Tentang RaSa |• [TERBIT]

By Helfy_an

1M 107K 34.6K

Terbit di PenerbitGalaxy *Part Lengkap SPIN OFF ZERGIO!!! (18+) Jadi orang ketiga? Oh tentu tidak. Sasa hanya... More

Prolog
RaSa |• 1
RaSa |• 2
RaSa |• 3
RaSa |• 4
RaSa |• 5
RaSa |• 6
RaSa |• 7 |17+
RaSa |• 8
RaSa |• 9
RaSa |• 10
RaSa |• 11
RaSa |• 12
RaSa |• 13
RaSa |• 14
RaSa |• 15
RaSa |• 16 | 18+
RaSa|• 17
RaSa |• 18
RaSa |• 19
RaSa |• 20
RaSa |• 21
RaSa |• 22
RaSa |• 23
RaSa |• 24
RaSa |• 25
RaSa |• 26
RaSa |• 28
RaSa |• 30
RaSa |• 31
RaSa |• 33
RaSa |• 34
RaSa |• 35
RaSa |• 36
RaSa |• 37
RaSa |• 38
RaSa |• 39
RaSa |• 40
RaSa |• 41
RaSa |• 42
RaSa |• 43
RaSa |• 44
RaSa |• 45
RaSa |• 46
RaSa |• 47
RaSa |• 48
RaSa |• 49
RaSa |• 50
RaSa |• 51
RaSa |• 52
RaSa |• 53 [END]
Epilog
TRaSa Lanjut ke?
Vote Cover
Spesial Chapter!

RaSa |• 29

16.9K 1.8K 456
By Helfy_an

Selamat malam!

Semoga tetap semangat menyambut chapter ini, meskipun ga ada plus²nya wkwk

Happy reading ♥️

______

Beberapa jam yang lalu, teman-teman Rafa dan Sasa telah kembali ke Jakarta. Meninggalkan kedua insan itu berdua, bisa dibilang honeymoon.

Saat ini Sasa tengah duduk dengan punggung bersender pada kepala ranjang kamar hotel mereka yang sudah tidak dihias dengan balon dan bunga lagi, karena sudah dibereskan.

Sedangkan Rafa saat ini tengah rebahan dengan menjadikan paha wanita itu sebagai bantalan. Matanya terpejam dengan wajah menghadap perut Sasa, tangannya pun melingkari pinggang istrinya.

"Mau jalan-jalan?" tanya Rafa masih dengan mata terpejam.

Sasa yang tengah mengelus kepala Rafa, terlihat berpikir sejenak. "Mau ke mana? Aku gak tau," jawab gadis itu dengan kening mengerut.

Mata Rafa sontak terbuka. "Gak mau kemana-mana? Kamu bebas minta ke mana aja aku turutin. Keluar negeri juga," ucap pria itu serius.

Mata Sasa mengerjap. "Kemana aja?" tanya nya terdengar tak percaya. Tapi Rafa malah mengangguk dengan wajah tenangnya.

Sasa berpikir sejenak. "Tapi aku gak tau mau kemana," jawab wanita itu tak kalah tenang.

"Gak ada negara impian?"

Sasa menggeleng. "Biasa aja. Maunya yang ada kamunya aja."

Rafa terkekeh. "Ke Paris? Atau ke mana?"

"Enggak mau Rafa. Mending kita balik aja ke Jakarta. Bantu-bantu Riana juga mau siapan nikahan dia. Lagian kamu gak mungkin ngasih Dion semua tugas kamu di sana kan? Aku juga ada butik. Gak mungkin Nanda yang handel terus," ucap wanita itu panjang lebar.

"Untuk jalan-jalan keluar negeri, aku gak tertarik. Beberapa tahun ini Papa bener-bener manjain aku dengan bebas traveling kemana aja. Tapi aku emang gak suka terlalu kemana-mana. Lebih suka di rumah," sambung Sasa dengan wajah serius.

Memang, Sasa lebih suka menghabiskan waktu sendiri di rumah jika tidak ada aktifitas dibandingkan keluar jalan-jalan meskipun ia sanggup ke negara mana saja.

Rafa tersenyum. Pria itu mengangkat kepalanya dan menarik tangan Sasa agar ikut rebahan. Sedangkan ia pindah ke samping wanita itu dan membawanya ke dalam pelukan.

"Kalo gitu kita buat si kecil Rafa Sasa aja gimana?" bisik Rafa sensual.

Mata Sasa membola. "Masih sakit loh Raf," peringat Sasa tajam.

Lagi-lagi kekehan kecil Rafa terdengar. "Lusa atau besok kita balik ke Jakarta?"

Sasa mengangguk. "Lusa aja. Besok kita belanja barang-barang couple ah," ucapnya semakin meringkuk masuk ke dalam pelukan Rafa. Menenggelamkan wajahnya ke dada pria itu.

"Masih sore. Kamu mau tidur?" tanya Rafa sesekali mengecup puncak kepala istrinya.

Sasa menggeleng. "Telfon Bunda Andrea ya? Aku belum ngabarin dia astaga!" seru Sasa panik.

Bunda Andrea. Beliau adalah wanita yang paling berjasa di hidup Sasa. Wanita itu adalah sahabat Mafyra sekaligus wanita yang merawat Sasa sejak bayi.

Andrea adalah ibu pengurus panti asuhan tempat Sasa dibesarkan sebelum keluarganya berkumpul dengan utuh seperti sekarang.

Rafa terkekeh. "Bunda udah tau kita nikah. Kamu kayanya gak sadar, Ghea Vidcall sama Bunda Andrea pas nikahan kita kemarin," terang Rafa panjang lebar.

Jangan heran jika Rafa cerewet. Es batu pasti mencair jika menemukan pawang yang tepat. Dan Sasa adalah pawangnya Rafa.

"Gak usah telfon deh. Nanti kita ke Panti kalo udah pulang dari sini," ucap Sasa memutuskan.

"Mending sekarang kita usaha lagi," gumam Rafa dengan mata yang tak lepas dari wajah sang istri.

"Usaha? Usaha apa? Kamu mau buat bisnis lagi?" tanya Sasa penuh rasa penasaran.

Rafa menggeleng dengan wajah datarnya. "Usaha buat versi kecil aku sama kamu hadir di sini," jawab Rafa dengan tangan yang ia letakan di perut Sasa dan mengelusnya sensual.

"Yang semalem gak puas juga?" Sasa menatap tak percaya pada Rafa.

Rafa mengerjap. "Gak tau. Gak puas-puas, mau terus," jawab pria itu jujur.

"Astaga Rafa!"

Pelukan Rafa kian erat. Pria itu beralih menurunkan sedikit posisinya dan berganti kepalanya yang tenggelam di dada Sasa.

"Elus," bisik Rafa serak. Tangannya membawa tangan Sasa untuk mengelus kepalanya.

Sasa terkekeh. "Manjanya," cibirnya pelan.

Rafa tak menjawab. Ia sibuk memejamkan mata dengan sesekali mengecup dada wanita itu yang terhalang baju.

"Mau jalan? Kemana gitu?"

"Kamu udah nanyain itu tadi loh."

"Siapa tau kamu bosan. Gak boleh bosan kalo sama aku."

Sasa mengernyit. Matanya melirik mata Rafa yang terpejam. Sepertinya pria ini mengantuk, karena itulah dia jadi bicara ngelantur.

Satu tangan Sasa yang menganggur, bergerak mengelus punggung Rafa. "Tidur aja ya? Kita kurang tidur dari semalem," bisik Sasa tepat di telinga Rafa.

"Hmm. Kapan sih sakitnya ilang?"

Sasa terkekeh tanpa suara. Rafa baru saja bergumam di tengah-tengah rasa kantuknya dan semakin mengeratkan pelukannya di pinggang sang istri. Begitupun wajahnya yang betah tenggelam di dada wanita itu.

***

Hari berganti hari, kini Rafa dan Sasa telah tiba di Jakarta. Mereka tidak berlama-lama di Bali karena memiliki kesibukan di Jakarta.

Selain itu, Sasa tidak mau terlalu membebankan Nanda mengurus butik. Termasuk Dion yang juga kena hukum, padahal laki-laki itu tidak salah apa-apa.

Saat ini Rafa tengah rebahan di atas ranjang dengan mata terpejam. Ia tidak tidur, hanya berisitirahat setelah menempuh perjalanan dari Bali ke Jakarta.

Sedangkan Sasa membereskan barang-barang yang mereka bawa. Termasuk barang-barang couple yang sempat mereka beli kemarin saat berbelanja. Serta barang-barang yang merupakan kado pernikahan dari teman-temannya dan juga beberapa tamu undangan saat itu.

Mata Sasa melirik beberapa tumpukan tas koper di dekat pintu walk in closet. Keningnya mengerut.

"Kok koper aku bisa di sini?" tanya Sasa tanpa menoleh pada Rafa.

"Rafa!" panggil Sasa karena tak kunjung mendapatkan jawaban.

Rafa bergerak membelakangi Sasa. "Ya kan kamu tinggal di sini," jawabnya acuh tak acuh. Sepertinya ia benar-benar lelah.

"Siapa yang mindahin?" gumam Sasa pelan. Sejujurnya, pertanyaan itu tidak begitu penting.

Menggedikkan bahunya acuh tak acuh. Sasa beralih menghampiri Rafa dan mengelus kepalanya. "Aku ke dapur ya?"

Rafa tak menjawab, tapi tangannya bergerak menarik tangan Sasa di kepalanya dan mengecup tangan wanita itu sekilas. Pertanda ia mendengarkan ucapan istirnya itu.

Sasa terkekeh pelan. Ia akhirnya memilih keluar kamar dan menuju dapur. Sasa harus memasak untuk makan malam mereka hari ini. Iya, sekarang sudah malam.

Untuk urusan Apartementnya. Biarlah Nanda yang menempati. Karena mulai sekarang, Sasa akan tinggal bersama Rafa. Bersama suaminya.

Senyum lebar merekah di wajah wanita itu. Dengan tangan yang sibuk bergerak lincah memasak, ia terus memikirkan statusnya yang kini sebagai istri sah Rafa. Ia benar-benar bahagia.

"Sa!" Panggilan Rafa dari dalam kamar membuat Sasa tersadar dari rasa bahagianya.

"Apa?!" sahut Sasa tanpa menghampiri sang suami.

Tak terdengar suara lagi dari Rafa, tapi langkah kaki terdengar mendekat. Dan Sasa tau jika si pemilik langkah kaki itu adalah suaminya.

Rafa memeluk Sasa dari belakang. "Ngapain?" gumamnya dengan kepala yang menyentuh pundak Sasa. Menenggelamkan wajahnya di sana.

"Ya masak lah."

"Ngapain masak? Kita makan di luar aja. Nanti kamu capek," gerutu Rafa tanpa mengangkat kepalanya.

Tangan Sasa yang bergerak lincah, sontak berhenti. "Kamu gak lupa kalo Papa kamu awasin kita kan Raf?"

Sasa bisa merasakan tubuh Rafa yang menegang. Tapi hanya sesaat, karena setelahnya pria itu kembali rileks. Bahkan dengan tanpa beban mengecup leher istrinya.

"Maaf." Sasa tersenyum kecil mendengar cicitan Rafa.

"Aku terlalu seneng nikah sama kamu sampai lupa hal itu," sambung Rafa bergumam pelan.

"Gapapa. Mending di sini dari pada di luar kan? Kita bebas berduaan?"

Pelukan Rafa kian erat. "Tapi kalo kamu mau, aku bisa usahain Sa," balas Rafa berbisik.

Sasa tersenyum. Kepalanya menggeleng pelan. "Aku juga gak terlalu suka keramaian. Lebih suka berduaan aja di sini, sama kamu."

Rafa terkekeh. Pria itu menatap wajah istrinya dari samping. "Pinter ngegombal sekarang?" tuding Rafa.

"Idih, aku gak ngegombal ya?" kilah Sasa kembali fokus pada masakannya.

"Minggir!" tukas Sasa ketus ketika selesai mematikan kompor.

Rafa dengan wajah datarnya menuruti. Melepaskan wanitanya itu dan memilih duduk di kursi. Menunggu Sasa menyiapkan makanan dan juga melayaninya.

Wajah kedua insan itu tanpa ekspresi. Benar-benar es batu. Terlebih ketika sedang makan, mereka makan dalam keheningan.

"Ke Panti besok?" tanya Sasa di sela-sela makan mereka.

"Hm."

Hanya itu percakapan mereka.

Setelah selesai makan, Sasa kembali membereskan dapur yang habis ia buat berantakan karena memasak. Sedangkan Rafa terus memerhatikan setiap gerakan yang dilakukan sang istri. Seolah hanya pemandangan itu saja yang menarik di matanya.


"Buatin susu," ucap Rafa tiba-tiba.

Sasa melirik sekilas. Kemudian menuruti ucapan pria itu. Membuatkan susu coklat kesukaan Rafa. Untung saja waktu itu mereka sudah membeli stok susu ketika belanja bulanan di Supermarket.

Sasa membawa segelas susu itu ke ruang tengah setelah selesai dibuat. Diikuti Rafa yang mengekor di belakang.

Dan saat Sasa mendudukkan bokongnya ke kursi sofa, Rafa cepat-cepat duduk di sebelahnya dan memeluk pinggang Sasa dari samping.

Sasa? Wanita itu tak protes. Ia malah membiarkan meskipun tangan Rafa sesekali bergerak nakal menyentuh dadanya. Sasa lebih memilih fokus pada ponselnya.

"Soal anak...."

Mata Rafa yang semula terpejam menikmati posisi dan aksinya, sontak terbuka dan melihat wajah istrinya yang tampak serius.

"Aku mau kita tunda dulu."

Kening Rafa mengerut. Decakan sebal terdengar darinya. Pelukannya pun ia lepas dan memandang mata Sasa tajam.

"Kamu gak mau hamil anak aku?" tuding Rafa dingin.

Sasa menghembuskan nafasnya pelan. Ia berganti memeluk Rafa yang duduk menghadapnya dan menenggelamkan wajahnya di dada pria itu.

"Kalo aku hamil sekarang.... kayanya gak baik---"

"Gak baik gimana?"

Mungkin Rafa tidak meninggikan suaranya. Tapi sorot mata pria itu benar-benar menyeramkan. Dan Sasa mengambil keputusan yang tepat dengan menenggelamkan wajahnya di dada suaminya. Karena Sasa tidak mau menatap mata itu.

"Raf.... Aku sama kamu diawasin Papa kamu kan? Kalo aku hamil terus lahiran, gimana nasib anak kita?" terang Sasa mencoba menenangkan.

Rafa terdiam. Matanya mengerjap. "Diawasin?"

Pelukan Sasa kian erat. "Gapapa pernikahan kita kaya gini. Disembunyiin dan gak bisa bebas. Tapi jangan libatin anak kita Raf. Aku mau hamil, tapi setelah masalah kita benar-benar selesai," ucap Sasa mendongak. Memberanikan diri melihat wajah suaminya.

Dan yah. Mata tajam Rafa berubah sayu. Pria itu pasti merasa bersalah dan merasa tertekan.

Tangan Sasa bergerak mengelus punggung Rafa. "Aku gapapa kalo kamu khawatarin itu. Tapi untuk hamil.... kita tunda dulu ya? Jangan buat aku hamil dulu."

"Tapi---"

"Aku bakal pake alat kontrasepsi. Besok ke dokter. Kamu gak usah ngerasa terbebani. Lagian, kita bisa pacaran dulu sebelum perhatian aku dibagi ke anak-anak kan?"

Rafa menunduk dan melihat Sasa mengerling padanya. Dengan wajah datar khasnya, Rafa mencuri kecupan ringan di hidung Sasa.

"Oke," putusnya mengalah. "Tapi waktu di Bali. Aku keluarin di dalam terus."


Sasa menggigit bibir bawahnya pelan. "A-aku.... Aku minum pil," cicit Sasa dengan kepala menunduk.

Memang saat itu, Saat tau jika ia akan menikah dengan Rafa, Sasa sempat meminta bantuan Vela untuk membelikannya pil kontrasepsi. Vela sempat menolak, tapi setelah Sasa memberitahu alasannya, Vela pun menyanggupi keinginan Sasa.

Sedangkan Rafa saat ini, keningnya tampak mengerut. Tangannya terkepal, tapi ia tidak menunjukkan itu pada Sasa. Ia tidak mau membuat Sasa merasa bersalah dengan melihat kemarahannya.

Untuk mengalihkan emosi yang menggebu, Rafa memilih menenggelamkan wajah Sasa ke dadanya, sedangkan dagunya bertumpu di puncak kepala wanita itu, sesekali memberikan kecupan ringan di sana.

"Gapapa," bisik Rafa menenangkan.

"Maaf," cicit Sasa merasa bersalah.

"Aku gapapa. Gak usah minta maaf."

Sasa tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Sejujurnya, ia juga ingin hamil. Hamil anak Rafa.

Tapi.... Mengingat kondisi hubungan mereka yang seperti ini. Sasa harus menelan paksa keinginannya yang ingin merasakan kehidupan pernikahan yang normal.

Dengan memutuskan menerima pernikahannya dengan Rafa saja, Sasa sudah merasa sedikit ketakutan. Tapi sekali lagi, ia harus berani menerima resiko.

Sejak awal ia nekat masuk ke tengah-tengah hubungan pertunangan Rafa dan Syela. Sasa harus siap menghadapi badai apapun yang akan mereka hadapi kedepannya.

Dan Sasa hanya tidak mau.... Anak-anaknya bersama Rafa harus merasakan kerumitan masalah ini. Sasa ingin anak-anaknya hadir ketika ia dan Rafa benar-benar bebas. Hanya itu.

Sasa melepaskan pelukan mereka dan mengambil susu yang ia buat tadi. "Ya udah, susu kamu diminum. Keburu dingin."

Rafa menurut. Tapi ia kembali membawa Sasa ke dalam pelukannya. Selagi sudah halal, terus menempel pada istri akan menjadi sebuah keharusan bagi Rafa.

Berbeda dengan Neal yang saat ini tengah berada di ruang kerjanya. Hari ini juga Syela telah pindah ke mansion Ganendra.

Gadis itu menempati kamar di samping kamar Rafa yang selalu terkunci. Tidak ada yang bisa masuk ke kamar Rafa, bahkan Dela sekalipun. Rafa menjunjung tinggi privasi. Ia tidak suka kamar pribadinya dilihat atau dimasuki orang. Dan Neal serta Dela mengerti hal itu.

"Bagaimana?" tanya Neal pada si penelpon.

Matanya menyorot tajam ke meja. Sedangkan pikiran dan telinganya fokus pada ucapan dari seseorang di seberang telepon.

Neal tengah menelpon orang suruhannya yang ia percayai dalam tugas menyelidiki.

Tangan Neal yang berada di atas meja bergerak mengetuk meja. Ruangan itu hanya diisi dentingan jarum jam serta suaranya yang hanya menimpali si penelpon dengan beberapa kata saja.

"Awasi terus. Saya mau informasi yang lebih jelas," ucap Neal sebelum memutuskan sambungan telepon.

Tangan Neal bergerak membuka laci dan mengambil sebuah pigura foto. Sorot matanya menyendu melihat potret pada pigura itu.

Senyuman bahagia tampak di wajah orang-orang yang ada di foto tersebut. Tidak seperti sekarang. Kehangatan tidak ada lagi. Yang ada hanya keterpaksaan.

Helaan nafas terdengar. Ia kemudian mengotak-atik ponselnya dan menatap foto lain yang dikirimkan orang suruhannya beberapa jam yang lalu.

"Semuanya harus selesai."


.

.

.


Rrr.... Chapter ini rada gak jelas😭

Belum-belum.... Asupan moment RaSa masih banyak. Jangan berkecil hati epribadeh wkwk

Jangan lupa perbanyak vote & coment. Yg punya tiktok yuk promosiin cerita ini supaya lebih rame wkwk

Sampai jumpa di chapter berikutnya. Jangan lupa jaga kesehatan juga♥️

Bay bay!

.

05/08/21

Continue Reading

You'll Also Like

96.1K 8.7K 30
Ketika laki-laki kriminal tak berperasaan itu akhirnya jatuh cinta. ⚠️ 17+ ⚠️ Mengandung banyak kata kasar dan adegan kekerasan ⚠️ Tidak tersedia unt...
100K 7K 44
Ini yang terjadi pada Mekar, gadis sebatang kara yang menjadi korban pemerkosaan. Awalnya Mekar ingin melupakan kejadian itu. Namun, masalah hidupnya...
1.3M 59.4K 52
Ini tentang hidup seorang Renata Anindira Mahardika. Seorang istri yang mendapat kekangan dari suaminya, Aksa Wiliam Mahardika. Renata harus selalu s...
97.3K 8.4K 36
"Dia hebat, ya. Bisa membuat hidupku kelabu, namun juga bisa membuat hidupku berwarna" ©innerale August 2018 May 2020 [Revisi]