Kehidupan Baru (2)

4.2K 505 123
                                    

Waktu bergulir semakin cepat, tak terasa Veranda sudah lulus sekolah dan sudah resmi diterima disalah satu Universitas yang berada kota Garut. Sebelumnya Kinal ingin Veranda masuk ke Universitas Bandung. Namun Veranda bersikeras ingin tetap di Garut karena tak ingin berjauhan darinya. Seperti biasa, Kinal tidak bisa untuk tak menuruti keinginan Veranda.

Kinal duduk di depan kos Veranda yang baru saja ditempati selama tiga hari. Matanya kosong, lamunan merengut kesadarannya akan keadaan sekeliling. Kinal tak memikirkan apapun lagi selain janjinya yang ia berikan pada Veranda yaitu tepat saat Veranda mulai masuk kuliah, ia akan mengangkat seorang anak dari Panti Asuhan. Namun Kinal masih ragu apakah ia bisa mengurusnya dengan baik atau tidak. Kinal hanya khawatir kesibukannya membuat anak itu terlantar, apalagi Veranda juga akan disibukan dengan kegiatan barunya.

"Mikirin apa?" Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Kinal satu detik setelah pertanyaan itu menembus indera pendengarannya.

"Aku gak akan ikut tinggal di kos ini gapapa ya? Aku di Pameumpeuk ngurus kebun aku, kamu di kota." Kinal menatap Veranda. Ekspresi wajah Veranda yang sebelumnya cerah, kini terlihat mendung. Hujan sepertinya sudah siap untuk jatuh dari kedua bola mata indahnya.

"Aku nolak kuliah di Bandung karna gak mau jauh dari kamu, terus sekarang kamu nyuruh aku tinggal di kosan sendiri?!" Veranda menepis tangan Kinal yang hendak terayun ke arahnya.

"Ya terus kerjaan aku di kebun gimana?"

"Bukannya kamu yang bilang bakal bayar orang buat ngurus kebun kamu? Kebun kamu udah maju 'kan? Ngapain capek-capek turun tangan kalo kamu mampu gaji orang lain?" Rentetan pertanyaan Veranda meluncur dengan deras dari bibirnya, terdorong oleh emosinya yang menggebu. Bagaimanapun juga, Veranda tidak akan mengizinkan Kinal untuk pergi ke kampung dan meninggalkannya di kota yang masih sangat asing ini.

"Aku pasti ke sini tiap minggu." Kinal masih berusaha membujuk Veranda, berharap Veranda akan setuju. Dengan usahanya yang sudah maju, Kinal memang bisa menyuruh orang kepercayaannya untuk mengurusi kebun. Namun entah kenapa ia ragu.

"Tinggal di sini sama aku. Kalo perlu kita cari kontrakan yang agak luas lagi."

Kinal merenung sejenak kemudian mengalihkan pandangannya pada tanaman liar yang tumbuh di depan kosan Veranda. "Aku gak bisa, Ve. Aku harus ngurusin kebun aku."

"Ck." Veranda masuk ke dalam rumah kemudian membawa tas hitam Kinal yang jaitan di sisinya sudah mulai mengelupas karena terlalu sering digunakan. Veranda menyimpan itu tepat di samping Kinal. "Gih, pergi!"

"Kamu ngusir aku?" Kinal mengangkat kepalanya menatap Veranda lalu berdiri.

"Besok aku udah mulai ospek, kamu pulang gih, kasian juga kebunnya." Veranda melipat kedua tangannya di depan dada, matanya bergetar menahan emosi dan kekecewaannya dengan keputusan ini. Jika tau akan seperti ini, Veranda lebih memilih untuk tidak meneruskan sekolah daripada harus berpisah jarak dengan Kinal.

"Ya udah aku pulang dulu ya." Kinal membawa tas ranselnya kemudian berjalan satu langkah berniat untuk mencium dahi Veranda. Namun dengan cepat Veranda mundur tidak ingin menerima sentuhannya. Kinal mengembuskan napas keras lalu tersenyum, "Hari minggu aku ke sini lagi," ucapnya langsung berjalan meninggalkan kosan Veranda.

Veranda hanya menatap nanar punggung Kinal yang semakin menghilang dari pandangannya. Tanpa sadar setetes airmata jatuh dari sudut matanya menyesali sikapnya barusan yang mungkin saja akan membuat hati Kinal terluka. "Kinal, jangan pergi," ucapnya pelan. Tentu tidak akan terdengar oleh Kinal.

Kinal menendang batu-batu kecil yang berserakan di jalanan. Mungkin jika ia punya pekerjaan di sini, ia juga akan lebih memilih untuk tinggal bersama Veranda. Rumah di kampungnya juga terlalu besar untuk ia tempati sendiri. Namun Kinal tak memiliki ijazah apapun, siapa yang akan menerimanya bekerja?

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang