15

4.4K 485 23
                                    


"Aku cinta kamu."

Viny terdiam beberapa detik mendengar ucapan Shani yang terlontar begitu saja dari mulutnya. Ia menggeleng pelan kemudian membuka selembar novel yang ia genggam dan melanjutkan membaca tanpa menjawab ucapan Shani. Jantungnya berpacu sangat cepat saat ini entah apa alasannya.

"Kak, kamu denger gak?" tanya Shani menggigit bibir bawahnya merasa sangat pesimis dengan jawaban Viny yang mungkin saja akan menolak perasaannya. "Aku cinta kamu, kak."

Sementara Viny masih diam berkutat dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Pandangannya memang sedang terfokus pada novel tapi perhatiannya terbagi dua. Ia tidak bisa menerima Shani tapi ada sesuatu di hati yang membuatnya sulit untuk melontarkan penolakan. Sesuatu yang ia sendiri tidak memahami apa artinya.

"Mau jadi pacar aku? Aku cinta sama kakak," ucap Shani sekali lagi dengan pelan nyaris berbisik. Ia mengalihkan pandangannya dari wajah samping Viny kemudian menunduk tidak tau apa yang harus ia ucapkan lagi karena suasana berubah menjadi canggung.

Viny melepas kacamata kemudian menyimpannya di atas novel yang sebelumnya sudah ia letakan di meja. Viny memiringkan posisi tubuhnya menghadap Shani yang masih menunduk, terlihat sangat gugup. Ia mengangkat dagu Shani agar menatap ke arahnya lalu menangkupkan sepasang tangannya di pipi Shani.

Shani tenggelam dalam tatapan teduh Viny yang selalu mampu membuat kehangatan meresap ke dalam dada. Sampai detik ini, hatinya berharap Viny memiliki perasaan yang sama atau setidaknya Viny mau menerima perasaannya. Namun semua harapannya itu langsung menghilang saat melihat Viny menggeleng pelan, memberi jawaban sekaligus penolakan untuknya.

"Maaf ya?" Viny mengusap lembut pipi Shani.

"Gapapa," Shani tersenyum muram dan kembali menunduk berusaha menyembunyikan rasa sakit di dadanya yang mungkin saja akan terlihat lewat kedua bola matanya yang sudah berkaca-kaca. Shani sekarang merasakan betapa sakitnya cinta searah.

Viny mengembuskan napas berat kemudian menarik tubuh Shani ke dalam pelukannya. Bersamaan dengan itu, setetes air mata mengalir di ujung mata Shani. Shani ikut menarik napas dalam berusaha meredakan rasa sesak itu lalu membalas pelukan Viny tak kalah eratnya. Seolah ia sedang mencari obat dari rasa sakitnya lewat dekapan hangat ini.

"Kasih aku waktu, Shan," bisik Viny lembut

Shani hanya diam tidak berniat menjawab ucapan Viny yang mungkin akan membuat rasa sakitnya bertambah. Biarlah seperti ini, ia yakin pelukan hangat Viny mampu mengangkat rasa sakitnya dengan perlahan.

***

Fajar saat ini sudah menyingsing di pangkuan cakrawala. Cahayanya melesak masuk ke celah-celah jendela, menghangatkan setiap sudut kamar yang dingin. Sementara itu, Veranda yang baru saja terbangun menggeliat pelan dan reflek membalikan tubuhnya menghadap pada Kinal yang masih tertidur dengan nyenyak. Sama seperti Viny, Kinal terlihat menggemaskan jika sedang tidur seperti ini.

Veranda masih tak menyangka, hati yang sebelumnya ia tutup rapat-rapat kini bisa terisi penuh oleh seorang gadis yang bahkan sebelumnya sangat ia benci. Entah bagaimana cara Kinal mengubah rasa benci menjadi cinta dengan secepat itu. Yang jelas Veranda menikmati getaran lembut di dada ketika tangan mulus Kinal menyentuhnya, Veranda menyukai sungging senyum Kinal dan mencintai tatapan lembut Kinal yang terkadang sulit membuatnya berpaling ke arah lain.

Jari tangan Veranda membelai pipi Kinal lalu naik menjelajahi dahinya yang sedikit tertutupi oleh poni. Veranda terkekeh pelan melihat Kinal menggeliat karena merasa terusik. Jari tangan Veranda masih tak berhenti menyelusuri setiap sudut wajah Kinal hingga berakhir di bibir keritingnya.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang