12

4.6K 497 47
                                    

"Nal, Mama mau ngomong sama kamu."

Kinal yang sedang menonton televisi jadi menoleh, menatap Marissa yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya. "Ngomong apa, Mam?" tanya Kinal menyipitkan mata, merasa ada hal janggal yang ia lihat dari raut wajah Mama nya. Tidak biasanya Marissa seserius ini.

"Pintu kamar Viny dikunci, Viny nya mana?"

"Katanya latihan Anggar." Kinal masih menatap Marissa yang tiba-tiba saja diam. Ia yakin, bukan itu yang ingin Marissa bicarakan. Ada hal lain yang mungkin akan penting.

"Waktu itu Mama nemuin asbak di bawah kasur Viny sama ada beberapa bungkus rokok. Viny ngerokok?"

Tubuh Kinal langsung membeku mendengar pertanyaan Marissa. Ia langsung memalingkan wajahnya dari Marissa sambil berusaha merangkai kata dalam otaknya untuk menjawab pertanyaan Marissa. Sebelumnya ia sudah berjanji pada Viny bahwa ia akan merahasiakan kebiasaan buruknya pada Marissa. Namun, Kinal juga sadar cepat atau lambat Marissa akan mengetahui kebiasaan itu.

"Mama itu seorang Ibu jadi Mama bisa ngerasain kalo ada hal yang gak beres dari Viny. Viny berubah, kamu tau itu 'kan? Dan Mama juga tau kalo kamu pasti berusaha nyembunyiin sesuatu dari Mama."

"Gak ada, Ma. Viny baik-baik aja," jawab Kinal menunduk, tidak ingin melihat tatapan dari Marissa. Tubuhnya saat ini sudah benar-benar tegang.

"Jangan bohong, Kinal. Mama bisa ngerasain kesedihan yang Viny rasain meskipun dia nunjukin tawanya di depan Mama. Kalo kamu mikir Mama gak pernah merhatiin kalian berdua, kamu salah."

"Kinal gak tau apa-apa, Ma." Kinal menggigit bibir bawahnya merasa takut.

"Jangan sampe kepercayaan Mama sama kamu hilang."

"Mam," lirih Kinal menatap Ibunya itu dengan tatapan memohon, "aku pasti bisa jagain Viny."

"Dengan ngebiarin dia ngerokok? Main Anggar? Karate?" Nada suara Marissa kini sedikit meninggi, "itu yang kamu bilang bisa ngejagain?"

"Anggar cuma olahraga, karate juga bela diri. Itu bukan kesalahan 'kan, Mam?"

"Terus ngerokok? Buat gadis seumur dia, menurut kamu itu hal yang wajar? Bukan sebuah kesalahan?"

Kinal mengembuskan napas berat dan langsung menunduk untuk kesekian kalinya. Ia masih tidak bisa menceritakan semua hal yang terjadi pada Viny. Selain karena janjinya, ia juga merasa tidak punya hak untuk menceritakan semua masalah Viny. Mau bagaimanapun juga tetap Viny yang lebih berhak.

Suara derap langkah kaki terdengar dari ruang tamu. Kinal langsung menoleh kebelakang, menatap Viny yang sedang berjalan sambil menunduk karena satu tangannya sibuk memutar spinner.

"Itu Viny," ucap Kinal pelan

Karena terlalu sibuk dengan mainannya, Viny terus berjalan tanpa sadar bahwa Kinal dan Marissa kini tengah memperhatikan laju langkahnya ke arah kamar.

"Viny," seru Marissa

Viny menghentikan langkahnya dan langsung berbalik. Ia tersenyum lebar pada Marissa lalu mengangkat spinnernya, "Mam, Viny punya spinner baru."

"Bagus ya." Marissa ikut tersenyum

Viny mengangguk lalu memutar mainannya itu menggunakan dua jarinya. Senyumannya semakin lebar, "Ada tulisannya sama bisa muter musik. Viny beli ini mahal loh, Mam. Nabung seminggu terus minta tambahin Kinal sisanya. Ya 'kan Nal?"

"Iya." Kinal tersenyum tipis memperhatikan ekspresi Viny yang terlihat riang. Andai saja Viny bisa sebahagia itu setiap harinya, Kinal pasti sangat bersyukur. Namun Kinal tau, Viny hanya pura-pura bahagia untuk menutupi kesedihan yang entah sampai kapan bisa hilang dari hatinya.

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang