31

4K 516 90
                                    

"Ve, minta tolong boleh gak?" tanya Kinal yang sedang duduk selonjor di atas karpet. Setelah pulang dari kebun jam enam lebih tadi, Kinal langsung mandi dan bersandar lemas di dinding. Tulangnya terasa remuk karena mencangkul seharian.

"Apa?" Veranda masih disibukan dengan ponsel baru miliknya. Sesekali ia tertawa menonton video lucu di youtube. Sementara semua akun sosial medianya tak ada yang ia bukan satupun, ia takut seseorang akan tau keberadaannya di sini karena tangan Veranda pasti gatal ingin memperbaharui profil dan yang lainnya.

"Pijitin kaki aku, sakit banget."

"Ah, Kinal. Aku lagi seru nonton juga," ucap Veranda tanpa menatap Kinal. "Di kamar ada kayu putih tuh, pijit sendiri aja."

Kinal mengangguk pelan, "Ya udah iyaa," jawabnya sambil berusaha berdiri dari duduknya. Kinal melangkah dengan sangat pelan, sesekali ia meringis merasakan kakinya yang bergetar hebat dan sangat sakit.

Kinal meraih kayu putih di atas meja kemudian menghempaskan tubuhnya di kasur. Ia mengoleskan minyak kayu putih ke seluruh kakinya kemudian dipijat sedikit keras. Namun gerakan tangannya itu terhenti ketika merasakan perih di telepak tangannya. Kinal membalikan punggung tangannya lalu menghela napas lelah, ternyata tangannya itu lecet karena ia lupa menggunakan sarung tangan saat menyangkul tadi.

Kinal mengangkat kepalanya memandangi Veranda yang masih tertawa di luar, "Veranda."

"Apalagi sih, Nal?" Veranda menatap Kinal sedikit kesal, "udah ada 'kan kayu putihnya?"

"Aku belum makan." Kinal terkekeh pelan, "masak gak? Tolong ambilin dong."

"Ck." Veranda berdecak kesal lalu menyimpan ponselnya. Ia berjalan dengan menghentak-hentakan kakinya ke arah dapur.

Kinal mengembuskan napas lelah melihat sikap Veranda, ia merasa tidak enak harus merepotkan Veranda. Namun kakinya sangat sakit, pun dengan tangan dan seluruh tulang di tubuhnya yang terasa pegal. Kinal tidak kuat jika harus mengambil nasi itu sendiri, untuk ke kamar saja ia harus melangkah tertatih.

Kinal meraih ponselnya yang ia simpan di bawah bantal lalu mencari nomor Heri. Setelah menemukan, ia menghubungkan panggilan kemudian menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Mang, besok gak kerja dulu gapapa ya?"

"Pasti kamu kecapean ya?"

"Hmm gapapa 'kan? Mang Heri tolong cariin pekerja buat ngurusin kebun aku ya, nanti biar aku yang bayar."

"Iya, Nal. Itu biar saya yang atur."

"Makasih, Mang." Kinal mematikan sambungannya lalu menyimpan ponsel itu di meja. Ia tersenyum melihat Veranda yang sudah duduk dihadapannya dengan membawa satu piring nasi berisi sayur.

"Kamu mentang-mentang udah punya banyak uang jadi males kerja."

"Iya maaf, aku cuma pengen istirahat." Kinal mengerjap berusaha meredakan kepalanya yang berdenyut. "Suapin, Ve."

"Aku capek, Nal. Pulang Sekolah, bersih-bersih rumah terus nyuci baju. Sekarang harus ngelayanin kamu. Aku pacar atau pembantu kamu sih?"

"Tapi tangan ak-" Kinal menghentikan kalimatnya melihat wajah Veranda yang tampak sangat kesal, tatapannya pun tak selembut biasanya. Kinal tersenyum lalu mengambil nasi itu, "Ya udah aku makan sendiri. Maaf ya aku ngerepotin kamu terus." Kinal menyimpan piring itu di pangkuannya, "besok biar aku yang beres-beres rumah, terus lain kali baju aku gak usah di cuci, aku aja yang nyuci sendiri. Maaf ya sekali lagi."

"Motor aku yang bawa besok. Kamu jemput telat mulu." Veranda langsung keluar dari kamar dan duduk di atas karpetnya untuk kembali menonton video yang sempat terhenti tadi. Untung saja Kinal membeli banyak kuota untuknya, jadi ia tidak harus cemas memikirkan kuota yang pastinya akan tersedot habis.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang