23

3.7K 437 15
                                    

Shani bersorak gembira melihat pantai dihadapannya. Ia langsung menarik tangan Viny kemudian berlari cepat ke arah laut.

"Shani Viny jangan jauh-jauh!" teriak Marissa mengingatkan mereka berdua.

Tiga hari setelah pembagian rapot, Fauzi mengajak keluarganya dan juga keluarga Marissa untuk liburan ke salah satu Pantai di Jawa Barat. Sebenarnya ini bukan keinginan Fauzi tapi Shani yang terus merengek ingin liburan. Mau tidak mau Fauzi harus menuruti keinginan putri bungsunya yang sangat manja itu.

Veranda tertawa kecil melihat Shani mendorong Viny seenaknya ke dalam laut sampai seluruh tubuhnya basah. Namun Viny seakan tidak mau kalah, ia tarik tubuh Shani ke arahnya hingga tubuh mereka berdua kini sama-sama basah. Yang terdengar selanjutnya adalah gelak tawa keras. Veranda menggelengkan kepalanya lalu mengalihkan pandangan pada Kinal yang berdiri tepat di sampingnya, "Kamu kenapa diem? Kita ke sana yu." Veranda menarik tangan Kinal tapi dengan cepat Kinal menahannya. Alis Veranda bertautan bingung melihat sikap Kinal yang tidak biasanya seperti ini.

"Aku lagi gak mood." Kinal mengayunkan langkah ringan menuju salah satu kursi yang berada tepat di bawah pohon. Ia duduk di sana kemudian bersandar lemas, memandangi Viny yang sedang perang air bersama Shani.

Sudah tiga hari Viny mendiamkan Kinal, setiap Kinal bertanya hanya dijawab anggukan tanpa mau mengucapkan apapun. Kinal memahami kekecewaan Viny besar kepadanya, tapi kemarin itu ia sama sekali tidak mengingat rutinitas Marissa yang selalu membuat acara makan malam besar jika Viny berhasil memenangkan sesuatu.

"Cerita sama aku." Veranda menyentuh lembut punggung tangan Kinal. Jarinya merayap sedikit demi sedikit sampai berhasil menggenggam tangan Kinal.

"Viny marah sama aku," ucap Kinal tanpa menatap Veranda. "Dia ngerasa di nomor duakan karna aku lebih sering perhatiin kamu, padahal gak gitu Ve."
Kinal menghela napas kasar kemudian menatap Veranda sendu. Tidak ada semangat apapun yang terpancar dari tatapan matanya.

"Udah minta maaf?"

"Udah, tapi dia masih tetep diemin aku. Aku harus gimana?" Kinal melepaskan genggaman Veranda lalu kembali menatap jauh pada Viny.

"Sini." Veranda merangkul bahu Kinal lalu menyandarkan kepala Kinal di bahunya berusaha menenangkan kesedihannya sekaligus memikirkan cara untuk membantu Kinal. Pandangan Veranda tertarik pada Shani, ia tersenyum tipis ketika sebuah ide melintasi pikirannya. Shani adalah orang yang paling pandai membujuk, ia akan meminta tolong pada adiknya itu dan mungkin Viny tidak akan bisa menolak keinginan Shani.

"Kinal kenapa?" tanya Vina pada Marissa, "Tumben dia diem. Dia sakit?"

Marissa menggeleng, "Biasalah lagi marahan sama adeknya. Aku pernah bilang 'kan kalo mereka jarang berantem? Sekalinya berantem ya gitu, gak sapa sampe beberapa hari."

"Oalah." Vina menggeleng-gelengkan kepalanya. Memang bukan hal yang aneh jika adik kakak bertengkar, Shani dan Veranda pun seperti itu. Meski mereka tidak pernah bertengkar seperti Kinal dan Viny yang tak bertegur sapa sampai berhari-hari.

"Lengkeet." Shani menghentak-hentakan kedua kakinya kesal sampai air laut yang ia pijak ikut terpecret. Sementara dihadapannya, Viny tengah tertawa keras memandangi seluruh baju Shani yang kotor oleh pasir akibat ulahnya.

"Kamu lucu banget." Viny tertawa keras lalu memandangi Marissa yang sedang menghampirinya dengan membawa sebuah kamera. Viny melambai-lambai
kan kedua tangan memberi isyarat agar kamera itu ditujukan ke arahnya. Setelah melihat Marissa mulai mengangkat kamera ke arahnya, Viny langsung merangkul bahu Shani lalu menunjukan senyuman manisnya.

"Aku lagi jelek," rengek Shani berusaha melepaskan diri dari Viny.

"Gapapa ayo." Viny mengambil gaya lain dengan bersandar di bahu Shani, senyuman manisnya masih tak luntur sedikitpun. "Senyum dong, Shan."

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang