39

3.7K 465 41
                                    

"Nal, ini bra kamu sama aku ketuker gak ya?" tanya Veranda yang sedang melihat jemuran baju. Untuk pertama kalinya, tugas mencuci dan menjemur diambil alih oleh Kinal.

"Gak kok, dada kamu 'kan lebih besar jadi gampang tar misahinnya," jawab Kinal tanpa mengalihkan pandangan pada laptop yang ia simpan dipangkuannya. Kinal sedang melihat-lihat Universitas di Garut yang mungkin saja akan cocok dengan Veranda.

"Kamu juga besar ya."

"Bisa gak ngomongin dada gak?"

"Oke." Veranda terkekeh pelan sambil terus melihat ke arah jemuran itu. Biasanya ia selalu memisahkan baju dalamannya dengan milik Kinal tetapi Kinal menyatukannya. Veranda hanya takut tertukar karena ada beberapa model yang sama. "Ini kalo celana dalem, baunya bau terasi berarti punya kamu ya?"

"Verandaaaa!!" Kinal melemparkan sendal jepitnya pada Veranda. Sementara Veranda hanya tertawa keras melihat wajah kesal Kinal. Selalu ada kebahagiaan tersendiri jika sedang menggoda kekasihnya ini.

"Wih ada apa nih?!" pekik Veranda melihat mobil kolbak berhenti tepat di depan rumahnya. Matanya memicing melihat ada mesin cuci, kulkas, kompor baru dan juga satu sofa.

Kinal mengangkat kepalanya dan tersentak kaget melihat itu. Ia buru-buru menutup laptopnya kemudian berjalan menuju pelataran rumah. "Kamu abisin uang di ATM aku??!!" tanyanya setengah berteriak. Bukan membentak, Kinal hanya terkejut. Jika iya, Kinal tidak tau lagi harus mendapatkan uang dari mana untuk biaya kuliah Veranda.

"Ih, ngga kok." Veranda berjalan menghampiri seorang lelaki yang turun dari mobil dengan membawa selembar kertas di tangannya.

"Ini rumah Mbak Kinal sama Mbak Veranda?" tanya lelaki itu untuk memastikan bahwa ia tidak salah alamat.

"Iya, ini dari siapa ya? Kita gak pesen barang ini dan kalo nawarin, kita juga gak akan beli soalnya gak ada uang, ada sih tapi buat keperluan lain." Kinal menjawab dan membubuhi sedikit curhatan di dalamnya.

"Ini kemarin di Garut Kota, Mbak yang namanya Viny beli ini semua katanya minta dikirimin ke sini."

"Viny?" Kinal mengalihkan pandangannya pada mobil itu lalu tersenyum lebar. Viny benar-benar sangat memperdulikan kenyamanannya di rumah ini, padahal tanpa barang-barang itupun, Kinal sudah merasa cukup nyaman dan sangat betah tinggal di sini.

"Ah, baiknya!!" sorak Veranda bahagia melihat barang yang Viny kirimkan. Viny cukup memahami dengan memberikan ini secara diam-diam karena jika meminta izin terlebih dahulu, Kinal tentu akan langsung menolaknya dengan alasan tak enak. Veranda menghela napas lega melihat mesin cuci, barang satu-satunya yang ia inginkan tetapi tidak berani ia pinta pada Kinal.

"Makasih, Mas." Veranda tersenyum manis pada lelaki itu. "Tolong diturunin, Mas."

"Seneng banget." Kinal mencubit gemas pipi Veranda yang masih tersenyum dengan manisnya.

"Iya, aku seneng." Veranda melebarkan senyumannya kemudian memeluk erat Kinal karena saking bahagianya.

"Katanya dulu gak butuh barang-barang ini."

"Ya kalo dikasih siapa yang gak mau."

Kinal tertawa keras sambil mengusap lembut rambut Veranda.

"Uang Viny abis gak ya dibeliin barang ini?" Veranda melunturkan senyumannya dan malah mengkhawatirkan kondisi keuangan Viny.

Kinal tertawa semakin keras. "Viny tinggal sama Omanya, uang jajan perbulannya pasti jauh lebih banyak dari harga barang-barang ini."

"Aku mau vidcall dia ah." Veranda melepaskan pelukannya kemudian berlari kecil ke dalam rumah untuk mengambil ponselnya di kamar.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang