Fake Love (17+) ✔

By ShiaMoer

213K 13.6K 3.4K

NC17+ *** Katakanlah Jungkook berbohong bahwa dia tak jatuh dalam pesona Jihyo. Jungkook takut mengakuinya ka... More

Cast
Prolog
[1] Wedding
[2] High School
[3] Chocolate
[4] Cooking
[5] One Night
[6] Swimming
[7] New Student
[8] Flirty Girl
[9] ill
[10] Club
[11] Back Home
[12] Jerk
[13] Stop It
[14] Think Again
[15] Practice
[16] We Will Support You
[17] Plan
[18] Cockroaches
[19] Noona
[21] Cold
[22] Busan
[23] Hospital
[24] Because Park Jihyo
[25] Snow White And The Seven Dwarfs
[26] I Like It
[27] King Size
[28] My Lady
[29] Confused
[30] I Want You
[31] 5 Years Later
[32] Where Are You
[33] I Refused
[34] Meet Again
[35] Love U
[36] Jeon Company
[37] Missing U
[38] Problem SinV
[39] Still A Problem
[40] Problem SinV 2
[41] Problem SinV 3
[42] Romantic Jungkook For Jihyo
[43] Critical
[44] Fake Love END
Epilog
COMPLEX
Pic Junghyo

[20] Problem

2.7K 260 54
By ShiaMoer

"Jangan! Ku mohon jangan!"

Anak itu menggeleng keras. Isakan demi isakan keluar dari mulutnya. Air mata terus mengalir deras.

"Lepas Jungkook! Bertingkahlah dewasa"

"Tidak bu! Ku mohon jangan tinggalkan aku sendiri"

Jungkook bersikeras menahan kaki sebelah wanita tua itu, memeluknya begitu erat sambil menangis sesenggukan

"Jungkook! Lepaskan kaki ibumu. Kami harus pergi"

Pria tua itu mencoba membantu tubuh kecil itu berdiri tegak. Tapi kini yang ada Jungkook kecil beralih memeluk kaki pria tua itu dengan tangis yang semakin deras.

"Ayah... hiks... jangan tinggalkan aku"

"Kami tidak meninggalkanmu, nak. Ayah dan ibu hanya pergi sebentar" pria tua itu berjongkok mengelus kepala Jungkook lembut.

Jungkook mengeleng beberapa kali. "Tidak. Aku tidak percaya. Kalian akan meninggalkanku lama"

"Jungkook, lihat ibu" wanita tua itu ikut berjongkok di hadapan anak bungsunya itu.

"Ibu tidak akan meninggalkanmu, percayalah..." ujar wanita tua itu lembut seraya menghapus air mata itu.

Jungkook masih sesenggukan. Wanita tua itu memeluk tubuh kecil itu. "Jangan menangis putraku, ibu dan ayah akan kembali. Percayalah"

Tangisan itu mulai memelan dan menghilang, tinggal hanya sesenggukan.

"Kami pergi"

"Tidak! JANGAN!! IBU AYAH!!"

"HA!"

Jungkook spontan bangkit dari tidurnya. Keringat dari pelipisnya berlomba-lomba turun membanjiri wajahnya. Nafas yang tersengal-sengal dan baju yang sudah basah sebagian akibat keringatnya. Ini semua karena mimpi sialan yang belakangan ini tak pernah lagi datang, tapi hari ini mimpi sialan itu datang lagi.

Sadar dengan keadaannya. Bahwa semuanya hanya mimpi. Ia menggeram kesal. Di sibaknya selimut itu kasar. Lalu bangkit dari tempat tidurnya. Sebentar ia terdiam memandangi pancaran sinar matahari yang sudah tinggi itu dari jendela kamarnya. Ia menghela nafas sejenak.

"Shit!" umpatnya.

Dia marah. Kenapa mimpi sialan itu datang disaat seperti ini. Ini membuatnya kembali terpuruk. Mimpi itu, sejujurnya bukanlah mimpi, hanya kilatan kejadian beberapa tahun yang lalu dimana dirinya benar-benar di tinggalkan.

"Cih... apanya yang sebentar? Ini sudah lama" decihnya.

Jungkook membalikkan tubuhnya. Tak sengaja ia melihat jam di dinding kamar itu. Sudah lewat pukul 10 pagi. Ia kembali menghempaskan tubuhnya di ranjangnya. Dan kemudian memejamkan kedua matanya. Persetan dengan sekolah, ia tak peduli lagi.

***
"Jimin..."

Pria yang tak terlalu tinggi itu menengok kearah suara. Ia menaikkkan sebelah alisnya satu melihat Jihyo mendekatinya.

"Ada apa?"

"Apakah Jungkook sungguh sakit?" tanya Jihyo tanpa ragu.

Jimin sebentar melirik Taehyung. Meminta apakah ia harus mengatakan sebenarnya. Baru saja Taehyung yang ingin membalas, Eunbi tiba-tiba menyahut.

"Jihyo, Wonwoo oppa memanggilmu ke aula" Eunbi berdiri di sebelah wanita itu sambil tersenyum.

Jihyo menoleh sebentar pada Eunbi kemudian menatap kedua pria itu kembali. "Benarkah?"

"Jihyo, Wonwoo oppa sudah menunggumu" sahut Eunbi lagi berusaha Jihyo benar-benar segera pergi dari kelas ini.

Jihyo menghela nafas sejenak. Dia mengangguk kemudian dengan langkah lesu ia keluar kelas itu.

Setelah merasa Jihyo sudah jauh dari kelas, Eunbi kembali menatap kedua orang itu. "Awas saja kalian membuka mulut tentang Jungkook"

Jimin bergidik dengan tatapan tajam Eunbi itu. "Memangnya kenapa sih?" tanyanya.

Eunbi mendengus. "Jika kalian bilang Jungkook sungguh sakit, Jihyo akan berusaha menemui Jungkook"

"Jadi kami harus apa?" kali ini Taehyung yang bertanya.

"Tutup saja mulut kalian, oke?"

Seperti anak kecil kedua pria itu mengangguk serentak menaati perintah ibu mereka. Walau sebenarnya ketiga orang itu juga tidak tahu dimana keberadaan Jungkook sebenarnya.

***
Jihyo menghela nafas panjang. Ia mendongakkan kepalanya, mengedar pandangannya ke segala ruangan besar aula ini. Berharap tubuh seseorang yang di tunggunya terlihat di banyaknya siswa disini. Namun, ia sama sekali tak berhasil menemukan tubuh tegap itu. Yang ada di depan sana malah Wonwoo tersenyum kearahnya kemudian membidik dirinya dengan kamera Nikon yang selalu pria itu bawa kemanapun.

"Kau sudah selesai?" Wonwoo mendekat dan berjongkok di depannya.

Jihyo menggeleng lalu kembali menunduk melukis bunga untuk dekorasi drama ini. Wonwoo terdiam melihat wajah Jihyo kali ini. Ia menyadari ada sesuatu di wajah itu, yang kali ini terlihat tidak bersemangat.

"Pulang sekolah ini kau ingin makan bersama?" ajak Wonwoo membuat Jihyo kembali mengangkat kepalanya.

Jihyo kembali menggeleng. Wonwoo menghela kecil. Sedikit bingung dengan Jihyo hari ini.

"Jeon Wonwoo, bantu aku!"

Teriakan Nayeon berhasil mengalihkan pandangan Wonwoo itu. Ia kembali menatap Jihyo. "Aku kesana dulu"

Jihyo hanya mengangguk kecil, kemudian Wonwoo pergi dari tempat Jihyo itu.

"Jihyo"

Jihyo kembali mengangkat kepalanya mendengar seseorang memanggilnya.

Dahyun dan Eunbi bersimpuh di dekat wanita itu. "Ayo ke cafeteria" ajak Dahyun.

"Lukisanku?"

"Nanti saja"

***
"Hah! Sebentar lagi akan ujian kelulusan. Cepat sekali, selesai pensi ini kita ujian" desah kasar Eunbi mendaratkan keningnya di meja cafeteria.

Dahyun mengernyit kemudian melepaskan sedotan itu dari mulutnya. "Kenapa? Kau tidak berniat segera menyelesaikan sekolah ini?"

Eunbi kembali mengangkat kepalanya menatap Dahyun bengis. "Enak saja! Aku juga ingin segera menyelesaikan sekolah ini. Tapi kenapa harus ujian dulu? Tidak bisakah langsung lulus saja?"

Dahyun berdecak menggeleng. "Kau seperti tidak berminat sekolah saja"

Eunbi mendengus malas. Ia beralih melirik Jihyo yang sedari tadi hanya diam.

"Jeon Jihyo, apa kau sudah siap menghadapi ujian ini?" tanya Eunbi mencoba menyadari Jihyo.

Jihyo berkedip beberapa kali. Ia menatap Eunbi. Mengangguk pelan lalu menyedot minuman dinginnya.

"Kalau Jihyo jangan di tanya, dia selalu siap menghadapi ujian. Aku yakin pasti dia mendapatkan nilai tertinggi nanti" sahut Dahyun tersenyum.

Jihyo malah mencibir. "Kau berlebihan"

"Berapa hari lagi drama ini di adakan?" tanya Eunbi beralih pada Dahyun.

"Seminggu lagi." Jawab gadis berkulit putih itu.

***
Jimin dan Taehyung saling pandang untuk sesaat. Mereka hanya diam saling mengintruksikan wajahnya.

"Ah terserahlah" akhirnya Taehyung yang mengangkat tangannya keatas.

Ting Tong

Kedua pria itu terdiam memandangi pintu yang baru saja Taehyung tekan belnya. Menunggu seseorang di dalam sana membukakakan pintu itu untuk mereka.

Namun, tidak ada yang menyahut dari dalam. Giliran Jimin menekan belnya beberapa kali. Tak ada sahutan juga. Akhirnya Taehyung mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang yang tinggal dalam kamar apartemen di hadapan mereka ini. Tapi, tak ada jawaban dari seberang sana, hanya suara operator pada akhirnya yang menjawab.

"Apa yang terjadi dengannya?" Taehyung mengernyit memandang layar ponselnya.

"Apa dia sudah mati" Jimin menebak asal.

"Kau sudah gila?" Taehyung berdesis dengan pikiran Jimin itu.

Jimin kembali menekan bel itu beberapa kali. Akan sia-sia jika mereka harus kembali. Mereka berdua bahkan keluar dari sekolah sebelum waktunya pulang hanya ingin memastikan keadaan sahabat mereka itu. Beberapa kali mereka sudah mencoba menghubungi ponsel Jungkook. Memang ponsel pria itu aktif, tapi Jungkook sama sekali tidak menjawabnya atau sekedar memberikan pesan bahwa pria itu baik-baik saja. Hal ini membuat mereka menjadi khawatir. Karena ini pertama kali mereka menghadapi Jungkook yang terlihat aneh. Biasanya pria itu jika tidak hadir ke sekolah akan memberitahu alasan yang jelas pada mereka, tapi untuk hari ini tidak. Sehingga, membuat mereka pada akhirnya turun tangan menemui pria itu di apartemennya.

"Apa kita dobrak saja pintunya?" usul Taehyung.

Jimin mendelik. "Kau bodoh ya? Kau tidak lihat CCTV dimana-mana? Kita bisa di anggap pencuri"

Taehyung mengangkat kepalanya, mengedarkan ke seluruh sudut koridor apartemen itu. Benar juga, banyak CCTV di sudut-sudut. Jika mereka melakukan hal bodoh itu, mereka bisa-bisa berakhir di penjara juga.

"Lalu bagaimana?" tanya Taehyung lagi.

Jimin menggeleng dan mulai frustasi. Ia kembali menekan bel itu terus dan terus. Tapi sama sekali tidak ada sahutan dari dalam.

"Ah! Kita tanya saja dengan Somin noona" Taehyung tiba-tiba mendapatkan ide.

"Bagaimana jika Somin noona tidak tahu. Lalu dia ikut khawatir" ujar Jimin.

"Tapi siapa tahu Jungkook pergi ke busan menemui Somin noona"

Jimin terdiam memikirkan hal itu. "Coba saja"

Taehyung pun akhirnya mencari kontak nama kakak kandung Jungkook itu. Setelah dapat, segera ia menghubungi wanita cantik itu.

Jimin memperhatikan Taehyung yang mulai berbicara dengan seseorang di seberang sana. Keningnya berkerut menunggu pria itu selesai berbicara dan segera memberitahu segalanya dengannya.

Tak lama Taehyung menutup sambungan itu. "Bagaimana?" tanya Jimin.

Taehyung menghela nafas kasar. "Dia di dalam. Somin noona memberitahuku, untuk membantunya keluar dari apartemennya"

Jimin terkejut mendengarnya. Ternyata sedari tadi Jungkook di dalam. Tapi kenapa pria itu sama sekali tidak membukakan pintu untuk mereka. Apa mereka punya salah, sehingga pria itu enggan menatap wajah mereka.

"Memangnya ada apa dengannya?" tanya Jimin.

Taehyung menggeleng tak tahu. Ia kembali mengangkat tangannya dan menekan bel itu. "Ya! Jungkook-ah, buka pintunya!" serunya seraya mengetuk keras pintu itu beberapa kali.

Terdengar suara benda elektronik di bawah bel itu membuat kedua orang itu mengalihkan pandangan mereka ke arah benda itu.

"Pergilah, jangan mengangguku"

"YA! Ya! Buka pintunya!" Jimin membesarkan suaranya kearah benda persegi panjang itu.

"Tinggalkan aku, tolong"

Taehyung dan Jimin terdiam. Mendengar suara Jungkook yang kali ini terdengar lirih dan serak seperti habis menangis semalaman. Sepertinya pria itu sedang ada masalah. Sehingga mengurung diri. Tapi ini juga membuat mereka bingung, karena kali pertamanya Jungkook seperti ini. Biasanya jika pria itu punya masalah, pria itu akan mengajak mereka bersenang-senang di club dan segera melupakan masalah itu.

"Jungkook?" panggil Taehyung.

Sambungannya sudah terputus begitu saja. Kedua pria itu saling menoleh.

"Biarkan saja dulu dia sendirian" ujar Jimin, dan kemudian dengan berat hati melangkah pergi dari apartemen itu.

***
Hup!

Kaleng bir kosong itu berhasil masuk tepat ke dalam tong sampah itu. Jungkook beralih mengambil kaleng bir lainnya di meja itu. Meneguknya sampai habis, melupakan segala kepahitan yang singgah di kerongkongannya. Kedua kakinya yang menaik di meja itu, bergerak menggeser semua sampah kaleng bir kosong itu hingga jatuh berserakan. Punggungnya sudah merosot di sofa itu, menatap hampa televisi yang menyala dengan film komedi.

Terdengar desahakan kasar keluar dari mulutnya. Melirik sebentar layar ponselnya yang di dekat kakinya terus menyala menandakan panggilan terus masuk. Ia tampak tak peduli, matanya kembali tertuju kearah telivisi itu. Ia tahu siapa saja yang menghubunginya itu. Setelah Taehyung dan Jimin menghujati ponselnya dengan panggilan beruntun, kali ini pasti Kim Yerim mencoba menghubunginya. Sungguh malas dirinya sekarang berurusan dengan gadis manja itu. Ingatannya berputar saat kejadian saat dimana gadis itu menariknya keluar dari belakang gedung sekolah itu. Beraninya gadis itu mengancamnya dengan mencabut beasiswa wanita bermata bulat itu.

"Sialan!"

Jungkook kembali mengumpat dan menendang kaleng bir yang masih utuh dengan kakinya. Bayangan sekilas lagi mengenai wanita itu yang memilih pria lain darinya. Membuat pikirannya bertambah pusing.

***
Sudah dua hari. Jihyo merasa mulai khawatir dengan pria bermarga Jeon itu. Pria itu sama sekali tidak terlihat di matanya. Seperti di telan bumi. Beberapa kali pun ia terus menayai sahabat Jungkook itu yang tak lain Jimin dan Taehyung. Tapi yang ia dapati hanya gelengan tidak tahu. Ingin menghubungi pria itu, tapi ia sama sekali tidak mempunyai nomor Jungkook.

Jihyo mendesah kasar. Pandangannya tertuju pada sekumpulam Kim Yerim dan kedua sahabat gadis itu yang sedang duduk bersantai di cafeteria itu. Ia yang duduk sendirian tak jauh dari ketiga gadis itu, terdiam sejenak. Memikirkan, apa harus ia meminta nomor Jungkook pada Kim Yerim? Sedangkan ia sendiri juga takut melihat wajah gadis centil itu. Apalagi jika tujuannya meminta nomor kekasih gadis itu, apa yang terjadi dengan beasiswanya.

Sekali lagi ia mendesah kasar. Kenapa ia menjadi sefrustasi ini hanya karena ketidakhadiran seoarang Jeon Jungkook yang sudah 2 hari di sekolah. Kenapa tubuhnya yang menjadi lemas, sedangkan kekasih pria itu, terlihat biasa saja di sana, bahkan bisa tertawa lebar. Sedangkan dia yang tak memiliki hubungan apa-apa dengan Jungkook yang malah khawatir.

Ia jadi takut, Jungkook marah padanya karena ada kaitannya saat ia menyuruh pria itu pulang selang waktu itu saat dirinya memilih berjalan bersama Wonwoo. Sehingga pria itu tidak hadir di sekolah karena tak ingin melihat wajahnya.

"Aish..."

Jihyo mengacak rambutnya sendiri. Sepertinya ia akan gila. Karena pria bergigi kelinci itu telah berhasil membuatnya telalu dalam mencintai pria itu.

"Jihyo?"

Jihyo mengangkat kepalanya, melihat Wonwoo datang lalu duduk di kursi kosong di depannya. Melihat senyum tak bersalah itu, membuatnya membalas senyum itu.

"Kau sendiri? Dimana Eunbi dan Dahyun?" tanya Wonwoo seraya melepaskan kamera nikonnya dari lehernya.

"Mereka sedang berlatih drama, bukankah minggu depan akan tampil" jawab Jihyo.

Wonwoo mengangguk mengerti. Ia kembali melirik Jihyo yang kini memperhatikan ponsel. "Apa yang sedang kau lakukan?"

Jihyo kembali menatap Wonwoo. Ia menggeleng kecil. "Tidak ada. Aku hanya bosan. Tugas ku sudah selesai, kan? Aku hanya ingin istirahat saja"

Wonwoo kembali mengangguk. "Pulang sekolah ini, kau ingin berjalan bersama?" tawar pria itu tersenyum lebar.

Jihyo menggeleng beberapa kali. Hari ini ia tidak dalam suasana baik. Melihat gelengan itu membuat Wonwoo menjadi murung.

"Kenapa?"

"Aku sedang malas saja oppa" jawab Jihyo berusaha tenang seraya mengulum senyumnya.

Dahyun dan Eunbi yang sudah sampai di cafeteria itu menghentikan langkah mereka serentak melihat Jihyo sedang duduk bersama Wonwoo. Dahyun sudah berniat ingin berteriak memanggil kedua orang itu, tapi Eunbi langsung menarik tangan gadis itu keluar dari caferia.

"Ada apa?" tanya Dahyun bingung.

"Tiba-tiba perutku sakit. Temani aku ke kamar mandi" tarik Eunbi langsung.

Di tempat Jihyo tadi, Wonwoo terliha kecewa. Sudah dua kali ia mengajak Jihyo berjalan-jalan, tapi wanita itu selalu menolaknya. Ada apa dengan wanita itu, padahal kemarin Jihyo masih mau saja jika ia mengajak jalan bersama. Dua hari belakangan ini Jihyo juga terlihat berbeda untuknya.

"Kenapa kau terus menolak ajakanku, apa kau marah padaku?" akhirnya Wonwoo mengungkapkannya.

Jihyo sedikit terkejut dengan pernyataan Wonwoo tiba-tiba itu. Ia reflek menggeleng cepat. "Tidak oppa. Aku hanya malas saja"

"Kenapa kau malas? Kita akan menaiki mobilku"

Jihyo mengernyit. Jadi yang di pikirkan Wonwoo adalah dirinya malas untuk menaiki bus dan memilih ingin naik mobil mewah begitu? Apakah ia terlihat murahan di depan Wonwoo.

"Tidak oppa. Aku hanya malas. Ini bukan tentang kendaraan"

Perubahan wajah Jihyo itu membuat Wonwoo diam tak berkutik. Ia mengusap tengkuknya menyadari ia salah berucap.

"Maaf, bukan seperti itu maksudku" ujar Wonwoo bersalah menatap mata bulat itu dalam.

Jihyo menghela sebentar. Menarik kedua ujung bibirnya, mengangguk kecil.

Wonwoo bernafas lega. "Jika kau sudah tidak malas lagi, katakan padaku."

Jihyo kembali mengangguk sambil tersenyum kecil.

***
"Jeon Jihyo?"

Jihyo menoleh pada Eunbi, melihat gadis mancung itu sudah berdiri di dekatnya sambil menyandang tasnya.

"Kau langsung pulang?" tanya Eunbi.

Jihyo menganggukkan kepalanya lalu menyandang tasnya ke bahu.

"Wonwoo oppa tidak mengajakmu jalan?" tanya Eunbi lagi.

"Aku sedang malas. Aku duluan ya Eunbi"

Jihyo berjalan duluan meninggalkan kelas itu. Eunbi menoleh cepat saat merasakan sebuah tangan tersentak di bahunya.

"Ayo kencan"

Kim Taehyung menyengir lebar. Eunbi malah menghempas tangan itu memandang Taehyung aneh.

"Kau saja sendiri"

***
Jihyo menarik nafasnya panjang. Dengan tarikan nafas sekali lagi ia akhirnya menekan bel itu. Diam menunggunya, tapi tak ada sahutan sama sekali dari dalam. Keningnya jelas berkerut, beberapa kali ia menekan bel itu, tapi tak ada juga manusia yang tinggal di kamar apartemen depannya itu yang membukakan pintu untuknya.

"Siapapun, tolong pergilah"

Suara benda persegi panjang itu berbunyi menarik perhatian Jihyo. Wanita itu mendekat.

"Jungkook... ini aku Jihyo"

Tak ada sahutan dari sana. Jihyo kembali mengangkat tangannya berniat membunyikan bel itu kembali.

***
TBC...

Continue Reading

You'll Also Like

341K 15K 57
warning: 21+ sleep with friends Kekasih bayangan aku rubah menjadi sleep with friends...semoga suka... -BEANCA RUKMANA KEYLANA- Kisah persahabatan e...
1.8M 11.3K 48
⚠️WARNING!! n: sengaja di reupload karena sempat kena banned! Bara Winston seorang laki laki yang di cap cabul oleh seisi kampus nya dengan memanfaat...
28.9M 618K 22
🔴DILARANG KERAS PLAGIAT/JIPLAK DALAM BENTUK APAPUN kalo lo mau di hargain,hargain orang!🔴 ❗️original story by inigue18❗️ 🕊 "Truth or dare?" "Dare...
117K 9.8K 20
#139 in Short Story (12-05-2018) #65 in Short Story (13-05-2018) "Ya Tuhan andai hamba bisa punya pacar seganteng dan semanis Kak Suga..." Itu hanya...