47

3.8K 517 132
                                    

"Tante," panggil Anggara memandangi bayangannya sendiri yang terpantul dari cermin datar dihadapannya.

"Iya?" Marissa mengubah posisi berdiri menghadap calon menantunya yang terlihat sangat tampan menggunakan jas hitam. "Kenapa?"

"Viny beneran cinta sama aku gak?" tanya Anggara mengalihkan pandangan pada Marissa.

"Dia cinta kamu kok," jawab Marissa menyipitkan matanya ketika menangkap keraguan dari tatapan Anggara. Selama ini ia memang yakin bahwa Viny mencintai Anggara, terlihat dari wajah Viny yang selalu bahagia jika sedang bersama Anggara.

Anggara tersenyum lebar sambil memperbaiki letak kacamata yang sedikit merosot dari hidungnya, "Aku juga cinta banget sama dia. Makasih udah kenalin aku sama dia."

"Gak usah bilang makasih, Tante juga seneng punya menantu kaya kamu." Marissa tersenyum bahagia. Akhirnya apa yang ia inginkan tercapai juga, melihat putri kesayangannya bisa bersanding dengan pemuda baik ini. "Yaudah yu, acaranya udah mau dimulai."

Viny berdiri gelisah di lantai dua, pandangannya lurus ke bawah pada beberapa tamu yang sudah datang ke hotel mewah ini. Meski hanya tunangan, tetap saja hatinya tidak mengizinkan. Bagaimanapun juga tempat Shani di hatinya tidak akan pernah bisa digantikan oleh Anggara. Viny tidak ingin pertunangan ini berjalan dengan lancar, ia ingin lari dari sini. Namun lagi-lagi ia kalah saat bayangan kesedihan Marissa menghampirinya, ia tidak bisa melakukan apapun sekarang selain menuruti keinginan Marissa.

Viny rela batinnya tertekan, hatinya hancur demi bisa melihat Marissa bahagia.

"Maafin aku, Shan," gumam Viny menangkupkan sepasang tangan di depan wajah ketika merasakan cairan yang sedari tadi menggenang di kelopak mata, jatuh perlahan membasahi pipinya. Apalagi yang lebih menyakitkan selain melepaskan seseorang yang dicintai dan dipaksa memiliki hati yang tak bisa dicintai?

"Viny?" Sebuah tepukan lembut menyapa bahu Viny.

Viny menurunkan kedua tangannya menatap Gio yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. Viny menggeleng pelan seakan mengatakan bahwa ia tidak sanggup menahan rasa sakit yang menggempur hatinya dengan keras.

Gio mengusap lembut pipi Viny yang basah kemudian menarik tubuh Viny ke dalam pelukannya. Gio mengantup matanya sejenak, hatinya terasa ngilu mendengar isak tangis Viny yang memilukan. "Udah, Vin. Nanti Mama tau."

Viny meremas jas bagian belakang Gio berusaha menahan rasa sakit dan airmatanya, setidaknya untuk saat ini ia tidak ingin semua orang melihat tangisannya.

"Jangan nangis, adik aku kuat." Gio menepuk punggung Viny sedikit keras. Dahinya berkerut, menahan rasa sesak yang menekan dadanya ketika mendengar tangisan Viny. Ia tidak pernah melihat Viny serapuh ini.

"Aku mau ketemu dia," lirih Viny pelan.

"Kalian pasti ketemu lagi, Vin. Aku percaya kalo cinta akan kembali ke rumah yang sama."

"Kapan?!"

Shani melepas kacamata hitam yang bertengger di hidung ketika kakinya berpijak di depan sebuah gedung mewah. Iris matanya mengitari ke sekeliling, ia tidak pernah datang ke acara tunangan semegah ini. Ini lebih terlihat seperti acara pernikahan, apalagi tamu yang datang cukup banyak dan sepertinya berasal dari kalangan tertentu.

"Masuk sekarang?" tanya Boy tersenyum manis pada kekasihnya yang terlihat sangat cantik dengan memakai dress putih selutut, rambutnya yang digerai tentu menambah kecantikannya.

Shani melingkarkan tangannya di lengan Boy dan perlahan mulai masuk. Kedatangannya itu menarik perhatian beberapa pengunjung yang datang. Bagaimana tidak? Shani yang dianugrahi kecantikan luar biasa, bersanding bersama Boy yang terlihat sangat tampan dengan memakai kemeja putih dan hitam. Mereka berdua tampak seperti calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang