Cinta

By iiaMlk

250K 26.5K 4K

Ada dua hal yang berjalan beriringan dengan cinta, yaitu kebahagiaan dan rasa sakit More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Cinta?
12
13
14
15
16
17
18
Semalam Di Bandung
Pesta Dadakan
22
23
Bahagia
Perpisahan
Kehidupan Baru
27
Rindu
Suka Duka Bersama
Panen Pertama
31
32
33
34
Untuk Ibu dan Bapak
35
36
37
38
39
Kehidupan Baru (2)
Bahagia (2)
Peri Kecil VeNal
43
Kebahagiaan VeNal
Malam Pertama VeNal (22+)
46
47
48
49
Keputusan akhir
Akhir Dari Semuanya?
Akhir Cerita

Cemburu

4.6K 524 35
By iiaMlk

Suara tawa terdengar keras memenuhi kantin Sekolah ini, itu berasal dari dua kakak beradik yang sedari tadi tidak berhenti melemparkan canda, khususnya Kinal, orang yang memang pada dasarnya sangat humoris.

Padangan bingung beberapa kali mereka dapatkan, karena sebelumnya mereka terkenal sebagai musuh yang sering bertengkar. Mungkin murid-murid itu merasa heran kenapa sekarang mereka bisa terlihat sangat akrab.

"Jadi kakek tua it---"

"Kinal!"

Kinal menggantungkan ceritanya ketika mendengar suara yang menyerukan namanya dengan keras. Ia mendongak ke arah suara dan langsung tersenyum ketika melihat siapa orang yang berjalan menghampirinya, dia Naomi. Satu-satunya teman yang ia miliki selain Shani.

"Duduk." Kinal menggeser sedikit posisi duduknya untuk memberi ruang pada Naomi yang ingin ikut bergabung. Tanpa sadar mata Veranda kini tengah menatapnya dengan sinis, khususnya pada Naomi.

"Vin, lo tar sore ada pertandingan anggar 'kan?" tanya Naomi santai sama sekali tidak memperdulikan tatapan Veranda meski ia sadar akan tatapan itu.

Viny mengangkat satu tangannya memberi jeda agar ia bisa mengunyah dulu bakso yang ada di dalam mulutnya. Setelah selesai, ia mengambil air mineral lalu di minum sedikit untuk melegakan tenggorokannya. "Iya kak," jawabnya sambil mendorong mangkok bakso yang sudah habis itu.

"Boleh ikut gak?" Naomi tersenyum pada Viny.

"Wah boleh banget kak, dateng aja biar rame." Viny tersenyum tipis kemudian mengambil sisa jus yang Kinal miliki dan meyeruputnya sampai habis.

"Yes!" Naomi bersorak gembira kemudian menatap Kinal yang duduk di sampingnya, "Aku bisikin sesuatu."

"Apa?" Kinal mencondongkan kepalanya tepat bagian telinga pada Naomi.

Belum apa-apa Naomi sudah tersenyum, ia segera mendekatkan wajahnya untuk membisikan sesuatu pada Kinal.

"Serius?!" pekik Kinal setelah info dari Naomi ia dapatkan, "Gilaaa." Kinal tertawa keras lalu merangkul bahu Naomi, "Ah, hebat banget. Selamet ya."

Naomi mengangguk seraya membalas rangkulan Kinal dengan pelukan erat dari samping, "Iyaa."

Tatapan Veranda semakin tajam, darah yang mengalir di tubuhnya tiba-tiba saja mendidih melihat Kinal yang tak kunjung melepaskan pelukannya, seakan tidak memperdulikan keberadaannnya di sini dan tentu saja statusnya.

Naomi menyempatkan diri untuk menatap Veranda dengan senyuman miringnya seakan tengah meledek entah apa alasannya. Habis sudah kesabaran gadis cantik itu, Veranda menggebrak meja lalu berdiri menatap tajam pada Naomi selama beberapa detik. Tak lama, ia mendelik pada Kinal kemudian berlalu pergi keluar dari kantin.

"Terus sekarang gimana?" tanya Kinal menundukan kepalanya untuk menatap Naomi.

"Tar aku ceritain ya." Naomi tersenyum, melepaskan pelukannya setelah dengan sengaja membuat Veranda marah. Sebenarnya ia tidak membenci Veranda, hanya saja ia merasa gemas melihat sikap cemburuan Veranda selama ini.

Shani menaikan sebelah alisnya bingung melihat Kinal yang malah memfokuskan diri pada Naomi, bukan mengejar Veranda. "Kak Kinal."

"Iya?" tanya Kinal tanpa menatap Shani. Ia masih tersenyum-senyum sediri memandangi wajah Naomi yang tampak sangat bahagia. "Kamu bahagia?"

Naomi mengangguk mantap dan kembali memeluk Kinal. Menyandarkan kepalanya dengan nyaman di dada Kinal. "Bahagia banget."

Kinal mengusap rambut Naomi lalu menatap Shani, "Ada apa?"

"Kak Ve," jawab Shani, "dia pergi."

"Oh, mungkin dia kebelet kali." Kinal memang tidak menyadari bahwa kekasihnya itu tidak suka melihat kedekatannya dengan Naomi. Pun tidak sadar bahwa sedari tadi Naomi berusaha memanas-manasi Veranda.

Mata Shani terbelalak tak menyangka Kinal bisa tak peka pada perasaan Veranda, "Lo-"

"-Aku anterin kamu ke kelas." Viny memotong ucapan Shani lalu berdiri dengan menggenggam tangannya. Tidak usah ditanya apa alasan ia menjauhkan Shani dari Kinal, tentu saja ia tidak ingin mereka berdua bertengkar. Melihat gelagat Shani, sepertinya Shani hendak marah pada Kinal barusan. Viny tidak menyalahkan Shani, karena sudah jelas siapa yang salah di sini.

"Aku belum selesei ngomong juga," gerutu Shani melepaskan genggaman Viny. "Kamu kenapa deh? Tumben mau nganterin aku."

"Gapapa." Viny menjawab dengan santai sambil melihat-lihat tulisan di mading sekilas.

"Kamu bisa gak dingin gak?"

"Kamu gak bisa ngubah sikap seseorang sesuai dengan apa yang kamu mau." Viny menatap Shani datar.

"Aku gak ngubah sikap kamu, itu cuma pertanyaan." Shani mendelik, mengalihkan pandangannya dari tatapan Viny. Namun tiba-tiba tubuhnya ditarik dan disandarkan di dinding. Shani menelan ludahnya, menatap wajah Viny yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Ia bahkan bisa merasakan embusan nafas Viny di wajahnya.

"Jadi kamu maunya apa?" Viny membelai lembut rambut panjang Shani yang tergerai indah lalu melepas kacamata Shani dan dilemparkan ke sembarang arah. Shani tidak bisa protes karena sibuk mengendalikan detak jantungnya yang berdentum hebat.

"Aku mau kaya kak Ve sama kak Kinal." Shani menatang Viny dengan tatapan menggodanya lalu mengalungkan sepasang tangan di leher Viny. Ia tersenyum miring melihat wajah gugup Viny. Gadis manis itu terjebak dalam tatapan penuh kuasa milik Shani.

Telunjuk Viny mengusap lembut dahi Shani kemudian turun perlahan ke pipinya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling lalu mengangkat sedikit dagu Shani menggunakan telunjuknya. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Shani yang kini sudah menutup mata.

"Kak Viny!"

Viny terlonjak kaget dan buru-buru menjauhkan dirinya dari Shani. Ia membalikan tubuhnya, memandangi seorang gadis cantik yang kini tengah berlari kecil ke arahnya. Sementara Shani, menatap sebal gadis yang sudah mengganggunya itu.

"Kenapa, Gre?" tanya Viny lembut. Tangan kanannya langsung digenggam dengan posisif oleh Shani. Viny hanya menatap Shani sekilas lalu kembali memusatkan perhatian pada Gracia.

"Kak, nanti sore aku ikut yaaa." Gracia tampak bersemangat meloncat-loncatkan tubuhnya.
"Lebay banget sih."

"Boleh banget, Gre. Bareng kak Naomi aja ya." Viny tersenyum penuh arti. Sedangkan Gracia malah tersipu malu.

"Lo ngapain sih ikut-ikutan? Cuma pertandingan anggar juga," ucap Shani untuk ke dua kalinya menganggu percakapan mereka berdua.

"Lo diem aja deh, nyebut huruf R aja belum lulus, ini malah sok-sokan ngajak ngomong." Gracia memutar bola matanya, "mending belajar dulu sana."

"Kok lo ngegas sih?!"

"Tuh 'kan siapa yang ngegas sekarang? Dasar cadel."

"Diem lo alis buram."

"Duluan ya Gre." Viny tersenyum manis kemudian menarik paksa tangan Shani menjauh dari Gracia, "Berantem mulu kamu."

"Bodo ah. Jadi gagal kan."

"Apanya?" Alis Viny terangkat tinggi.

"Ng-ngga. Kacamata aku ketinggalan. Bentar." Shani berlari untuk mengambil kacamata sekaligus menyembunyikan rasa gugupnya. Viny yang mengerti maksud Shani sebenarnya hanya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan.

***

Mata Viny menatap tajam pada lawan yang berada tepat dihadapannya. Pertandingan sebentar lagi akan dimulai, apapun yang hasilnya ia sudah siap bahkan jika ia harus menerima kekalahan. Sekilas ia melirik pada kursi penonton, di sana ada Shani, Gracia, Kinal, Veranda dan Naomi yang sedang berteriak keras menyemangatinya. Viny tersenyum kemudian membungkukan badan, mengucapkan terimakasih sekaligus janji untuk membawa piala dari pertandingan ini.

Suara bel terdengar, suasana yang sebelumnya riuh kini perlahan senyap ketika sabel Viny mulai menghunus ke arah lawan. Namun lawan langsung mundur, begitupun Viny. Serangan ke dua dilakukan oleh lawan, Viny dapat menghindar sedikit dan langsung mengayunkan sabel itu mengenai lawan. Suara bel kembali terdengar pertanda Viny sudah mendapatkan angka.

Viny kembali mengayunkan sabelnya tapi berhasil ditangkis dengan cepat oleh lawan. Viny berdecak kemudian mundur dua langkah, matanya mengawasi pergerakan lawan yang sepertinya ingin memberikan perlawanan. Benar saja, Viny langsung menangkis sabel yang terhuyung ke arahnya. Namun untuk serangan ke dua, Viny gagal menghindar hingga angka mereka sama.

"Ayooo Viny!!! Lo bisaaaa!!!" teriak Naomi keras.

"Lo bisa gak sih gak usah teriak-teriak?!" bentak Veranda sinis. Pasalnya Naomi berteriak tepat di telinga kanannya.

"Gue nyemangatin Viny kok." Naomi menatap Veranda tak kalah sinisnya, "Masalah buat lo? Gue bingung deh, kok lo sinis mulu sama gue?"

"Gak ada untungnya sinis sama orang lain." Veranda yang sebelumnya memandang ke depan kini ikut menatap Naomi. Ke dua mata itu kini saling pandang dengan tatapan sinis.

"Kok malah berantem sih? Kamu lagi, Ve. Kan Naomi cuma nyemangatin Viny." Kinal menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir dengan mereka berdua yang bisa-bisanya bertengkar di situasi seperti ini.

"Kamu bela dia?" Veranda mengalihkan pandangannya pada Kinal.

"Aku gak bela dia."

"Halah." Veranda mendelik tajam lalu membuang pandangannya ke depan dengan tangan dilipat di depan dada.

"Udah ah berisik," lerai Shani.

Bermenit-menit berlalu, Viny berhasil menang dari babak semi final. Namun sayangnya dibabak final Viny harus rela menerima kekalahan karena lawan yang terlalu tangguh juga kondisi fisiknya yang semakin lemah. Viny membuka penutup wajahnya lalu dijatuhkan ke bawah. Ia meremas wajahnya kasar sambil terus mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. Ia langsung menatap Kinal dari jauh.

Kinal tersenyum lebar melihat wajah kecewa Viny yang entah kenapa terlihat sangat menggemaskan. Bibir bawahnya mengerucut ke depan, poni yang baru saja dipotong tampak acak-acakan, bola matanya bergetar seperti hendak menangis. Kinal mengayunkan langkahnya mendekati Viny yang sekarang tertunduk lesu.

"Maaf," ucap Viny pelan kemudian memeluk Kinal.

"Udah gapapa." Kinal kembali tersenyum sambil mengusap lembut rambut Viny. Ini kekalahan pertama Viny dari puluhan lomba yang pernah diikuti. Tentu saja Viny merasa sangat kecewa. Namun tidak bagi Kinal, baginya kalah menang itu hal yang biasa.

"Nanti Mama kecewa." Viny menenggelamkan wajahnya di bahu Kinal ketika merasakan setitik air mata jatuh dari kelopak matanya.

"Kan, kaya anak kecil deh. Jangan nangis." Kinal menepuk-nepuk punggung Viny yang terasa keras karena bajunya. "Gapapa, Vin. Di rumah masih banyak piala karate sama olimpiade kamu, gak usah nangis cuma karna gagal dapetin satu piala. Malu sama Shani tuh di sana."

Viny menggeleng-gelengkan kepalanya kuat tanpa mengangkat wajahnya dari bahu Kinal. Sekarang Viny terlihat seperti anak kecil yang kalah dalam perlombaan hari kemerdekaan. Sementara Kinal tersenyum-senyum sendiri, sikap manja Viny yang sudah menghilang selama bertahun-tahun akhirnya kembali hanya karena kalah.

Kinal melepaskan pelukannya lalu menghapus air mata yang terurai dari pipi Viny. Ia menggeleng pelan sambil menepuk keras bahu Viny, "Cengeng ah. Aku masih bangga sama kamu."

"Kak Viny!"

Kinal mundur beberapa langkah mendengar teriakan itu. Detik berikutnya, Viny merasakan pelukan erat ditubuhnya. Kinal tersenyum tipis lalu membalikan badan, memandangi Shani yang tengah menatap tajam pada Gracia dan Viny. Sepertinya di sini bukan hanya ada pertandingan anggar, tapi pertandingan yang lainnya juga.

"Kak Viny hebat banget, aku bangga!" Gracia meloncat-loncatkan tubuhnya dalam pelukan Viny.

"Makasih, Gre." Viny tersenyum. Setidaknya ia masih bisa bahagia karena dukungan dari teman-temannya.

Veranda menahan tangan Naomi yang hendak menyusul ke arah Viny dan menariknya dengan satu gerakan hingga tubuh Naomi berputar ke arahnya, "Gue mau ngomong sesuatu."

"Gak usah kasar bisa gak sih?!" Naomi menepis kasar tangan Veranda. Tatapannya berubah tajam.

"Kinal punya gue jadi jangan berani ngedeketin dia sedikitpun."

Naomi tersenyum miring. Benar dugaannya, Veranda marah karena kejadian di kantin Sekolah siang tadi. Ia memang sengaja memanas-manasi Veranda hanya ingin tau seberapa besar Veranda jatuh cinta pada Kinal, selama ini Naomi mengetahui bahwa gadis dihadapannya ini adalah gadis angkuh yang mungkin tidak bisa merasakan cinta di hatinya.

"Itu bukan urusan lo." Naomi mengakhiri kalimatnya dengan senyuman sinis.

Veranda menarik paksa tangan Naomi lalu mencengkramnya erat, "Lo bakal berurusan sama gue!" bisiknya penuh penekanan kemudian mendorong tubuh Naomi dengan satu hentakan keras. Ia mendelik tajam sebelum akhirnya berjalan meninggalkannya.

"Lo ngapain meluk dia sih?!" Shani menarik kasar Gracia menjauh dari pelukan Viny.

"Dih, emang kenapa?" Gracia menatap Shani bingung, "Kak Viny udah kaya kakak gue sendiri kok."

"Halah, modus doang." Shani melepaskan genggamannya dengan satu hentakan.

"Gak usah kasar-kasar ya, Shan."

"Kok kamu bela dia sih? Dia itu cewek gatel yang kerjaannya nempel-nempel orang lain."

"Kalo Gre gatel, terus lo apa?" Naomi menggenggam tangan Gracia agar menjauh dari Shani, "bukannya selama ini lo ya yang sering deketin Viny? Dasar ya, kakak sama adek sama aja."

"Lo bilang adek gue gatel?!" Veranda menatap Naomi dengan tatapan yang jauh lebih tajam dari sebelumnya.

Kinal mengembuskan nafas kasar menyaksikan pertandingan kecil dihadapannya. Ia menggeleng-gelengkan kepala menatap Viny kemudian mengerjapkan matanya memberi isyarat agar pergi dari sini. Viny mengangguk dan langsung berjalan ke belakang untuk menunggu pengumuman selanjutnya dari panitia. Sementara Kinal memilih untuk kembali menuju kursi penonton.

***

Setelah menerima piagam juara ke 2, Viny dan teman-temannya mampir dulu ke restoran samping gedung pertandingan untuk mengisi perut. Tidak ada suara di sini, semua sibuk dengan makanannya. Terutama Shani, Veranda, Gracia dan Naomi yang masih menyimpan kekesalan karena pertengkaran selanjutnya.

"Kenapa gak dimakan?" tanya Naomi menatap Gracia yang duduk di sampingnya.

Gracia mengangkat dagunya menunjuk pada Shani yang sepertinya masih sangat kesal karena sedari tadi mencuri pandangan ke arahnya dengan tatapan sinis. Naomi menatap Shani kemudian menghela napas kasar.

"Kamu tersinggung?" Naomi menggenggam ke dua tangan Gracia, "Kamu ngerasa gatel gak sama Viny?"

Gracia menggeleng pelan dengan bibir bawah mengerucut ke depan, "Ngga, aku kan cuma nganggep kak Viny kakak aku sendiri. Kamu tau itu."

Viny yang mendengar percakapan itu jadi tak enak hati kemudian melirik pada Shani yang sedang fokus pada makanan dan bersikap biasa saja seakan tak pernah membuat masalah apapun.

"Aku juga dituduh hal yang sama kok," sindir Naomi melirik pada Veranda yang duduk tepat dihadapannya. "Sini."

Gracia memejamkan matanya saat melihat wajah Naomi mendekat. Tak lebih dari lima detik, sebuah kecupan singkat mendarat tepat di bibirnya. Veranda yang sedang minum jadi tersedak karena kaget, begitupun juga dengan Shani yang terbelalak tak percaya. Sementara Kinal dan Viny yang sudah tau hubungan mereka berdua hanya diam.

"Jadi gini ya, Nona Veranda dan Nona Shani yang hari ini gak berenti marah-marah, Gracia sama gue itu gak ada niat ngerebut mereka." Naomi berdiri dengan menggenggam tangan Gracia, "Kita makan di tempat lain aja daripada dituduh jadi PHO."

"Duluan ya kak Viny, kak Kinal." Gracia tersenyum pada mereka berdua kemudian melangkah pergi mengikuti Naomi.

Shani dan Veranda saling pandang kemudian menunduk ketika mendapati tatapan dari Viny dan Kinal.

"Liat 'kan?" Kinal menyimpan sendoknya lalu menatap Veranda, "kamu kenapa sih, Ve?"

"Ya emang aku salah kalo cemburu?" Veranda masih menunduk.

"Kamu gak nanya dulu kenapa Naomi meluk aku waktu di kantin. Kamu juga, Shan."

"Kalian kenapa gak cerita kalo mereka pacaran?" Shani malah balik bertanya, "Aku malu kan marah-marah sama Gracia."

"Aku juga malu sama Naomi."

Viny dan Kinal saling pandang kemudian tertawa keras melihat wajah kedua kakak adik itu yang tampak sangat kacau. Bisa-bisanya mereka cemburu pada orang yang sudah memiliki cintanya masing-masing.

"Kok malah ketawa sih nyebelin banget." Veranda memukul-mukul bahu Kinal, "Muka aku ditaro di mana kalo besok ketemu sama Naomi di Sekolah? Aak Kinaaal."

"Lagian cemburuan banget sih." Kinal masih tertawa tanpa menghindari pukulan Veranda yang entah kenapa semakin keras.

"Kamu sama Naomi sengaja 'kan manas-manisin aku?"

"Ngga ih. Malu mah malu aja gak usah fitnah orang." Kinal meleletkan lidahnya pada Veranda. Tawanya semakin keras melihat pipi kekasihnya mengembung karena malu.

***

"Kamu masih ngerasa gak enak?" Kinal tersenyum-senyum sendiri memandangi wajah cemberut Veranda dari samping.

Veranda mengembuskan napas keras lalu menangguk pelan, "Iya, aku udah ngancem Naomi lagi."

"Nanti minta maaf ya." Kinal merangkul bahu Veranda kemudian menarik tubuhnya agar bersandar di dadanya, "Lagian cemburuan kamu over banget deh."

"Aku salah emang kalo cemburu?" Veranda mengangkat sedikit wajahnya untuk menatap Kinal yang terlihat sedang berpikir.

"Cemburu itu bukan sebuah kesalahan tapi cara kamu menanggapi kecemburuan kamu sendiri, itu yang salah. Kamu bisa ngomong baik-baik sama aku, gak perlu seekstrim itu sampe marahin dia di tempat umum." Kinal mengusap lembut rambut Veranda yang sengaja digerai, "Jadi tadi pagi Naomi peluk aku karna dia seneng cintanya diterima sama Gre."

"Maafin aku." Veranda mengerucutkan bibir bawahnya.

"Besok minta maaf sama Naomi ya?"

"Iya, Nal."

Tiba-tiba obrolan mereka terputus ketika mendengar sebuah teriakan keras dari luar kamar Kinal.

"Kamu kenapa ngambek terus sih?!"

"Aku mau istirahat, kamu bisa pulang."

"Itu Shani teriak-teriak gitu ngapain deh?" Kinal melepaskan rangkulannya kemudian berdiri, menyiapkan langkahnya untuk keluar dari kamar.

"Eh ngapain?" tanya Veranda bingung.

"Ngintip mereka." Kinal terkekeh pelan, "Ikut gak?"

"Mauuu." Veranda buru-buru bergerak menyusul langkah Kinal yang sudah lebih dulu keluar dari kamar.

"Sikap kamu selalu kekanak-kanakan. Cemburu gak tau tempat. Lagian-"

"-Lagian aku bukan siapa-siapa kamu jadi gak berhak cemburu?" Shani memotong ucapan Viny dengan cepat.

Viny menggeleng pelan sambil memijat kepalanya yang sedikit berdenyut. Ia bersandar di dinding ruang keluarga, mengatur nafasnya yang sedikit tersenggal karena menahan kekesalan yang tak mungkin ia lampiaskan pada Shani. Jika ia melakukannya, tentu hati Shani akan terluka. Sudah cukup selama ini Viny menyakiti Shani karena keraguannya sendiri.

"Kamu bisa gak sih sedikit aja ngertiin perasaan aku? Kamu gak tau apa-apa soalnya kamu gak pernah ngerasain apa yang aku rasain!" Shani semakin meninggikan nada suaranya karena sudah terlalu kesal dengan sikap Viny yang mendiamkannya sejak tadi siang. Dan itu hanya karena Gracia.

Viny yang sebelumnya menunduk jadi mengangkat kepalanya untuk menatap Shani, "Perasaan apa yang kamu maksud?" tanyanya sambil menegakan punggung dari dinding lalu berjalan dua langkah, mengikis jaraknya dengan Shani. Sorot matanya memang tidak tajam, tapi sangat dalam dan mampu membuat tubuh Shani membeku selama beberapa detik. "Perasaan apa yang kamu punya sedangkan aku gak punya?" Viny menarik pergelangan tangan Shani saat Shani berusaha mundur menjauhinya.

"Cinta." Shani melepaskan tangan Viny, menatapnya dengan tatapan yang tak kalah dalam. Tatapan itu kini kembali menuntut Viny untuk mengungkapkan sesuatu yang ada di dalam hatinya. "Kalo kamu gak bisa cinta sama aku, bilang. Jangan bikin aku jadi orang bodoh yang sering ngerasa takut tiap kamu dideketin orang lain sementara aku sendiri gak akan pernah bisa milikin kamu."

Jantung Viny berdetak cepat melihat genangan air di pelupuk mata Shani. Viny mengantup matanya selama beberapa detik kemudian membukanya perlahan. Ia menangkupkan sepasang tangannya di pipi Shani sambil menarik napasnya sejenak berusaha menata keberaniannya yang selama ini sudah berusaha ia kumpulkan.

"Maaf kalo kamu ngerasa digantungin sama aku."

"Aku gak butuh maaf kamu," ucap Shani sedikit dingin. Namun detik berikutnya, tubuh Shani menegang ketika melihat Viny mendekatkan wajah ke arahnya.

Viny mencium lembut dahi Shani dalam tempo lama, meresapi desir aliran darahnya yang bermuara pada detak jantungnya. Sepasang tangannya masih ia simpan di pipi Shani. "Kadang cinta membuat kita lebih takut patah hati daripada mati." Viny melepaskan ciumannya itu tapi masih tidak menjauhkan wajahnya.

"Sebuah kebodohan jika kita berani mencintai tanpa berani sakit hati. Dalam kehidupan aja, kebahagiaan gak pernah selalu bisa kita genggam, kita pasti akan bertemu pada titik di mana kita sakit, kita sedih, kita menderita. Apalagi cinta 'kan?"

Viny mengangguk membenarkan ucapan Shani, "Tapi kamu salah kalo kamu bilang aku gak punya perasaan apapun sama kamu."

"Ma-maksudnya?"

"Aku cinta kamu, Shan." Sedetik setelah kalimat itu lolos dari lidah Viny yang sebelumnya kaku, sebuah pelukan hangat langsung merengkuh tubuhnya. Viny menghela napas lalu membalas pelukan Shani dengan sangat erat. Beberapa kali ia mengecup bahu Shani yang tertutup oleh baju tanpa meregangkan pelukannya.

TBC

Masih ada yang baca gaak? wkwk

Maaf yaa update-nya telat soalnya sibuk bgt nich. Dari jam 7 pagi smpe 7 malem kerja trus jam 8 smpe jam 12 mlm nonton Mahabharata sama Jodha Akbar jd gak smpet nulis gitu.

Continue Reading

You'll Also Like

58.7K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa๐Ÿ˜ธ (GirlxFuta)๐Ÿ”ž+++
44K 5.3K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
200K 16.7K 86
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
57.1K 8.4K 20
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...