Met pagi~ Gud morning~ Ohayōgozaimasu~ 좋은 아침~ 🤍💜
Part terakhir sebelum epilog nanti malem yah, publish-nya~Abis itu aku hibernasi lagi, nulis extra part 🤭😆
KIRANA BANGSKSJDFBSAT!!! maki Nayara dalam hati.
Oke, Nayara tahu Kirana tidak dengan sengaja melakukan itu –membongkar kalau sebenarnya Nayara cemburu, toh Nayara juga tidak pernah cerita pada Kirana kalau dia cemburu pada Ilana–, tapi kenapa timing-nya bisa sangat pas seperti ini? KENAPA? KENAPAA?!?
Lalu, mau tahu yang lebih menyebalkannya lagi? Setelah berteriak membongkar rahasianya, wanita yang berstatus sebagai sahabatnya itu langsung buru-buru pamit pergi meninggalkan Nayara sendiri bersama dengan rasa malu yang muncul akibat ulah mulutnya dan membuat Nayara harus terjebak di dalam situasi canggung seperti sekarang ini.
"Kamu beneran cemburu?" tanya Arsen lagi dan dari nada suaranya Nayara tahu kali ini Arsen bertanya sambil tersenyum.
Huaaaaa~! Nayara benar-benar ingin kabur, menghilang, pergi atau apapun nama lainnya itu dari hadapan Arsen sekarang juga. Namun, sebesar apapun keinginannya untuk kabur, menghilang dan pergi, dia tidak bisa melakukannya. Ingat posisi terakhir Nayara saat Kirana datang? Nah, posisi itu yang membuatnya sulit melepaskan diri dari Arsen. Arsen semakin mengunci kedua tangannya yang berada di pinggang Nayara saat Nayara berusaha melepaskan diri. Posisi yang sangat tidak menguntungkan dan tenaga besar yang dimiliki laki-laki itu adalah paket komplit yang sangat ampuh menahan Nayara untuk tidak ke mana-mana dan mau tidak mau menerima nasibnya. Arrghh!! Kenapa jadi begini sihh?!?
Alih-alih langsung menjawab dengan jujur pertanyaan Arsen, Nayara lebih memilih diam dan mengalihkan wajahnya dari Arsen. Dia tidak sanggup menatap Arsen saat ini, dia terlalu malu. Nayara terus diam dan tidak menatap Arsen sampai sebuah elusan lembut menyapu pipinya.
"Ini kenapa merah? Minta dicium yah?" tanya Arsen pelan sambil tangannya terus mengelus pipi Nayara.
Ucapan Arsen membuat Nayara refleks langsung menolehkan kepalanya dan menatap Arsen waspada. Kedua tangannya juga refleks terangkat menutupi pipinya yang ternyata tanpa dia sadari memerah. Melihat reaksi Nayara yang langsung waspada dan menutupi pipinya itu membuat Arsen tidak bisa menahan kekehannya dan dengan cepat menarik Nayara ke dalam pelukannya. Lalu, tanpa menutupi sedikit pun nada gemas dalam suaranya, dia berkata, "Kamu tuh kenapa gemesin banget sih??"
Setelah itu, tidak ada yang berbicara lagi. Arsen masih terus memeluknya dan Nayara tidak membalas apapun lagi. Dia hanya diam dan menerima pelukan Arsen. Hanya menerima, tidak membalas. Kedua tangannya yang seharusnya dia lingkarkan di pinggang Arsen sebagai balasan, dia gunakan untuk menggenggam kedua ujung kaus Arsen.
Sudah lewat 5 menit dan Arsen masih belum melepaskan pelukannya. Mau sampai kapan sih Arsen memeluknya? Jujur, Nayara mulai pegal berdiri. Karena tidak ada sedikit pun tanda-tanda Arsen akan melepaskan pelukannya, terpaksa Nayara yang harus berinisiatif duluan. Namun, saat kedua tangannya yang berada di samping kanan-kiri pinggang Arsen mulai mendorong tubuh Arsen, Arsen membuka suaranya.
"Kirana ngomong apa aja?" tanyanya pelan.
Otomatis, Nayara menghentikan gerakannya. Belum sempat Nayara menjawab, Arsen melonggarkan pelukannya, menatap tepat ke dalam matanya dan kembali berbicara, "Jangan berusaha menghindar lagi. Aku mau kesalahpahaman kita cepet selesai. Aku gak suka lama-lama di situasi kayak gini sama kamu. Kamu juga gak suka kan?"
Nayara menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Lalu, Arsen melanjutkan lagi, "Oke, sekarang bilang, Kirana bilang apa aja sampai kamu cemburu?"
"Kamu bakal marahin Kirana setelah ini?" Nayara masih belum menjawab dan malah balik bertanya pada laki-laki yang sedang menatapnya intens.
"Tergantung"
"Jangan marahin dia"
"Kenapa aku gak boleh marahin Kirana? Dia udah buat pacar aku cemburu karena ucapannya sampai pacar aku menghilang seharian dan jalan sama cowok lain. Kenapa aku gak boleh marahin dia?"
Nayara menarik napas, lalu menghembuskannya pelan dan membalas dengan nada lelah yang kentara, "Kirana gak sepenuhnya salah".
"Kirana salah atau nggak, biar aku yang menilainya sendiri setelah dengar cerita kamu. Jadi, ayo mulai ceritanya" sahut Arsen dan Nayara bisa mendengar kalau keputusan laki-laki itu tidak bisa diganggu gugat.
"Aku akan cerita, tapi bisa aku cerita sambil duduk. Aku pegel daritadi berdiri terus"
Lalu, tipikal Arsen yang tidak bisa sedetik pun tidak menggoda Nayara, dia mengambil kesempatan ini untuk menggoda Nayara lagi dengan berkata, "Kamu pegel? Perlu aku gendong sampai ke sofa?"
Seperti yang selalu dilakukannya saat Arsen mulai menggodanya, Nayara memutar kedua bola matanya, "Nggak. Makasih."
Arsen tertawa kecil mendengar respon jutek Nayara, lalu melepaskan lilitan tangannya di pinggang Nayara dan mereka berjalan beriringan ke arah sofa. Setelah sudah duduk berhadapan satu sama lain, Nayara pun mulai menceritakan semua percakapannya dengan Kirana yang membuatnya berpikiran yang tidak-tidak tentang hubungan Arsen dengan Ilana.
"Udah aku putuskan. Aku harus marahin Kirana" ucap Arsen ketika Nayara sudah menyelesaikan ceritanya.
"Ck, Ar! Kan udah aku bilang, Kirana gak sepenuhnya salah. Jangan marahin dia" sahut Nayara cepat. Lalu, dengan mengalihkan pandangannya pada layar TV yang gelap, Nayara melanjutkan, "Tanpa Kirana bilang kayak gitu sebenarnya aku juga udah... cemburu. Cuma aku terlalu... gengsi... untuk mengakuinya"
"Gak usah senyum-senyum!" ujar Nayara ketus. Nayara sudah curiga karena tidak mendapat balasan apapun dari Arsen dan benar saja, ketika dia melirik Arsen, dia menemukan laki-laki itu sedang tersenyum sambil menatapnya.
"Jadi sekarang kamu ngaku kalau cemburu?" tanyanya. Tentu saja masih dengan senyum –yang di mata Nayara menyebalkan– terukir di bibirnya.
"Iya. Kenapa? Gak suka?" Tidak seperti sebelumnya di mana dia selalu mengelak dan tidak menjawab, kali ini Nayara menjawab, mengiyakan pertanyaan Arsen.
"Suka. Kalau gak suka, gak mungkin aku senyum-senyum kayak gini kan?" Arsen menyahut cepat seraya membawa tangan Nayara yang sedari tadi digenggamnya ke bibirnya dan mengecupnya lembut. "Ini pertama kalinya kamu cemburu sama aku. Masa aku gak suka"
Sial! Nayara salah tingkah. Diperlakukan seperti ini, dia menjadi salah tingkah. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat dan pasti pipinya juga memerah lagi. Arsen memang sangat jago membuatnya tidak bisa berkata-kata seperti ini.
"Tapi, aku boleh minta sesuatu?"
"Apa?"
"Seandainya di masa depan kamu cemburu lagi, jangan menghilang tiba-tiba tanpa kabar lagi" ucapnya lembut dengan mata sendu menatap tepat ke dalam mata Nayara. "Kalau kamu butuh waktu sendiri, bilang, aku akan kasih waktu kamu sendiri. Oke?"
Seakan dihipnotis oleh mata sendu dan suara lembut itu, Nayara menganggukkan kepalanya.
"Jadi, kita udah baikan kan? Atau masih ada yang mengganjal di hati kamu yang mau kamu tanyain?" tanya Arsen lagi.
Nayara menimbang-nimbang, haruskah dia bertanya tentang 'itu'? Hubungannya baru saja membaik, tapi jika tidak bertanya sekarang, kejadian seperti ini akan terulang lagi.
Oke. Baiklah. Nayara memutuskan untuk bertanya saja daripada menjadi boomerang di masa depan nantinya.
"Kamu... bener-bener gak pernah punya perasaan lebih ke Ilana?" tanya Nayara, yang kemudian langsung dijawab oleh Arsen, "Gak".
"Gak pernah suka sama Ilana?" tanya Nayara lagi. Nayara masih belum puas dengan jawaban Arsen. Meskipun laki-laki dihadapannya menjawabnya dengan cepat dan sangat yakin, Nayara masih belum percaya. Masa sih Arsen gak pernah sekali pun naksir Ilana? Dia dan Ilana kan sangat-sangat-sangat dekat dan hampir dijodohkan, masa gak pernah suka sama sekali?
"Gak" Arsen menjawab. Lagi-lagi dengan jawaban yang sama dan tidak ada keraguan sedikit pun ketika mengucapkannya.
"Sama sekali?"
"Iya"
"Sedikit pun?"
Arsen menganggukkan kepalanya.
"Masa sih? Kan kamu deket banget gitu sama Ilana. Masa gak pernah ngeliat Ilana lebih dari sepupu?"
Arsen terkekeh sebentar, "Gak pernah, sayang" dan kemudian balik bertanya, "Kamu kenapa sih? Kok seakan-akan pengen banget aku jawab 'iya'?"
"Bukan begitu. Cuma... aneh aja"
"Aneh gimana?"
"Yah, aneh. Kamu deket banget sama Ilana. Pernah hampir dijodohin. Terus pas kamu tau kalau kamu mau dijodohin sama Ilana, kamu juga gak nolak-..."
"Kata siapa aku gaknolak?" ujar Arsen memotong ucapan Nayara. "Aku tolak ide perjodohanitu"