Perpisahan

3.8K 467 71
                                    

"Janji sama aku, jangan pergi."

"Aku ga-"

"-Janji!!"

"Iya-iya janji." Kinal mengusap lembut rambut Veranda lalu melepas pelukannya. Kinal mengecup bibir Veranda beberapa kali sebelum akhirnya dilumat dengan lembut, matanya reflek terpejam saat merasakan bibir Veranda mulai mengimbangi pergerakannya.

"KINAL!!"

Kinal terperanjat kaget, kontan mundur beberapa langkah menjauhi Veranda. Ia berbalik dan langsung mengantup matanya saat merasakan sebuah tamparan keras dari seseorang, diikuti oleh teriakan Veranda yang terdengar syok. Kinal membuka matanya, mendapati Marissa yang sedang menatapnya dengan tajam.

"Mah, ak-"

"-Oh jadi kamu yang ngajarin Viny?!" Deru nafas Marissa kasar terdorong oleh emosinya yang menggebu-gebu. Tangannya terayun hendak kembali menampar putrinya itu tapi diurungkan ketika melihat mata Kinal tertutup dengan tubuh bergetar takut. Marissa mendorong tubuh Kinal lalu bersandar lemas di lemari.

"Ssa, ada apa?" Vina tiba-tiba datang merangkul bahu Marissa yang bergetar hebat karena isak tangisnya. Ia menatap wajah putrinya yang tampak pucat lalu beralih pada Kinal.
"Ada apa, Ve, Nal?"

"Mereka menjalin hubungan sama seperti Viny dan Shani!!" Marissa berteriak keras karena sudah terlalu frustasi. Sementara Kinal dan Veranda hanya menunduk tidak berani mengucapkan apapun.

"Kalian?" Tubuh Vina limbung, pandangannya sudah mulai buram. Detik berikutnya, tubuh Vina ambruk ke bawah.

"Mamaaa!!!"

"Mah maafin ak-"

"-Diem kamu!" bentak Marissa masih sangat emosi.

"Mama bisa sabar sama Viny tapi gak bisa sabar sama aku? Mama tau Viny belok tapi diem aja? Dan sekarang Mama malah nyalahin aku?" Kinal mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal karena emosi.

"Kamu-" Tangan Marissa kembali terangkat.

"Tampar aku!!" Emosi Kinal sudah mulai tidak bisa dikendalikan, "Dari kecil Mama emang selalu pilih kasih, aku nye-"

"Kinal, Mama aku!" Teriakan Veranda menghentikan perdebatan itu. Kinal dan Marissa langsung membantu Veranda membopong tubuh Vina.

***

Setelah mengetahui sesuatu dari Marissa dan Vina, Fauzi langsung mengajak pulang semuanya pagi-pagi buta. Pertanyaan dilontarkan oleh kedua putrinyapun tidak ada yang ia jawab. Sekuat tenaga ia simpan amarahnya selama perjalanan.

Sesampainya di rumah, Fauzi meminta empat gadis itu berkumpul di ruang keluarga. Vina menggenggam tangan Fauzi berusaha untuk menenangkan amarahnya agar tidak meledak.

"Mah, ada apa?" tanya Viny memandangi wajah Ibunya yang terlihat pucat. Viny memeluk Marissa dari samping tanpa mau menatap wajah dingin Fauzi.

Marissa hanya diam, membiarkan Viny melepaskan semua ketakutan dalam pelukannya. Ia menatap wajah Kinal yang juga terlihat tegang. Apapun yang akan Fauzi lakukan pada kedua putrinya, Marissa akan menerimanya, sebagai hukuman untuk kedua putrinya yang sudah melakukan kesalahan fatal.

"Papa tau hubungan kalian berempat sebenarnya," ucap Fauzi dengan tatapan tajam. Deru nafasnya tak beraturan. Berkali-kali ia coba menahan emosi tapi tidak bisa saat mengingat kesalahan mereka berempat.

"Kita cuma sahab-"

"Tutup mulut kamu, Ve!" bentak Fauzi untuk pertama kalinya pada Veranda. Genggaman tangan Vina langsung ia tepis dengan kasar. "Buang semua piala juara kamu dari SD! Itu sama sekali gak berguna kalo kamu gak bisa bedain mana yang salah dan mana yang benar!" Suara Fauzi menggelegar ke setiap penjuru rumah. Membuat semua orang di rumah ini membeku tanpa bisa mengatakan apapun.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang