43

3.8K 487 85
                                    

"Gio, aku pul-" Viny menggantungkan kalimatnya saat melihat Marissa duduk di ruang keluarga dengan pandangan lurus pada layar televisi.

Viny menelan ludahnya sambil berjalan mendekati Marissa yang perlahan menggusur pandangan ke arahnya. Sudah dua hari ini ia memang tidak pulang ke rumah Gio karena terlalu betah menginap di rumah Shani. Sialnya, ia lupa mengabari Marissa yang tentu saja akan cemas dengan keberadaannya.

"Ma-"

"-Beresin semua baju kamu, Mama udah pilihin Universitas buat kamu di London."

"London?!" pekik Viny sangat terkejut dengan keputusan mendadak ini. "Aku gak mau, aku mau di sini sama Gio."

"Sama Shani maksud kamu?!" Untuk pertama kalinya Marissa membentak Viny. Ia melemparkan beberapa foto yang ia ambil dari kamera CCTV di rumahnya saat Viny berciuman dengan Shani. "Kamu udah berani bohong sama Ibu kamu sendiri?! Kamu mau jadi anak pembangkang kaya kakak kamu?!" Teriakan Marissa menggema ke setiap sudut rumah megah ini. Matanya nyalang, menatap tajam putri bungsunya yang saat ini sedang menunduk melihat foto itu.

Viny menghela napas berat lalu menggenggam erat foto itu, "Maafin aku," ucapnya pelan. Mata Viny langsung terpejam ketika merasakan satu tamparan keras dari Marissa.

"Kamu mau nyiksa batin Mama?!" Marissa benar-benar tidak bisa menahan emosinya lagi melihat ini. "Apa didikan Mama salah sampe dua putri Mama kaya gini?!"

"Ada apa, Mam?" Tiba-tiba Gio datang mendengar teriakan Marissa. Ia langsung menarik tubuh Viny ke dalam dekapannya ketika Marissa hendak memberikan tamparan kedua untuk adiknya ini. Gio menggeleng pelan, "Ngga, bukan kaya gini cara nyelesein masalah."

"Anak pembangkang kaya dia gak bisa dikasih peringatan lembut!!"

"Kamu bikin salah apa?" tanya Gio menunduk, menatap Viny yang masih berada dalam dekapannya. Namun Viny hanya diam, memeluk erat pinggangnya karena takut pada amarah Marissa. Gio kembali menatap Marissa lalu memicingkan matanya melihat Tante yang sudah ia anggap Ibu itu kini menangis. "Sebenernya ada masalah apa?"

Tidak ada jawaban. Pandangan Gio tak sengaja menangkap beberapa foto yang tergeletak di lantai. Matanya terbelalak melihat Viny berciuman dengan seorang perempuan yang sangat cantik di sana. Pemandangan itu seakan menjawab semua pertanyaan yang selama ini tertata rapi dalam pikirannya; tentang perpindahan Marissa dan Viny secara tiba-tiba serta hilangnya Kinal.

"Apa Kinal jug-"

"-Iya!" sela Marissa di tengah tangisannya. "Dia pergi ninggalin Mama dengan perempuan yang dia cintai! Mama pikir Viny bisa berubah dan ngikutin jejak kakaknya, tapi Mama salah! Mama gagal didik mereka berdua!" Marissa terduduk di sofa karena tenaganya yang perlahan terkikis oleh amarahnya sendiri. Deru nafasnya tak beraturan, cairan mengalir deras dari matanya.

Gio melepaskan pelukannya kemudian menangkupkan sepasang tangan di pipi Viny. Ibu jarinya bergerak, mengusap lembut air mata yang sudah menganak sungai di kedua pipi Viny. "Tinggalin dia."

Viny menggeleng kuat kemudian menepis tangan Gio di pipinya seraya mundur dua langkah, "Aku gak bisa."

"Tinggalin dia." Gio menatap Viny tegas.

"Aku gak mau!!" Viny menjerit keras. "Aku gak bisa ninggalin dia!!"

"Tinggalin dia kalo kamu masih sayang sama Mama!!!" Gio berteriak lebih keras lagi dengan tatapan yang sangat tajam.

"Argh! Aku benci kamu!" Viny mendorong keras dada Gio kemudian berlari cepat keluar rumah.

Sayap malam menepis cahaya jingga yang belum lama terbentang di cakrawala. Angin kencang memetik nada pada daun-daun hingga menghasilkan bunyi riuh yang cukup keras meski tak memekakan telinga. Sementara itu, Viny melangkah lemas, disiluetkan tempias pendar lampu jalan yang menemaninya malam ini.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang