriller, Romance. ________ Semenjak adanya teror mawar hitam, membuat Zera seperti orang tak waras yang kadang berteriak tidak...
171K 17.1K 35
{PART LENGKAP SAMPAI END} ◌⑅●♡⋆♡WATTPAD♡⋆♡●⑅◌ Alasya Hydra Alexsandri atau yang sering di panggil Asa harus kembali pindah sekolah karna orangtua nya...
45K 2.5K 70
Jata benar-benar kehilangan kesabaran. Setelah enam bulan menikah, Puput tetap perawan. Tentu saja, harga dirinya sebagai lelaki jatuh bagai keset ka...
7.6K 1.3K 33
Kata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak adalah investasi. Kata orang, anak harus...