17

4.2K 489 25
                                    

"Orang yang tadi sama kak Lidya siapa sih?" tanya Shani sambil meraih helm yang diberikan Viny.

"Gak tau," jawab Viny singkat kemudian naik ke motornya setelah sebelumnya memberi isyarat agar Shani duduk di jok belakang. Setelah dibuat menunggu selama beberapa detik, Viny tidak merasakan beban motornya bertambah. Dengan cepat ia menoleh, menatap Shani yang malah mematung.

"Kok diem?"

"Kamu kenapa jadi dingin lagi?" tanya Shani memicingkan matanya sedikit sinis, "aku gak nyaman," lanjutnya seraya membuang wajah kearah lain dengan satu gerakan hingga rambut yang ia kuncir satu sedikit terhempas ke depan.

Viny tersenyum tipis kemudian mengulurkan tangannya untuk mengembalikan posisi rambut Shani ke belakang. Tangannya ia simpan di bahu Shani, tidak menyadari bahwa jantung Shani kali ini berdebar-debar karena sentuhan kecilnya. Shani yang merasakan sentuhan itu langsung menatap Viny.

Jari tangan Viny merangkak sedikit demi sedikit menyelusuri leher Shani lalu terhenti di pipinya. Viny menatap lekat mata jernih Shani, kehangatan dari tatapan itu menjalar di setiap aliran darah dan bermuara di hatinya yang sudah lama ia biarkan kosong. Viny masih diam, berusaha menerjemahkan rasa yang menyelimuti hatinya saat ini.

Hanya ada suara bising kendaraan dan riuh embusan angin yang terdengar saat ini. Mereka masih diam menikmati debaran sama yang bergetar di dada masing-masing. Tatapannya masih belum terputus seakan tengah melarungkan ketenangan dalam setiap kedipnya.

Ibu jari Viny kini bergerak, mengusap setiap sudut pipi Shani yang putih, pujian akan kecantikan Shani tergambar dari senyumannya yang mulai terlukis. Shani seolah terbuai dan reflek memejamkan matanya menikmati sentuhan Viny serta debaran halus di dadanya.

Viny mengedarkan pandangan ke sekeliling Parkiran yang tampak sepi lalu kembali menarik pandangannya pada Shani. Ia menggigit bibir bawahnya merasa sangat gugup entah apa sebabnya, yang jelas saat ini jantungnya bertalu-talu. Dengan gugup dan sedikit ragu, Viny mendekatkan wajahnya pada Shani hingga tak menunggu waktu lama, bibir lembutnya berhasil mendarat dengan mulus di pipi Shani. Bahkan hanya karena melakukan hal sekecil ini saja, dada Viny sedikit sakit karena jantungnya berkerja jauh lebih cepat dari biasanya. Keringat yang masih berlinang di pelipisnya kini semakin banyak tapi Viny masih tidak melepaskan bibirnya dari pipi Shani.

Shani mengayunkan tangannya menyentuh lembut pipi Viny yang berada tepat di samping wajahnya. Secara perlahan Viny melepaskan bibirnya kemudian mengunci pandangannya pada mata Shani ketika kedip mulai bergerak. Shani tersenyum manis seakan menunjukan kebahagiaan yang baru saja singgah di hatinya karena sentuhan lembut Viny.

"Kamu, cantik banget."

Jantung Shani nyaris saja terlepas dari tangkainya mendengar kalimat yang terucap dengan pelan nyaris berbisik. Embusan nafas Viny yang membelai wajahnya ikut kerja sama untuk menggetarkan detak jantungnya lebih cepat lagi. Gadis manis berambut pendek ini, sepertinya memang suka menggodanya. Ah bukan menggoda, Shani bahkan melihat ketulusan yang terpancar dari tatapan Viny saat mengucapkan kalimat itu.

Suara klakson motor terdengar sangat keras, membuat pandangan mereka berdua terputus dan segera melihat ke arah suara. Ternyata Lidya yang berhenti sebentar di samping mereka dengan senyuman sinisnya, tampak sangat angkuh.

"Kok berenti, sayang?" tanya seorang gadis yang duduk di belakang Lidya.

"Ini Mel, ada orang pacaran gak tau tempat," jawab Lidya.

"Lo!" Viny hendak turun dari motor untuk mendekati Lidya tapi gadis itu sudah lebih dulu melajukan motornya dan hanya meninggalkan kepulan asap putih.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang