33

3.9K 513 64
                                    

Setelah hampir lima menit lebih Shani memeluk Viny, ia melepaskan pelukannya kemudian menghadiahkan satu tamparan keras yang mendarat tepat di pipi kanan Viny. Kedua tangan Shani mencengkram erat kerah piyama tidur kekasihnya itu. Dengan tenaga penuh, Shani mendorong tubuh Viny ke arah pintu jati yang menjulang tinggi.

"Aku bakal kasih hukuman karna kamu udah ninggalin aku selama ini!" bentak Shani memecah keheningan yang sebelumnya hanya dipenuhi oleh ceriap burung malam dan suara samar dari perairan di belakang rumah Viny.

Bulir-bulir air mata jatuh di mata Viny saat bola matanya menangkap wajah cantik Shani yang terlihat sedang marah. Ditengah tangisannya, Viny tersenyum bahagia karena setelah berpisah selama beberapa bulan akhirnya ia bisa kembali menatap wajah cantik itu, hanya lewat dua bola mata pekat itu Viny menemukan sumber ketenangan dan kenyamannya. Kebahagiaannya terlalu besar sampai ia tak memperdulikan emosi Shani yang berapi-api, sekalipun api itu membakar habis raganya, ia akan tetap merasa bahagia karena berakhir di samping orang yang sangat ia cintai ini.

"Kenapa senyum-senyum?" Shani memindahkan sepasang tangannya untuk mencekik leher Viny tanpa tenaga sedikitpun, "kenapa harus aku yang nyamperin kamu?! Kenapa aku yang harus berjuang?! Sementara kamu langsung nyerah dan pergi! Kamu tega ninggalin aku padahal waktu itu aku lagi pingsan!!" Shani menarik tubuh Viny kemudian membantingkannya di pintu, ia bisa mendengar ringisan pelan dari bibir Viny karena bantingan kecil di kepalanya. Namun Shani sama sekali tak peduli, ia harus menghukum gadis manis kurang ajar ini.

Viny mencium lembut dahi Shani kemudian menggenggam kedua pergelangan tangan Shani yang berada di lehernya, "Aku gak bisa ngungkapin kebahagiaan aku ngeliat kamu di sini. Ini kaya mimpi, Shan. Aku bahagia." Lagi, air mata Viny menetes karena tak kuasa menahan rasa bahagia dan harunya.

"Kamu jahat!" Shani menarik tangannya lalu melayangkan kembali pada Viny. Telepak tangannya bergetar tepat di samping pipi Viny. Untuk beberapa detik, ia memandangi wajah Viny yang kini sudah kembali menutup mata seakan menerima apapun yang akan ia berikan. Shani mengurungkan niatnya kemudian memeluk erat leher Viny. "Aku kangen kamu!!!" Shani memukul keras bahu Viny, air matanya jatuh lebih deras lagi.

"Aku juga, Shan." Viny merangkul pinggang Shani dengan erat dan menenggelamkan wajahnya di leher jenjang Shani yang tertutup rambut. Matanya terpejam menghirup harum tubuh Shani yang sudah lama tak ia rasakan. Bibirnya mendaratkan beberapa kecupan di sana.

"Ada banyak hal yang harus aku ceritain tapi waktu kita mepet." Shani melepaskan pelukannya kemudian menatap Viny lekat-lekat. Sepasang tangannya menggenggam erat tangan Viny. "Mama Marissa gimana? Aku takut diusir kalo dia tau aku di sini, lebih parah lagi Mama ngajak kamu pergi lagi. Aku gak mau."

"Kamu ke sini sendiri?" Viny melepaskan satu genggaman untuk mengusap lembut air mata Shani yang terurai dikedua pipinya. Ia menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Shani ke belakang telinganya.

"Aku sama Boy." Shani menggigit bibir bawahnya memperhatikan garis wajah Viny yang bingung, tatapannya seolah menanyakan siapa pemuda yang ia maksud. "Dia temen aku di Wina."

Tanpa bertanya lagi, Viny mengangguk paham kemudian mendekatkan wajahnya tepat di telinga Shani, membisikan rencana kecil untuk ke depannya yang mungkin saja akan menepis semua kecurigaan Marissa. Viny mengakhiri bisikannya dengan kecupan singkat di telinga Shani.

"Ok, kayanya aku udah lama gak disentuh." Shani tersenyum miring dengan tatapan menggodanya. Meskipun tampak menyebalkan di mata Viny, tapi Viny sangat merindukan tatapan itu.

"Aku masuk ya." Viny mencium lembut bibir Shani lalu masuk ke dalam rumah. Ia memberikan senyuman termanisnya pada Shani sebelum akhirnya menutup pintu rumahnya.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang