Bahagia

3.6K 427 22
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi saat Shani terbangun dari tidurnya. Shani mengusap kelopak matanya sekilas berusaha menyeimbangkan cahaya matahari masuk ke mata sebelum matanya itu benar-benar terbuka penuh. Senyumannya mengembang saat pandangannya tertuju pada Viny. Gadis manis itu, tengah duduk memperlihatkan senyuman terbaiknya pada bidadari yang baru saja terbangun dari lelapnya.

"Oke tuan putri, sekarang saatnya kita bang-" Viny yang hendak turun dari kasur jadi menoleh ketika merasakan tarikan Shani cukup kuat sampai membuat tubuhnya terhuyung hampir saja menimpa tubuh Shani. Ludah Viny tertelan, menatap wajah Shani yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Detik berikutnya Viny mengerjap kemudian mundur sedikit dan memperlihatkan senyuman kakunya untuk menunjukan kegugupan yang sebenarnya tidak bisa ia sembunyikan dari Shani. Shani tau jelas itu.

"Kamu jadi orang yang terakhir kali aku liat sebelum tidur dan orang yang pertama kali aku liat saat aku terbangun," Shani tersenyum sambil bersekap dada, "bisa tiap hari gini?"

"Ya, mungkin aja." Viny mengangkat bahunya tak acuh lalu bangkit dari duduknya. Ia meraih handuk yang tergantung di paku dan mengalungkannya asal di leher.

"Mandi bareng, kak?" tanya Shani dengan tatapan menggoda saat kedua mata Viny kembali menatap ke arahnya. Shani menyibakan rambutnya ke belakang menggunakan telepak tangannya. Satu persatu helaian rambutnya itu kembali mengisi kekosongan di samping telinganya. Shani memicingkan mata lalu memutar bola matanya menujuk bawahan Viny.

Viny menahan nafas sejenak melihat Shani berjalan menghampirinya masih dengan tatapan yang sarat akan godaan. Viny terus mundur sampai akhirnya bersandar di jendela. Namun saat tangan Shani menyentuh bahunya, Viny langsung lari terbirit-birit masuk ke kamar mandi. Tawa Shani menggema, memecah ruangan yang sebelumnya sepi ini.

"Apa yang bikin kamu ngotot pengen masak nasi goreng pagi ini?" tanya Veranda masih sibuk memandangi pergerakan tangan Kinal yang begitu cekatan meracik nasi goreng. Sementara Veranda tengah nyaman menyandarkan dagunya di bahu tegap Kinal dengan sepasang tangan yang melingkar di perutnya.

"Emang gak boleh?" Kinal mendongakan sedikit kepalanya ke belakang untuk menatap Veranda. Ia tersenyum sambil mencolek hidung Veranda dengan hidung mancungnya.

Veranda memajukan sedikit wajahnya berniat untuk menautkan bibirnya pada bibir Kinal. Namun ia kalah cepat dengan Kinal yang segera memalingkan wajahnya pada nasi goreng itu. Veranda menggeram kesal kemudian menggigit daun telinga Kinal pelan.

"Jangan nakal ya." Kinal menepuk keras tangan Veranda di perutnya sampai tangan itu terlepas dari sana. Kinal bergedik geli kemudian mengelap telinganya yang basah menggunakan baju bagian bahunya. "Eerr, geli banget." Sekali lagi tubuh Kinal bergedik geli.

"Halah gelian." Veranda menggerutu tidak jelas sambil memutar langkahnya untuk bersandar di meja. Ia mengambil segelas susu lalu diteguk sampai habis. Veranda terdiam, memikirkan sesuatu yang semalam penuh membayangi pikirannya.

"Mama Marissa kenapa, Nal?"

Kinal mematikan kompor kemudian berbalik menatap wajah serius Veranda yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Kinal juga sebenarnya khawatir akan itu tapi saat bertanya, Marissa hanya tersenyum tanpa mengatakan apa alasannya bersedih.

"Wih pagi-pagi udah tegang aja." Shani tiba-tiba muncul kemudian merampas gelas susu milik Veranda dan meminumnya sampai habis. Ia tersenyum lebar sambil mencium pipi kakaknya itu, "Aku seneng deh."

"Ah, gak nanya gak nanya," jawab Veranda sambil mengambil beberapa piring di lemari tanpa memperdulikan adiknya itu yang sepertinya ingin menceritakan sesuatu. Veranda sudah bisa menebak ini pasti ada hubungannya dengan Viny, karena akhir-akhir ini memang Viny yang selalu menjadi alasan dari kebahagiaan Shani.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang