Lotus Perak

By limahlizy

11.7K 2K 212

Genre Romance Wuxia ❤ Murni karya imajinasi sendiri [BUKAN NOVEL TERJEMAHAN] *Wajib Follow terlebih dahulu! ... More

PROLOG
#01. Awal Pertumpahan Darah..
#02. Siapa Shangguan Zhao??
#03. Janji dan Sumpah!
#04. Memulai Tujuan..
#05. Pemuda yang aneh!
#06. Diakah Orangnya?!!
#07. Suasana Baru..
#08. Rasa Trauma..
#09. Seni Bela Diri..
#10. Identitasku..
#11. Anggur Penenang..
#12. Festival Lampion..
#13. Tes Uji Pertarungan..
#14. Rencana Serangan..
#15. Emosional..
#16. Kebencian Mendalam..
#17. Ungkapan Cinta?
#18. Pertolongan Li heeng..
#19. Plakat Klan Lin..
#20. Kepercayaan..
#21. Misi di Desa Naogui..
#22. Ilusi Misterius..
#23. Kebenaran Masa Lalu..
#24. Serangan Changyi..
#25. Nafas Buatan..
#26. Roh Ganas..
#27. Pengorbanan Zhishu..
#28. Rasa Bersalah..
#29. Kesedihan Mendalam..
#30. Tekad Li heeng..
#31. Hal Mengganjal..
#32. Rambut Putih?
#33. Janji Anming..
#34. Sampai Jumpa..
#35. Perasaan Berlebihan...
#36. Ketidakberdayaan..
#37. Kejutan dari Xulan..
#38. Ilmu Memanah..
#39. Firasat Aneh..
#41. Hubungan Berakhir..
#42. Melupakan..
#43. Lentera Lucu..
#44. Pertemuan & Benci.. 🔞
#45. Rencana Gagal.. 🔞
#46. Rasa Penasaran..
#47. Timbul Kerinduan..
#48. Luka Lama..
#49. Segel Daerah..
#50. Tolakan.. 🔞
#51. Simbol Bintang Emas..
#52. Perlahan Terjawab..
#53. Wǒ ài nǐ - 我爱你 ❤
#54. Tertangkap.. 🔞
#55. Jinxu cang Agung..
#56. Tolong Aku, Xulan..
#57. Sikap Perhatianmu..
#58. Aku Di Sini, Li heeng..
#59. Dewi Keabadian..
#60. Sebuah Perjodohan..
#61. Pernyataan Cinta..
#62. Luka Yang Tak Seberapa..
#63. Sebuah Lamaran..
#64. Tuan Putri Chonzue..
#65. Pertemuan Yang Asing..
#67. Kau Pengkhianat..
#68. Aku Mencintaimu..

#40. Penyesalan Terbesar..

90 22 6
By limahlizy

Esoknya Li heeng berdiskusi bersama Feng xi, Fu rong dan Wuyao.

"Ke Gunshang? kenapa mendadak?" saut Feng xi terheran.

"Awalnya aku tidak ingin menyusul, tapi kelihatannya kita perlu mengetahui bagaimana keadaannya sekarang" ujar Li heeng.

"Memang benar, jika kita tidak menyusul Anming, kita tidak akan tau apa yang dia lakukan di Gunshang" ujar Fu rong.

"Itu dia, kalau gitu Fu rong dan Feng xi? kalian maukan temani aku?" ujar Li heeng

"Kau tenang saja, kapan kita berangkat?" tanya Fu rong.

"Besok, dan untuk Wuyao, kau tetaplah di sini, tolong pantau Minghao" pinta Li heeng.

"Tenang saja" ujar Wuyao.

Di kediamannya, Li heeng mempersiapkan beberapa barang kecil yang ingin dia bawa. Usai berberes, ia pun duduk merenungkan sesuatu.

"Kenapa akhir-akhir ini perasaanku tidak enak?" batinnya.
..

Di istana, Changyi terburu-buru datang menemui Jinxu cang di kediamannya. Saat ia datang, Jinxu cang tengah menikmati arak dengan di temani beberapa gadis cantik di sekelilingnya.

"Ada apa Changyi?" tanya Jinxu cang.

"Yang mulia, beberapa wilayah sudah dalam naunganmu, dan sebentar lagi merembet ke daerah lainnya. Tapi untuk pemerintahan di bagian dalam, sedikit sulit untuk mengambil alih karena Kaisar masih memantau ketat" jawab Changyi.

"Benarkah? tak masalah. Perlahan saja" ujar Jinxu cang.

"Baik. Emm.. yang mulia? beberapa waktu lalu, Jinhou sempat menguntit kemanapun hamba pergi, sepertinya dia mulai curiga" ujar Changyi.

"Jinhou? jadi dia mau ikut campur?" batin Jinxu cang sambil meneguk secangkir araknya.

••

Esoknya Li heeng, Fu rong dan Feng xi berpamitan pada Shangguan Zhao, Ling fei dan Wuyao.

"Kami pergi dulu untuk beberapa hari, guru? tolong jaga Minghao" ujar Li heeng dan Shangguan Zhao menganggukkan kepala.

"Jika ada hal serius yang terjadi di Gunshang, cepat beri kabar pada kami" ujar Ling fei. Li heeng mengangguk lalu mereka bertiga melangkah pergi.

Setelah keluar dari gerbang perguruan Fungyao, Feng xi menghela nafas dan merasakan udara kebebasan.

"Sudah lama kita tidak jalan-jalan begini. Mari kita manfaatkan waktu ini dengan baik" ucap Feng xi

"Hhhh… dasar!" celetuk Fu rong.

"Apa? kenapa? apa aku salah bicara?" ujar Feng xi dan Fu rong mengabaikan.

Perjalanan yang mereka tempuh cukup jauh. Membutuhkan waktu 2 hari untuk sampai ke Gunshang. Di tengah perjalanan, Li heeng mengajak Feng xi dan Fu rong untuk berhenti sejenak dan mampir ke salah satu kedai.

"Lebih baik kita isi tenaga terlebih dahulu sebelum menempuh perjalanan jauh" ujar Li heeng.

"Kenapa kau memilih kedai ini?" tanya Feng xi.

"Percayalah makanan di sini sangat enak" ujar Li heeng.

Setelah itu, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan. Sampainya di dekat dermaga, Li heeng, Fu rong dan Feng xi berhenti sejenak memandangi laut luas.

"Hhhh… pemandangan yang sangat indah dan sejuk" ucap Fu rong.

"Oh ya, kau tidak mengirim surat tertutup untuk Anming?" ujar Feng xi.

"Aku sudah mengirim kabar pada Anming semalam, tapi tidak ada jawaban" ujar Li heeng.

"Anak itu benar-benar kelewatan! Awas saja jika aku bertemu dengannya nanti, akan kujambak rambut mulusnya itu" ujar Feng xi membuat Li heeng dan Fu rong tertawa.

Di tengah asiknya berbincang lucu, Li heeng mendengar beberapa penduduk di situ berkerumun dan membicarakan tentang klan Hao.

"Apa kalian sudah mendengar kabar?"

"Kabar apa?"

"Kabar jika klan Hao saat ini sedang mempersiapkan sebuah acara besar!"

"Acara besar? wahh.. ada apa dengan sekte mereka? kenapa mengadakan acara besar begitu?"

"Aku juga tidak tau acara apa. Aku habis mencari rempah di sana dan mendengar kabar itu."

Feng xi dan Fu rong ikut menoleh ke arah beberapa penduduk itu, dan  mendengar bisikan mereka. Tentu Feng xi terkejut dan menatap bingung pada Li heeng. Sedangkan Li heeng hanya diam dengan wajah datarnya memandangi lautan.
.

Kemudian ia berjalan mendekat ke tepi dermaga itu dan berjongkok lalu menadah segenggam air dengan tatapan kosong. Air yang tumpah dari genggamannya itu ibarat air mata kerinduannya yang tertahan selama ini.

"Kau juga mendengarnya Li heeng?" ujar Feng xi.

"Aku mendengarnya" jawab Li heeng.

"Klan Hao mengadakan acara besar? kenapa Anming tidak memberi kabar pada kita?" ujar Fu rong.

"Tapi, kira-kira acara apa? kelihatannya bukan acara biasa" ujar Feng xi.

"Mungkin acara milik pamannya?" ujar Fu rong mencoba berpikir positif.

"Kalau gitu, ayo percepat tujuan kita agar sampai di sana secepatnya" ujar Li heeng sembari berdiri.

Mereka bertiga langsung menaiki perahu berukuran sedang untuk melewati laut agar sampai ke Gunshang. Di kediaman klan Hao, paman Xun datang membawakan pakaian yang akan Anming kenakan di upacara besok. Namun saat pamannya datang, Anming sama sekali tidak memperdulikan. Ia hanya sibuk dengan lukisannya.

"Jangan tunjukkan sikapmu yang seperti ini di upacara besok" ucap paman Xun dan Anming sama sekali tidak menggubris.

Paman Xun menghela nafas panjang lalu pergi dari situ. Di sisi lain, kedua orang tua Jiayi tengah melihat putrinya itu mengenakan jubah pernikahan yang akan di pakai besok.

"Suamiku, coba lihat? putri kita cantik sekali" ucap ibu Jiayi.

"Tentu saja, aku jadi tidak sabar melihatnya duduk berdampingan dengan Anming" ujar ayah Jiayi dan raut wajah Jiayi hanya datar dan murung.

Saat sore hari menjelang senja, Li heeng, Feng xi dan Fu rong akhirnya sampai di salah satu kota kecil milik Gunshang. Tidak seramai Xunmeng, tapi cukup menarik perhatian bagi siapapun yang baru pertama kali datang ke sana.

"Akhirnya kita sampai, tapi hari sudah menjelang malam, lebih baik kita cari penginapan di sekitaran sini" ucap Fu rong.

"Benar. Kalian tunggu sebentar, biar aku yang bertanya pada penduduk di sini" ujar Feng xi lalu pergi mencari penginapan.

"Eum.. Li heeng? apa kau tidak kepikiran? kira-kira, klan Hao sedang mengadakan acara apa ya?" ujar Fu rong.

"Aku tidak tau harus menebak apa, aku pun bigung dan sedikit kesal pada Anming" ujar Li heeng.

"Tapi bisa saja acara besar itu untuk mengangkat dia menjadi pemimpin klan Hao? bisa saja kan?" tebak Fu rong.

"Mungkin saja" ujar Li heeng terlihat lesu.

Tak lama kemudian, Feng xi pun kembali dan menemukan satu penginapan untuk mereka bertiga malam ini. Sampainya di penginapan itu, Li heeng dan Fu rong langsung menuju kamar penginapan, sedangkan Feng xi pergi keluar sebentar. Li heeng melangkah ke tempat tidurnya namun, tiba-tiba saja ia merasakan sakit yang amat sangat hebat di bagian kepala. Li heeng mendadak jatuh pingsan di tempat tidur itu. Fu rong yang sedang membersihkan meja di situ pun terkejut dan berlari mendekat.

"Li heeng!! kau kenapa? Li heeng!! buka matamu!!" teriak Fu rong sambil menepuk pelan pipi Li heeng berulang kali. "Duh! bagaimana ini??" batinnya khawatir.

Ia pun langsung mengucap mantra dan menegapkan tubuh Li heeng lalu duduk di belakangnya. Fu rong mencoba memulihkan tubuh Li heeng dengan kekuatannya. Setelah itu, ia membantu membaringkan Li heeng dan menarikkan selimut untuknya.

"Kelihatannya kesehatan Li heeng sedang menurun. Kenapa dia memaksakan diri begini?" batin Fu rong khawatir dengan kondisi Li heeng.

Saat Feng xi kembali ke peginapan itu, ia melihat Fu rong tengah berdiri menunggunya.

"Fu rong? ada apa?" ucap Feng xi.

"Kelihatannya Li heeng sedang sakit sekarang" ujar Fu rong.

"Apa?!" ujar Feng xi langsung berlari untuk melihat kondisi Li heeng. Ia duduk di sampingnya lalu menyentuh dahi Li heeng.

"Dia sedang demam" ujar Feng xi lalu mengukir kalimat berupa mantra yang kemudian di tempelkan tepat di dahi Li heeng.

"Biarkan dia istirahat, besok keadaannya akan membaik" ujar Feng xi dan Fu rong mengangguk. Setelah itu Feng xi kembali ke kamarnya. Fu rong menutup pintu kamar Li heeng dan pergi ke kamarnya sendiri.

•••
________________________________
*Baca part di bawah ini dengan musik  OST. Mộng Hồi Đại Thanh - VÌ NGƯỜI MÀ ĐẾN - Viên Á Duy 🎵
________________________________

Paginya, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan, dan di sebuah jembatan besar, mereka bertiga berhenti sejenak memandangi suasana di sana. Li heeng melamun menatap arus air di bawah jembatan itu, kemudian Fu rong mendekat dan menyentuh dahi Li heeng.

"Hmm.. kelihatannya demam mu sudah turun" ujar Fu rong.

"Kau ini kenapa? aku baik-baik saja" ujar Li heeng.

"Semalaman kau membuatku khawatir" ujar Fu rong.

"Li heeng? tadi aku bertanya pada satu penduduk di sini dan katanya kita harus belok ke kanan dan lurus. Jalan itu akan membawa kita sampai ke kediaman klan Hao" ujar Feng xi.

"Benarkah? tapi, apa masih jauh dari sini?" tanya Li heeng.

"Sedikit jauh, tapi itu tidak akan terasa" ujar Feng xi.

"Ayo, tunggu apalagi?" ujar Fu rong.

Di aula utama klan Hao terlihat sangat ramai, dan banyaknya tamu undangan dari semua rekan paman Xun. Segala persiapan juga telah siap. Di sebuah kediaman khusus, Anming hanya berdiri melamun menatap langit. Saat itu, ia juga sudah siap mengenakan jubah pengantinnya. Anming meneteskan air mata dan menunduk sedih.

"Li heeng? kau sedang apa sekarang?” ucapnya. "Maafkan aku" batinnya.

Kemudian salah satu juniornya datang dan memberitahukan jika paman Xun sudah menunggunya karena rombongan Jiayi juga telah tiba. Saat juniornya itu mendekat, Anming justru melangkah mundur dan memintanya untuk menjauh.

"Kau pergilah, aku akan ke sana sendiri" ujar Anming dengan ruat wajah dinginnya.

"Baik kak Anming" jawab juniornya itu lalu pergi.

Anming menahan semua amarahnya dan mengepal kuat jari tangannya. Ia risih dan membenci pakaian yang ia kenakan tersebut. Di samping itu, paman Xun terheran mengapa Anming tak kunjung datang dan ia bergegas menyusul. Saat paman xun berjalan tak jauh dari aula itu, Anming pun muncul. Paman Xun menghela nafas lega dan tersenyum melihatnya.

"Anming? Jiayi sudah menunggumu" ujar paman Xun dan tatapan Anming sangat sinis. Anming tetap berjalan ke aula dan mengabaikan paman Xun.

Beberapa pelayan di situ mengarahkan Anming untuk berdiri di depan pintu aula itu. Semuanya telah siap di posisinya masing-masing dan tengah menunggu kedatangan Jiayi serta keluarganya. Beberapa menit menunggu, Jiayi pun muncul dan melangkahkan kakinya masuk ke area tempat utama itu. Jiayi terlihat sangat cantik dengan gaun merah pernikahan, juga kain merah yang menutupi seluruh wajahnya. Kedua orang tua Jiayi melepaskan genggaman mereka dan membiarkan Jiayi melangkah sendirian.

Jiayi merasa sangat gugup dan takut. Langkahnya seolah terpatah-patah dan ia justru meremas kuat kain pita merah di tangannya yang sudah di bentuk bulat seperti bunga. Pandangan Anming sama sekali tidak mengarah pada Jiayi. Anming memalingkan wajahnya dan Jiayi pun berdiri tepat di hadapannya. Kemudian Anming menatap Jiayi dan tiba-tiba membayangkan jika seandainya yang ada di posisi itu adalah Li heeng.

"Anming? ayo genggam kain pita merah dari Jiayi dan masuk ke dalam bersama-sama" ujar paman Xun.

Anming terlihat sangat berat hati, dan terpaksa menggenggam kain pita merah yang merupakan simbol pernikahan itu, lalu berjalan bersama Jiayi. Semuanya pun ikut masuk ke aula utama dan ritual langsung di mulai.

Di sisi lain pada waktu yang bersamaan, tiba-tiba Li heeng mengeluh sakit di bagian dadanya.

"Feng xi, t-tunggu!" ujar Li heeng menyentuh dadanya dengan alis yang mengerut.

"Ada apa Li heeng? kau baik-baik saja?" ujar Feng xi.

"Li heeng? bagian mana yang sakit?" ujar Fu rong sambil memapahnya.

"Tiba-tiba terasa sakit sekali, aw!" jerit Li heeng. Feng xi dan Fu rong semakin panik dan mengajaknya duduk.

"Kita istirahat dulu, lalu lanjutkan perjalanan" ujar Fu rong.

"Tidak, kita tetap lanjutkan perjalanan" ujar Li heeng.

"Li heeng? jangan gila! kau sedang sakit, bagaimana bisa kita tetap lanjut?" ujar Feng xi.

"Aku baik-baik saja, hanya nyeri sebentar, ini sudah tidak sakit lagi" ujar Li heeng.

"Kau yakin?" ujar Feng xi.

"Aku yakin. Ayo, kita harus sampai secepatnya" ujar Li heeng.

"Kenapa kau jadi khawatir begini Li heeng? tenanglah, tidak perlu buru-buru" ujar Fu rong.

•••

Anming dan Jiayi meletakkan dupa itu lalu sujud sebagai bentuk rasa hormat pada arwah leluhur keluarganya dan juga sebagai permohonan restu. Setelah itu, Anming di minta memberikan satu tusuk konde kepada Jiayi sebagai salah satu tanda bukti pernikahan. Tangan Anming terlihat sangat lambat memberikan tusuk konde itu. Setelah Jiayi menggenggamnya, Anming kembali memalingkan wajah. Jiayi meneteskan air mata menyadari sikap ketus Anming tersebut.

Dan upacara pernikahan tersebut usai. Anming dan Jiayi resmi menjadi sepasang suami isri. Mereka berdua melangkah ke kursi singgah sana pernikahan dan duduk dengan anggun. Paman Xun tersenyum bahagia begitu pula kedua orang tua Jiayi. Semua yang hadir di upacara pernikahan itu memberikan ucapan selamat pada paman Xun dan juga orang tua Jiayi.

Meski wajah Jiayi tertutup kain merah, tapi ia terlihat menundukkan kepalanya dan sedikit bergeser menjauh dari Anming. Di samping itu, Li heeng, Feng xi dan Fu rong akhirnya sampai. Mereka bertiga tiba di depan gerbang utama klan Hao. Namun, saat tiba di sana, raut wajah Li heeng berubah bingung melihat sebuah acara besar yang sepertinya sedang berlangsung.

"Kelihatannya acara besar itu di selenggarakan hari ini" ujar Li heeng.

"Acara apa ya kira-kira?" ujar Feng xi penasaran.

"Ayo kita masuk" ujar Li heeng.

Saat hendak masuk melewati gerbang itu, mereka bertiga di tahan olah beberapa murid di situ namun, Feng xi memiliki akal. Ia meminta Li heeng dan Fu rong untuk menunggu. Feng xi menemui penjaga di gerbang itu dan berbincang sebentar untuk basa-basi. Dengan akal cerdiknya, ia pun berhasil lolos dan mengajak Li heeng serta Fu rong untuk masuk.
.
.
.
.
.

Bersambung...
Support Author dengan vote cerita ini, yuk jangan lupa klik bintang di bawah ini yaa.. 🙏

Xie.. Xie... 😘❤

Continue Reading

You'll Also Like

Won't Get Divorce! By Berry.

Historical Fiction

15.4K 2K 24
Ketika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak aka...
24.7K 5.5K 9
Sebagai gadis malas yang lebih suka duduk bahkan jika disuruh berdiri, Serayu merasa aturan wanita bangsawan tidak cocok untuknya. Karena itu, ketika...
Anak Buangan Duke By Luna

Historical Fiction

28.9K 5K 15
[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montros...
1M 92.6K 71
Seorang gadis berumur 17 tahun. meninggal karena tertabrak Lamborgini. ya, sangat elit memang. bisa bisanya ia tertabrak dengan Lamborgini. gadis itu...