Cinta

By iiaMlk

250K 26.5K 4K

Ada dua hal yang berjalan beriringan dengan cinta, yaitu kebahagiaan dan rasa sakit More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Cinta?
12
13
14
15
16
17
18
Semalam Di Bandung
Cemburu
22
23
Bahagia
Perpisahan
Kehidupan Baru
27
Rindu
Suka Duka Bersama
Panen Pertama
31
32
33
34
Untuk Ibu dan Bapak
35
36
37
38
39
Kehidupan Baru (2)
Bahagia (2)
Peri Kecil VeNal
43
Kebahagiaan VeNal
Malam Pertama VeNal (22+)
46
47
48
49
Keputusan akhir
Akhir Dari Semuanya?
Akhir Cerita

Pesta Dadakan

4.2K 462 34
By iiaMlk

Malam ini Fauzi mengadakan acara besar-besaran untuk merayakan suksesnya Perusaha yang baru saja dibangun bersama Marissa, meski belum mencapai puncaknya tapi mereka sudah cukup senang. Keempat gadis yang baru tiba tadi pagi dari Bandung tentu merasa kaget, sekaligus ketar-ketir karena belum menyiapkan dress untuk pesta kali ini. Mereka hanya memiliki waktu beberapa jam, untung saja mereka bisa mendapatkan dress yang mereka inginkan tadi sore.

Semua mata tertuju pada Veranda dan Shani yang tengah melenggang dengan anggunnya dari atas tangga. Mereka mengenakan warna dress yang senada yaitu putih, rambut yang digulung satu dibelakang menunjukan kemolekan pundak dan lehernya yang putih. Dengan polesan make up sederhana mereka terlihat sangat cantik.

Beberapa decakan kagum dari tamu yang hadirpun terdengar, ada juga yang berani meneriaki nama mereka dengan banyak pujian. Namun sekeras apapun mereka memuji, telinga mereka seolah tuli. Pandangan mereka hanya terkunci pada dua orang gadis mengenakan dress pendek berwarna hitam yang berdiri di tengah-tengah, tampak sedang menyambut kedatangan mereka.

"Cantik banget Ve," puji Kinal. Matanya seakan tidak bisa berkedip sekalipun memandangi wajah anggun Veranda yang terpahat dengan sempurna itu. Ia bisa melihat ratusan bentuk keindahan dunia bahkan hanya dengan menatap dua bola mata itu.

Viny hanya mengangguk lalu menunduk. Beda seperti Kinal yang memilih untuk tenggelam dalam tatapan Veranda, Viny tidak ingin menarik dirinya sendiri untuk ikut hanyut dalam keindahan yang disuguhkan semesta lewat wajah Shani. Ia takut terjerat pada tatapan teduh itu.

"Pengecut," desis Shani sangat kesal melihat Viny yang seenaknya memalingkan wajah setelah ia mematenkan tatapannya pada Viny dari tadi.

Veranda menatap Shani sekilas lalu menarik pandangannya pada Viny yang masih menunduk. Ia tersenyum tipis kemudian menggelengkan kepalanya. Satu yang dapat ia simpulkan setelah melihat kedekatan Viny dan Shani; ternyata adiknya yang berusaha untuk mencari perhatian dari Viny, bukan sebaliknya. Veranda sedikit bingung, selama ini semua orang berusaha mencari perhatian Shani tapi gadis berambut pendek yang bisa dikatakan beruntung itu, masih bersikap sedikit dingin dan tak acuh. Ia juga tak habis pikir, kenapa Shani bisa begitu tergila-gila pada Viny? Veranda mengerjap, menepis pikirannya tentang semua itu. Yang terpenting sekarang, kini dihadapannya ia dimanjakan oleh senyuman manis Kinal dan binar matanya yang seakan tidak berhenti melontarkan pujian akan kecantikannya.

Kinal mengambil satu gelas minuman berasa yang langsung ia berikan pada Veranda, "Minuman manis buat gadis manis yang wajahnya selalu mampu mewakili semua keindahan di dunia ini."

Semburat merah terlihat dari pipi Veranda, merasa tersipu mendengar pujian Kinal. Dengan sedikit gugup dan malu, ia mengambil gelas itu lalu menyunggingkan senyuman dikedua sudut bibirnya, "Makasih."

"Ah, manisnya," puji Kinal untuk yang kedua kalinya. Veranda menggigit bibir bawahnya menahan teriakan senang yang hampir saja lolos, ia langsung mengalihkan pandangannya untuk menyembunyikan pipinya yang mungkin sudah sangat merah saat ini.

"Kamu gak ngasih aku minuman juga?" tanya Shani membuat kepala Viny terangkat menatapnya.

"Itu deket, Shan. Masa harus diambilin?"

"Hhmmpt." Kinal langsung menutup mulut menggunakan telepak tangan menahan tawanya sendiri melihat wajah polos Viny dan wajah kesal yang Shani tunjukan.

"Gak usah ketawa." Shani mendelik sinis pada Kinal.

"Kok gue yang dimarahin sih?" Kinal mengusap lehernya bingung.

Veranda menatap Kinal lalu mengedipkan kedua matanya secara bersamaan memberi isyarat agar Kinal diam. Kinal mengangguk-anggukan kepala paham.

"Shani minta digombalin kaya aku, Vin." Setelah membuat Kinal diam, Veranda malah mengucapkan kalimat yang membuat kekesalan Shani semakin bertambah.

"Aku harus muji Shani kaya Kinal muji kak Ve?" tanya Viny membuat tawa Kinal dan Veranda pecah, menggema di tengah alunan musik di ruang serba mewah ini.

"Gak, gak perlu. Gak butuh gue." Shani mengambil minuman yang langsung ia teguk sampai habis.

"Ngapain sih muji Shani?"

Shani mengambil minuman lain dan segera ia minum sampai habis untuk ke dua kalinya. Ia berusaha menulikan telingannya tidak ingin mendengar ucapan apapun lagi dari Viny, itu hanya akan menambah rasa kesalnya.

"Semua hal indah di dunia ini kadang gak perlu dapet pujian, kaya senja dengan jingganya, bulan dengan cahayanya, bintang dengan sinarnya, pelangi dengan kilauan warnanya dan Shani dengan kecantikannya. Mereka semua tetap akan menunjukan keindahannya meski tanpa pujian."

Gerakan tangan Shani yang hendak kembali mengambil gelas terhenti saat mendengar suara lembut milik Viny yang melantun indah di indera pendengarannya. Detak jantungnya berpacu keras dan semakin cepat ketika merasakan genggaman lembut yang sudah tidak asing lagi di tangannya.

"Jangan marah cuma karna hal yang gak penting." Viny membalikan tubuh Shani yang semula menghadap ke meja. Ia tersenyum melihat rona wajah Shani yang memerah karena ulahnya.

"Sedaaap!!" Kinal berteriak keras menepuk kedua tangan melihat aksi adiknya yang baru saja meluluhkan hati bidadari ini.

"Nal, jangan bikin huru-hara deh," tegur Veranda mengitari matanya sekeliling pada beberapa orang yang sedang menatap ke arahnya.

"Jangan bikin aku terbang buat kesekian kalinya gara-gara ucapan kamu," bisik Shani tepat di samping telinga Viny.

Viny mempererat genggamannya ditangan Shani lalu mencondongkan sedikit wajahnya pada Shani, "Bidadari terbang bukan hal yang aneh."

"Ah, kak udah." Shani sekuat tenaga menahan senyumannya yang ia yakini tidak akan pudar jika sampai terlepas dari bibirnya. Entah seberapa hebat kuasa Viny untuk mengendalikan hatinya yang semula kesal menjadi bahagia seperti ini.

Acara yang sudah berlangsung sejak dua jam lalu ini berjalan dengan sempurna, semua tamu merasa puas dengan semua suguhan yang sudah disiapkan oleh Fauzi. Beberapa juga ada yang ikut bahagia melihat keberhasilan Fauzi dan Marissa, tak terkecuali dengan anak-anaknya yang sedari tadi tidak berhenti melemparkan canda dan tawa.

"Gimana kalo kita dansa aja sekarang?" Suara dari Mic terdengar, semua menoleh pada arah suara yang ternyata bersumber dari Fauzi. "Anak saya yang paling besar ini jago dansa," lanjut Fauzi berjalan ke arah Veranda lalu merangkul bahunya.

"Ah, Pa. Aku dansa sama siapa? Sendiri? Mana bisa, sama Kin---"

"Julian," panggil Fauzi.

"Iya, Om?" Suara serak yang terdengar gagah itu menyaut panggilan Fauzi diikuti oleh langkah Pemuda tampan dan tinggi yang muncul dari tengah-tengah tamu. Senyuman yang disertai pipi bolongnya ia tunjukan pada Fauzi, gadis manapun sepertinya akan akan terpesona melihat ketampanan pemuda ini.

"Nah, Ve. Ini anaknya temen Papa, namanya Julian," ujar Fauzi memperkenalkan Pemuda itu.

"Julian." Pemuda yang bernama Julian itu mengulurkan tangannya pada Veranda.

Veranda menatap Kinal sebentar seakan meminta izin. Kinal mengangguk pelan memperlihatkan senyuman manisnya. Veranda ikut tersenyum dan menjabat tangan Julian, seolah senyuman itu ia tunjukan pada Julian padahal senyuman itu ada karena senyuman yang terpatri di wajah Kinal.

"Veranda."

"Ya udah gih, kalian dansa. Biar yang lain ngikutin."

Senyuman Kinal perlahan pudar dan hilang dalam sekejap ketika mendengar ucapan Fauzi. Ia membuka mulut hendak berbicara sesuatu tapi urung saat ingat batasannya, ia tidak punya alasan yang masuk akal untuk protes.

"Pah, masa ak---"

"Ve, biar acaranya seru ntar yang lain ngikuti," sela Fauzi dengan cepat memotong ucapan Veranda.

"Tapi aku gak bisa dansa, om," ucap Julian mengusap lehernya sendiri.

"Gapapa biar Ve yang ajarin."

Dengan terpaksa Veranda berjalan ke tengah-tengah diikuti oleh Julian yang mengekor dari belakang. Pandangannya melayang pada puluhan tamu yang sedang memusatkan perhatian ke arahnya. Veranda tidak punya pilihan lagi sekarang selain menuruti perintah Ayahnya yang menurutnya sangat konyol ini.

"Aku harus gimana?" tanya Julian sangat bingung. Veranda menautkan ke dua alis, pemuda ini sepertinya jauh lebih muda darinya, hanya saja suara dan tinggi badannya sudah menyerupai orang dewasa.

Beberapa lampu kini diredupkan, hanya ada cahaya ditengah-tengah yang jatuh pada Veranda dan Julian. Veranda menuntun satu tangan Julian untuk melingkar dipinggangnya, sementara tangannya diletakan di pundak Julian. Tangan kanan mereka saling menggenggam.

Perlahan kaki Julian bergerak seirama dengan kaki Veranda. Sedangkan disudut lain, mata elang milik Kinal memandang ke arah mereka dengan tajam. Tangannya mengepal berusaha menahan luapan emosi di hatinya. Suara tepuk tangan yang langsung terdengar juga senyuman di bibir Veranda seakan berubah menjadi pedang yang menghunus ke dalam dada, tajam kilatnya membelah hati Kinal. Berkali-kali Kinal menghirup napas dalam membiarkan paru-parunya terbebas dari rasa sesak itu.

"Nal." Dengan sigap Viny menahan tangan Kinal yang hendak menghampiri mereka berdua. Ia menatap Kinal lalu menggeleng pelan memberi isyarat agar Kinal tidak melakukan hal yang macam-macam.

Veranda melepas tubuhnya dari pelukan Julian dengan tangan yang masih menggenggam. Namun bukan melakukan gerakan selanjutnya, Julian malah melepaskan genggaman itu dengan wajah cengonya sama sekali tidak mengerti. Veranda berdecak kesal, "Bisa gak sih lo?"

Tiba-tiba tangan Veranda ditarik dengan cepat hingga terhuyung ke dalam dekapan seseorang. Veranda mengangkat kepala dan langsung tersentak saat melihat Kinal menatapnya dengan sorot mata yang dingin, tatapan yang paling ia benci sekaligus paling ia takuti dari Kinal. Kinal melingkarkan satu tangannya di pinggang Veranda dan menyimpan tangan Veranda dipundaknya dengan tangan yang lain saling menggenggam. Kinal menggerakan kakinya seirama musik yang melantun tenang.

Tubuh Kinal semakin merapat pada Veranda, "Kamu lupa ada aku di sini?" bisiknya tepat ditelinga Veranda.

Veranda membuka mulut hendak mengatakan sesuatu tapi Kinal sudah lebih dulu menghempaskan tubuhnya menjauh lalu ditarik kembali hingga tubuhnya mendarat tepat di lengan Kinal. Wajah mereka terikat oleh jarak yang sangat dekat. Suara musik, teriakan juga tepuk tangan seakan tidak bisa mengalahkan suara gemuruh jantung di dada mereka masing-masing.

"Hargain aku." Kinal menegakan kembali tubuh Veranda kemudian mendorong tubuhnya sampai berputar satu keliling dan ditarik kembali ke arahnya. Kinal merangkulkan sepasang tangannya di perut Veranda, dadanya menempel erat di punggung kekasihnya itu.

"Apa yang kamu pikirin?" bisik Kinal sambil menggerakan kakinya ke samping, "aku gak berani ngajak kamu dansa di depan semua orang? Aku gak sepengecut itu." Kaki Kinal bergerak dengan lihai layaknya penari sungguhan.

Shani mimicingkan matanya memandangi wajah gugup Veranda juga wajah dingin Kinal yang sama percis dengan Viny jika sedang emosi. Ia tersenyum penuh arti lalu tangan jahilnya mengganti musik yang sebelumnya mengalun tenang kini semakin cepat temponya.

Secara otomatis Kinal mendorong tubuh Veranda lalu menari dengan satu tangan yang masih saling menggenggam, tempo gerakan mereka semakin cepat seiring dengan musik. Nafas Veranda sudah sedikit memburu karena tak kuat mengimbangi pergerakan Kinal.

"Kak Kinal, gilaaaaa." Shani berdecak kagum memandangi Kinal.

"Di Bandung dia sering jadi Juara dance," ucap Viny santai sambil meneguk minumannya.

Gerakan terakhir, Kinal mengangkat tangannya tepat dipuncak kepala Veranda dan memutar tubuh Veranda dengan gerakan cepat. Tamu yang sebelumnya berniat mengikuti Veranda kini malah terpaku melihat pertunjukan yang Kinal tunjukan. Tubuh Veranda masih berputar dengan tangan yang terangkat menggenggam tangan Kinal.

"Bisa mati kakak gue," gumam Shani mematikan musik.

Tubuh Veranda terhempas lemas ke dalam dekapan Kinal bersamaan dengan musik yang berhenti. Veranda memejamkan matanya sejenak mengatur nafasnya yang terengah. Untuk beberapa saat ia melupakan di mana ia berada, memasrahkan punggungnya di dada Kinal. Tangannya menggenggam erat tangan Kinal yang melingkar di perutnya.

"Ma-maafin aku," ucap Veranda dengan deru nafas yang masih memburu. Ia juga bisa merasakan nafas Kinal turun dengan tergesa-gesa di leher dan tengkuknya.

"Hebat!"

Suara riuh tepuk tangan terdengar ke setiap penjuru ruangan. Kinal tersadar dan sedikit mundur untuk menjaga jaraknya dengan Veranda. Ia menoleh, mendapati Fauzi yang tengah tersenyum bangga tanpa berhenti menepuk tangannya. Dengan kikuk, Kinal membalas senyuman itu lalu mengantup matanya sejenak menyadari apa yang baru saja ia lakukan.

"Kamu hebat banget, Nal. Belajar nari dari siapa?" tanya Fauzi menepuk-nepuk pundak Kinal dengan lembut kemudian mengalihkan pandangannya pada Julian, "Gak kaya kamu, payah."

"Yaampun Om, anak SMP disuruh dansa sama kak Ve yang udah tua." Benar dugaan Veranda, pemuda ini masih sangat muda.

"Siapa yang lo bilang tua?" tanya Veranda sedikit sinis. Tentu mengundang tawa Fauzi dan Kinal.

"Dia masih SMA," ucap Fauzi menggeleng-gelengkan kepala.

"Kok mukanya boros ya, Om?" Julian memperlihatkan wajah polosnya. Di saat seperti ini, baru terlihat bahwa umur Julian masih sangat kecil.

"Ah terserah." Veranda mendelik malas pada Julian kemudian merangkul pinggang Kinal, "Ve ke belakang dulu ya Pa."

Fauzi mengangguk, "Iya. Nal, di belakang anak Om jangan diputer-puter lagi nanti mabok," candanya diiringi oleh tawa kecil mengingat kejadian tadi.

"I-iya, om," balas Kinal tersipu malu.

"Kita dansa yu kak?" ajak Shani.

Viny menaikan sebelah alisnya menatap Shani, "Apa banget deh," ucapnya sambil menyusul langkah Kinal dan Veranda ke belakang.

"Ih nyebelin." Shani menghentak-hentakan kedua kakinya kesal lalu menyusul langkah Viny sambil terus merengek sama seperti saat ia meminta jajan pada Viny di Bandung. Namun untuk kali ini, Viny tidak akan mau mengabulkan permintaan Shani sekalipun Shani menangis selonjoran.

"Kamu marah?" tanya Veranda saat langkahnya sampai di taman belakang. Desau angin yang berembus kencang menyapanya, membuat tubuh yang sebelumnya berkeringat kini berangsung segar. Veranda merentangkan tangannya lebar-lebar membiarkan angin mengeringkan tubuhnya yang berkeringat. Matanya terpejam ikut menikmati udara malam ini.

"Aku gak marah, aku cuma kesel tapi gak tau sama siapa." Kinal menarik napas dalam lalu diembuskan keras seakan tengah menerbangkan semua emosi yang membelenggunya bersama angin kecang ini. Perlahan, emosinya meredam saat merasakan pelukan erat Veranda dari samping. Emosinya dibuat kerdil oleh sentuhan ini. Kinal selalu kalah.

"Maaf," lirih Veranda pelan.

"Bukan salah kamu kok." Kinal menunduk sedikit, menatap wajah Veranda yang berada tepat di dadanya. Ia mulai melunakan tatapannya kemudian memberikan senyum terbaiknya pada Veranda, "Mungkin aku yang terlalu cemburuan."

"Nal," seru Veranda menjatuhkan pandangannya pada bibir Kinal. Kinal semakin melebarkan senyumannya lalu mendekatkan wajahnya pada Veranda dengan mata yang mulai terpejam.

"Kak Viny aku mau dansa pokoknya!"

Kinal mengerang kesal dan langsung menjauhkan wajahnya dari Veranda, "Kenapa akhir-akhir ini mereka selalu ganggu kita?"

"Ya udah gapapa, terusin aja. Tadi mau ngapain?" Veranda tersenyum menggoda sambil mengeratkan pelukannya saat hawa dingin mulai merengkuh tubuhnya yang tak dilapisi oleh Jaket.

"Wah nantangin nih?" Kinal ikut tersenyum mengerlingkan matanya sambil kembali mendekatkan wajahnya pada Veranda. Ia tidak main-main, bibirnya menyapu lembut bibir ranum Veranda. Kehangatan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Kinal memeluk tubuh Veranda lalu mengeratkannya.

"Kamu harus ngerti dong, aku gak suka dan---astaga." Viny terpekik melihat Kinal dan buru-buru membalikan tubuhnya menghadap Shani yang masih berjalan ke arahnya. Dengan cepat ia berjalan menjauhi Kinal dan Veranda lalu merangkul bahu Shani, "Yu yu kita dansa," ucapnya sambil membalikan tubuh Shani agar tidak melihat ke arah mereka berdua.

"Tapi bukannya kamu gak mau?" Shani berusaha mendongak kebelakang melihat pada Veranda dan Kinal dengan rasa penasaran karena posisi mereka yang sangat dekat.

"Dansa aja yu." Viny terus berusaha menggiring tubuh Shani sambil terus menggerutu dalam hati merutuki Kinal yang sempat-sempatnya melakukan itu. Bagaimana jika ada yang melihat?

"Kita dansa muter-muter ya kak?"

"Iya kita muter-muter kaya mereka. Yu cepet jalannya."

Kinal melepaskan bibirnya lalu tertawa puas mendengar pembicaraan dari Shani dan Viny yang menurutnya sangat lucu, "Adek kamu tuh, aku liat-liat ngebet banget sama adek aku."

"Satu sama. Kakaknya Viny ngebet banget sama aku." Veranda mencolek hidung Kinal.

"Dih colek-colek. Centil banget, sana ah." Kinal mendorong tubuh Veranda menjauh dari dekapannya.

"Ya udah aku centil sama Julian ya."

Kinal tertawa keras, "Bocah ingusan itu? Gih sana, paling kamu dianggep emak-emak."

"Kok bisa cemburu sama bocah ingusan?" Veranda mengalungkan tangannya di leher Kinal. Ia tersenyum menatap Kinal dengan tatapan penuh kuasanya.

'Ah, sial' Kinal mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jatungnya berdentum hebat bahkan lebih keras dari suara musik di dalam. Entah kenapa ia selalu lemah jika melihat tatapan menggoda Veranda yang seperti ini.

"Jawab dong. Kok diem aja sih?"

"Gak."

"Sayang."

"Bodo."

"Ya udah aku masuk lagi ke dal---"

"Sekalipun dia anak SD, kalo dia nyentuh kamu lebih dari yang seharusnya, aku bakal cemburu." Kinal kembali menatap Veranda dengan tatapan dalamnya. Veranda meneguk ludahnya, seakan mendapat serangan balik lewat tatapan itu.

"I-iya." Veranda tersenyum lalu mundur satu langkah, "Dingin. Yu masuk lagi."

"Anak saya yang bungsu juga mau nunjukin bakatnya. Ini ceritanya dia gak mau kalah sama kakaknya."

Shani merengut kesal mendengar ucapan Fauzi. Padahal niatnya masuk ke dalam untuk berdansa agar bisa berputar seperti Veranda(?) Namun ia malah disuruh memainkan alat musik yang sudah bertengger di stage kecil itu.

"Aku kasih hadiah kalo kamu mau nyanyi satu lagu khusus buat aku," bisik Viny tepat di samping Shani.

Seperti mendapat suntikan semangat, Shani mengangguk kemudian berjalan anggun menuju stage. Seperti biasa, pujian akan kecantikannya terdengar beberapa kali dari bibir pemuda bahkan gadis-gadis yang berada di sini. Viny melipat ke dua tangannya sambil tersenyum-senyum sendiri merasa senang karena Shani tidak melirik ke arah mereka sedikitpun.

Shani duduk di depan Piano berwarna hitam, jari-jari tangannya yang putih mulai terangkat menekan tuts. Sejenak ia menarik napas dalam untuk meredam rasa gugup. Sebelumnya ia hanya pandai bermain Piano, suaranya bisa disebut biasa saja jika dibandingkan dengan suara Veranda yang sangat lembut.


Ucapkanlah kasih satu kata yang kunantikan

Sebab ku tak mampu membaca matamu, mendengar bisikmu

Nyanyikanlah kasih senandung kata hatimu, sebabku tak sanggup mengartikan getar ini

Sebabku meragu pada dirimu


Mengapa berat ungkapkan cinta? Padahal ia ada

Dalam rinai hujan, dalam terang bulan, juga dalam sedu sedan

Mengapa sulit mengaku cinta? Padahal ia terasa

Dalam rindu dendam, hening malam

Cinta terasa ada


Masih menekan tuts piano dengan lihai, Shani menyempatkan diri untuk menatap Viny sambil tersenyum penuh arti. Viny jadi salah tingkah dan buru-buru menunduk tidak berani membalas tatapan yang seakan penuh tuntutan itu. Lagi-lagi Shani meminta untuk mengungkapkan semua perasaannya. Untuk saat ini Viny masih ragu, bahkan tidak punya keberanian untuk mengatakan cinta. Mungkin ia masih butuh waktu entah sampai kapan.


Mengapa sulit mengaku cinta?

Padahal ia terasa

Dalam rindu dendam, hening malam

Cinta terasa ada


TBC

Continue Reading

You'll Also Like

346K 6.8K 15
DON'T BE PLAGIARISM! Jangan lupa krisar, vote, dan follow ya Isinya one shoot jorok dengan pair jaeyong. (boyxboy, boyp, gs, nano-nano pokoknya) Ada...
155K 25K 46
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
233K 24.8K 27
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...