UNEDITED!
Huhuuu nggak sempat ngeditnya, soalnya Asia masih lanjut nulis. Kalo nulis sambil ngedit yang ada ntar gak kelar2 >,<
Happy reading 😘
•●※●•
Awalnya, Alicia berniat untuk tidak akan beranjang dari kamarnya sampai beberapa hari. Dia tidak ingin bertemu dengan Lucius, dia tidak akan tahan jika berada di ruangan yang sama dengan lelaki itu. Tubuhnya pun terlalu lemas dan sakit, Alicia tidak memiliki pemikiran apapun selain tidur. Ketika bangun, dia membersihkan diri dan pergi ke ruang makan, namun tidak menemukan Lucius di sana. Alicia mendesah lega.
Beberapa hari berikutnya, Lucius pun tidak menampakkan diri sama sekali. Alicia baru menyadari, bahwa setiap kali Lucius selesai menyakitinya, maka lelaki itu pasti akan hilang dari hadapannya untuk beberapa saat. Kenapa dia melakukan itu? Apakah dia benar-benar sibuk sehingga tidak punya waktu untuk pulang?
Tanpa sadar, Alicia pun jadi semakin sering memikirkannya setiap malam.
Dia juga terbayang wajah orang tuanya di café siang itu. Dan hanya mampu menerka-nerka rencana apa yang sedang Lucius jalani.
Lelaki itu memang tidak ada di rumah, setidaknya setiap siang. Namun ketika malam, dalam tidurnya Alicia selalu merasa seseorang memperhatikannya. Hal itu menggelitik indera Alicia dan sering kali membuatnya terbangun.
Tidak terkecuali malam ini.
Alicia membuka mata dan perasaan diperhatikan itu masih jelas terasa. Alicia tentu tahu bahwa itu Lucius. Suara pintu terbuka dan tertutup kemudian terdengar, lelaki itu telah pergi. Alicia lantas bangkit dari posisi tidurnya, duduk di atas ranjang, menatap pintu yang baru saja ditutup.
Beberapa saat terdiam dalam posisi itu, Alicia pun turun dari ranjang dengan selimut untuk melindunginya dari hawa dingin. Dia melangkah dengan kaki telanjang ke jendela. Menoleh ke bawah, Alicia melihat sebuah mobil hitam melaju meninggalkan halaman, itu adalah mobil yang biasa digunakan oleh Lucius. Kemana dia akan pergi pada dini hari begini?
Alicia tidak tahu apa yang dia rasakan kemudian. Dia masih marah pada Lucius atas apa yang telah lelaki itu lakukan padanya, tapi Alicia tidak bisa menepis perasaan kecewa karena apa yang lelaki itu lakukan setelahnya. Sakit di tubuhnya telah sembuh, namun sakit hatinya baru saja tumbuh. Dia merasa begitu direndahkan. Lucius benar-benar memperlakukannya seperti barang. Lelaki itu mengambil kesuciannya dan meninggalkannya begitu saja.
Alicia duduk di kusen jendela, mendongak menatap langit malam yang mendung. Apa ini yang Lucius maksud? Apa ini jawaban dari pertanyaannya di mobil saat itu? Bahwa beginilah cara Lucius memperlakukan wanita-wanitanya. Selanjutnya, mungkin Lucius akan diam-diam menghapus memorinya dan ketika bosan, dia akan menahannya di penjara bawah tanah.
Penjara bawah tanah...
Apakah tempat itu benar-benar ada? Tidak mungkin ada di rumah ini, kan?
Alicia buru-buru bangkit dari duduk dan mencampakan selimutnya begitu saja di lantai untuk kemudian melangkah cepat menuju pintu.
Dia tidak ingin berakhir seperti wanita-wanita itu.
Dengan langkah tergesa, Alicia mengecek setiap ruangan yang ia curigai. Alicia begitu yakin ruangan itu adalah di lantai bawah rumah ini, tepatnya di basement, dan dia hanya perlu menemukan pintu masuknya.
Alicia menyerah setelah nyaris satu jam mencari. Asrama pelayan ada di bagian belakang mansion, terdiri dari beberapa bangunan memanjang. Alicia hendak mencari ke sana ketika menyadari sesuatu. Dia menoleh ke arah tangga.
Benar, dia belum mengecek kamar Lucius. Mungkin dia bisa menemukan jawabannya di sana.
***
Kamar Lucius, Alicia membayangkan akan dipenuhi oleh ornamen-ornamen menyeramkan, identik dengan hitam dan merah. Namun justru yang didapatkannya hanyalah sebuah kamar yang sama persis seperti kamar yang Alicia tempati. Dinding dan seluruh furniturnya nyaris berwarna putih. Alicia jadi tidak bisa menebak bagaimana sifat Lucius yang sebenarnya.
Tapi Alicia tetap pada tujuan utamanya dan menemukan satu-satunya hal dari kamar Lucius yang membedakannya dengan kamar Alicia sendiri, yaitu pintu hitam yang ada di pojok ruangan, nyaris tertutup oleh lemari buku.
Alicia mencoba untuk membuka pintu tersebut, namun terkunci. Dia memutar-mutar knobnya dengan kasar sekaligus kesal. Di gagang knob pintu tersebut----yang terbuat dari besi berwarna emas----tertulis Room of Black. Rasa penasaran Alicia semakin menjadi. Dia mencari kunci pintu tersebut di mana-mana. Membuka laci demi laci. Ada satu kunci yang Alicia temukan terselip di antara buku, tapi itu bukan kunci yang dicarinya. Ketika beralih ke laci nakas, Alicia hendak membukanya namun laci tersebut juga terkunci, Alicia pun memasukkan kunci yang tadi ia temukan dan terkejut ketika laci itu terbuka. Tidak ada barang yang dicarinya, isinya nyaris kosong kecuali sebuah figura yang dibalik. Alicia mengambil figura tersebut dan membaliknya. Dia terhenyak untuk beberapa saat menatap foto di figura itu.
Foto keluarga; seorang pria dan wanita paruh baya berdiri berdampingan, di hadapan mereka seorang bocah lelaki dan balita perempuan berdiri, wanita dan pria paruh baya itu merangkul mereka.
Namun yang membuat foto keluarga itu aneh adalah wajah si bocah lelaki yang tampak tidak jelas, seseorang telah mencoret-coretnya dengan tinta dan bahkan menyayatnya dengan benda tajam.
Apakah itu Lucius? Batin Alicia.
Dia tidak pernah berpikir bahwa Lucius ternyata memiliki keluarga dan bahkan seorang adik perempuan. Di mana mereka sekarang? Dan apa maksud Lucius merusak foto wajahnya sendiri di sana?
Berbagai pertanyaan terus bertambah dan Alicia ragu dia akan mendapatkan jawabannya segera.
Karena terlalu fokus menatap figura tersebut, Alicia tidak menyadari ketika seseorang membuka pintu.
Maloma berdiri di sana dengan mata membelalak terkejut pada Alicia. "Miss Alicia? Apa yang Anda lakukan di sini?"
Alicia berjengit terkejut. Dengan gerakan tergesa dimasukkannya kembali figura itu ke dalam laci lalu berbalik menghadap Maloma.
Maloma mendekat, lalu mengedarkan pandang ke seluruh ruangan dan menatap Alicia lagi. "Anda tidak seharusnya berada di sini, Miss." Maloma berkata dengan nada dingin.
Alicia menunduk, mnghindari tatapan Maloma. "Maaf," ucapnya pelan.
"Anda harus tahu, bahwa ada beberapa tempat di mansion ini yang tidak boleh Anda masuki."
Alicia langusng mengangkat kepalanya dan menatap Maloma. Dari apa yang wanita itu katakan, Alicia menarik kesimpulan bahwa Maloma tahu tempat Lucius menyimpan segala kegelapannya, penjara itu.
Tapi Alicia tidak sempat bertanya karena Maloma telah lebih dulu berkata, "Ayo cepat, sebaiknya Anda kembali ke ruangan Anda sebelum Tuan Lucius kembali."
"Kemana memangnya dia pergi dini hari seperti ini?"
"Tuan memiliki banyak alasan untuk pergi kapanpun dia mau, tidak peduli itu siang atau malam."
Alicia mengangguk. Sepertinya Maloma memang mengetahui sesuatu, tapi selayaknya seorang abdi yang setia, dia tidak mungkin semudah itu membocorkan rahasia-rahasia tuannya.
Alicia pun menurut dan keluar dari kamar Lucius, membiarkan Maloma melakukan tugas hariannya tanpa berupaya untuk mencari tahu tentang ruang penjara itu lagi. Karena langit tidak segelap sebelumnya, fajar pasti sudah terbit di ufuk timur.
Ketika Alicia melewati tangga, dia tidak sengaja melihat sebuah bayangan hitam melintas di bawah tangga. Langkah Alicia lantas terhenti, dia menoleh ke bawah, mencari tahu apa yang baru saja dilihatnya. Sekalipun Maloma sudah memulai rutinitas paginya, tapi sepertinya dia lupa menyalakan lampu ruang tamu, cahaya hanya berasal dari jendela-jendela yang gordennya telah disampirkan ke kiri dan kanan.
Alicia baru saja hendak melanjutkan langkahnya kembali ke kamar ketika dia melihat seorang pelayan melangkah dengan terburu-buru ke ruang tamu, berdiri di depan vas bunga lama sekali, lalu dia pergi ke arah ruang makan dan Alicia pun melanjutkan langkah kembali ke kamar.
Alicia merasa bodoh karena sempat berpikir bayangan hitam itu adalah Lucius. "Sepertinya akhir-akhir ini aku kurang tidur," gumamnya pada dirinya sendiri ketika duduk di pinggir ranjangnya sambil memegangi kepala.
***
Ketika matahari semakin jauh menyingsing dan membawa pagi, Alicia pergi ke ruang makan untuk sarapan. Alicia sempat berhenti di tangga memandang ke lorong menuju kamar Lucius, lelaki itu belum kembali.
Alicia pun sarapan seorang diri. Para pelayan tidak pernah menemaninya di sana, mereka lebih memilih menunggu di luar pintu, mungkin sudah terbiasa dengan kebiasaan tuannya yang tidak pernah mau diganggu atau ditemani ketika makan.
Rasa kesepian itu kembali merayapi Alicia. Dia membayangkan Lucius berada di situasi ini dan menerka-nerka; apa lelaki itu juga merasa kesepian sama sepertinya?
Alicia melarutkan gula di tehnya, dan suara denting sendok yang beradu dengan cangkir menggema di seluruh ruangan. Alicia mendongak menatap mozaik si iblis, dan setelahnya dia tidak merasa begitu sendirian. Alicia terkekeh, karena merasa begitu konyol dengan pemikirannya. Dia meletakkan sendok teh ke atas meja dan tidak sengaja menyenggolnya sehingga sendok itu jatuh ke lantai. Alicia merunduk, hendak mengambil sendok kecil itu ketika matanya menangkap titik cahaya merah berkedap-kedip menempel di bawah meja. Alicia juga pernah melihat benda kecil ini di ruang tamu, terselip di vas bunga, ketika itu Alicia berniat untuk mengganti bunga-bunga plastik itu dengan bunga yang ia petik di taman Lucius dan menemukan benda ini ada di sana.
Itu adalah alat perekam suara, tapi Alicia sama sekali tidak tahu. Dia pun kembali ke atas kursinya dan menghabiskan sarapannya dengan tenang.
•●tbc●•
Chapter ini emang agak boring, tapi ini chapter yang cukup penting. 😌
Sampai jumpa di chapter selanjutnya >o<
ASIA ❤
[21/04/20]