9

4K 505 33
                                    

Veranda membelalakan matanya ketika disuguhkan oleh pemandangan yang bisa ia lihat di bukti ini. Hamparan sawah yang luas, pepohonan, juga beberapa kebun. Ia tidak menyangka Kinal mau membawanya jauh-jauh ke Bandung hanya untuk melihat tempat yang serba hijau ini. Pemandangan di sini benar-benar memanjakan mata Veranda.

Sementara Veranda menikmati pemandangan, Kinal lebih memilih untuk duduk meminum es kelapa muda. Bukan pemandangan indah yang ia suka di sini tapi ketenangan karena tempat ini sepi. Ada beberapa orang yang berkunjung ke sini tapi tidak seramai tempat wisata.

Kinal mengambil ponselnya kemudian menekan aplikasi kamera yang langsung ia arahkan pada punggung Veranda. Ia tersenyum tipis, Veranda masih terlihat begitu anggun meski dari belakang. Setelah selesai mengambil gambar, Kinal buru-buru memasukan ponsel itu kedalam saku takut Veranda memergokinya.

Bermenit-menit berlalu, Kinal mendengus kesal karena Veranda tak kunjung selesai menikmati pemandangan itu. Untung saja ia membeli beberapa cemilan di minimarket tadi, jadi ia tidak terlalu bosan.

"Nal?"

Kinal mengangkat kepalanya dan langsung meneguk ludahnya dengan susah payah melihat Veranda yang kini tengah tersenyum manis kearahnya, rambut panjang Veranda yang terhempas embusan angin benar-benar membuat nafasnya seolah terhenti. Apa yang dikatakan orang banyak ternyata benar, Veranda adalah manusia yang menyerupai bidadari. Sangat cantik.

Veranda berkerut kening melihat Kinal membatu seperti itu, "Kinal?"

"Eh iya." Kinal mengerjap untuk menjemput kesadarannya kembali lalu tersenyum berusaha bersikap biasa saja.

"Kok diem di situ sih?" tanya Veranda berkacak pinggang, kedua pipinya ia kembungkan merasa sedikit kesal karena Kinal sedari tadi diam, bukan menemaninya menikmati alam ini.

"Ya emang aku harus diem dimana coba? Lagian ya aku mana mau berdiri di situ bermenit-menit. Kurang kerjaan aja." Kinal bersandar, melipat kedua tangannya di depan dada. Namun detik berikutnya ia terkekeh pelan melihat tatapan Veranda sedikit meruncing, "ok, aku ke situ ya?"

Veranda kembali memutar tubuhnya menghadap pemandangan depan. Wangi Vanilla yang tiba-tiba menyeruak ke dalam hidungnya menandakan bahwa Kinal sudah berdiri di sampingnya.

"Ve," Kinal menyodorkan satu botol minuman kepada Veranda, "minum dulu nih."

Veranda mengangguk kemudian mengambil botol minuman itu, "Kamu sering kesini?" tanyanya seraya membuka tutup botol minuman itu dan meneguknya sedikit.

"Sering sama Viny, dia suka tempat ini. Aku udah ceritakan dia suka tempat sepi?"

"Shani juga suka tempat sepi, pasti dia seneng kalo diajak kesini."

"Kapan-kapan ya."

Suasana mendadak hening, hanya terdengar suara embusan angin bertamu di sela-sela kebersamaan itu. Kinal menatap Veranda yang kini tengah memejamkan matanya. Entah bagaimana caranya Veranda bisa begitu menikmati pemandangan dan udara di tempat ini.

Kinal memasang topi hoodie untuk melindungi rambutnya dari angin yang entah kenapa berembus semakin kencang. Untuk beberapa detik ia terdiam, sampai akhirnya tangan yang sebelumnya diam memberanikan diri untuk mendekat pada Veranda. Degup jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih cepat saat jari tengah dan telunjuknya menyentuh telepak tangan Veranda.

Perlahan jari tangan Kinal bergerak menyelusuri telepak tangan Veranda hingga berhasil menggenggam tangan Veranda sepenuhnya. Masih dengan detak jantung yang berdegup tidak normal, Kinal mengantup matanya sejenak merasa was-was dengan respon Veranda. Namun detik berikutnya Kinal menghela napas lega merasakan tangan Veranda membalas genggamannya bahkan lebih erat.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang