32

3.9K 502 84
                                    

Marissa berlari kecil ke arah pintu saat melihat putrinya berdiri di sana dengan senyuman lebar yang mengembang di sudut bibirnya. Tubuh Viny sedikit terdorong ke belakang saat merasakan pelukan erat dari Marissa.

"Kenapa lama banget di Wina? Mama kangen sama kamu," ucap Marissa menahan tangisannya. Dari Vina, ia mengetahui bahwa Viny pergi ke Indonesia untuk mencari Shani. Marissa hanya takut Viny tak kembali. Ia tidak sanggup jika harus memikul kesedihan besar karena kehilangan dua putrinya secara bersamaan. Cukup Kinal yang membuat batinnya sakit.

"Maaf, Mah. Viny janji gak akan pergi lama lagi." Viny membalas pelukan Marissa dengan erat. Wajahnya ia tenggelamkan di dada ibunya itu, berusaha mencari ketenangan di sana.

Sebenarnya Viny hanya dua hari di Indonesia, ia menginap di Hotel lalu siangnya pergi ke Sekolahnya dulu untuk menanyakan info tentang kepindahan Sekolah Shani. Memang benar Shani pindah keluar Negeri tapi pihak Sekolah tidak punya wewenang untuk memberi tahu pada Viny ke mana Shani pindah. Untung saja, dengan memohon dan sedikit paksaan, wali kelas Shani memberi tahu bahwa gadis itu pindah ke Austria.

Mendapat satu titik jalan untuk bertemu Shani, Viny kemarin langsung terbang ke Wina mengunjungi Gio dan membicarakan soal rencananya yang ingin ikut tinggal di Wina bersama Gio setelah lulus Sekolah nanti. Viny tentu tidak akan bisa menemukan Shani dalam waktu seminggu apalagi kota Wina cukup besar. Viny berharap dengan perpindahannya nanti, lambat laun ia akan bertemu dengan Shani.

Marissa melepaskan pelukannya lalu tersenyum seraya mengusap lembut pipi Viny, "Ada yang mau Mama bicarain sama kamu."

Viny hanya menurut ketika Marissa menuntun tangannya ke arah ruang keluarga. Ia melepaskan genggaman Marissa dan langsung memeluk Omanya yang sedang duduk santai di kursi.

Oma membalas pelukan cucu kesayangannya itu, "Cucu Oma paling pemberani baru dateng. Gimana di Wina?"

"Seru, Oma. Gio kemarin bolos kuliah sama kerja buat nemenin aku keliling sana. Aku seneng banget." Viny melepaskan pelukannya kemudian tersenyum lebar menatap Marissa dan Oma secara bergantian. "Viny mau kuliah di Wina, boleh 'kan?"

"Boleh do-"

"-Ngga, Vin." Dengan cepat Marissa memotong ucapan Oma. Tentu saja karena Marissa tahu Shani juga tingga di kota itu, ia tidak ingin Viny bertemu dengan Shani. Bagaimanapun juga, ia tak akan pernah merestui hubungan itu. "Kamu masih kecil dan harus di sini sama Mama."

Viny memalingkan wajahnya ke arah lain lalu bersandar di sofa dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Seperti biasa, jika sedang marah Viny selalu mengeluarkan jurus diamnya. Sekalipun ada gempa bumi, mungkin ia akan tetap diam sebelum keinginannya dipenuhi.

"Vin, kita makan dulu aja ya?" Marissa tersenyum bersikap seakan tidak terjadi apa-apa lalu menarik tangan Viny dari lipatannya.

Viny hanya diam tidak mengucapkan sepatah katapun. Marissa mengembuskan napas lelah lalu mengalihkan pandangan pada Oma. Oma menggeleng pelan tidak ingin ikut campur apalagi menolak keinginan cucunya yang memang tidak ada salahnya.

"Ya udah Mama izinin kamu tinggal di Wina sama Gio tapi ada syaratnya."

"Apa?" Viny menatap Marissa menunggu apa syarat yang akan Marissa ucapkan.

"Kamu harus tunangan sama anak temen Mama. Setelah lulus kuliah, kamu langsung nikah sama dia."

Bukan hanya Viny, Omapun ikut terkejut mendengar keputusan Marissa. Tubuh Viny yang sebelumnya tegak kini kembali bersandar lemas di sofa. Pikirannya hanya tertuju pada Shani, bagaimana perasaan Shani jika mengetahui ia sudah dijodohkan? Kepergiannya saja sudah membuat hati Shani hancur, apalagi dengan keputusan ini. Mata Viny turun memandangi tangannya sendiri yang masih diperban.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang