DIKTAIR

By holipehh28

1.2M 106K 5.7K

" Sekalipun itu Luka, Bagiku Bahagia jika bersama kamu." -Radikta Prayoga- *** Ini tentang Dikta yang selalu... More

PROLOG
1. Diktair Chapter Satu : Dasi di kepala
2. Diktair Chapter Dua : Please, Berhenti.
3. Diktair Chapter Tiga : Introvert
4. Diktair Chapter Empat : Rumput SMA
5. Diktair Chapter Lima : Taruhan.
6. Diktair Chapter Enam : Motor Tua
7. Diktair Chapter Tujuh : Tentang Dikta
8. Diktair Chapter Delapan : Hukuman
9. Diktair Chapter Sembilan : Hukuman Part Dua
10. Diktair Chapter Sepuluh : Nikah yuk?
11. Diktair Chapter Sebelas : Tentang Agas
12. Diktair Chapter Dua Belas : Warung umi Salamah
13. Diktair Chapter Tiga Belas : Tembok Besar
14. Diktair Chapter Empat Belas : Futsal vs Basket
15. Diktair Chapter Lima Belas : Senna and Geng
16. Diktair Chapter Enam Belas : Balap Motor
17. Diktair Chapter Tujuh Belas : Perihal Kecap
18. Diktair Chapter Delapan Belas : Balkon Kamar Dikta
20. Diktair Chapter Dua Puluh : Airsya Tidur Di Kelas
21. Diktair Chapter Dua Puluh Satu : Sahabat, kan?
22. Diktair Chapter Dua Puluh Dua : Tentang Gerri dan Perbedaannya.
23. Diktair Chapter Dua Puluh Tiga : Resmi Jadian
24. Diktair Chapter Dua Puluh Empat : Flashback
25. Diktair Chapter Dua Lima : Hari Pertama Airsya dan Agas Jadian
26. Diktair Chapter Dua Puluh Enam : Sahabat Untuk Sindy
27. Diktair Chapter Dua Puluh Tujuh : Gengsi
28. Diktair Chapter Dua Puluh Delapan : Rahasia Agas dan Sindy
29. Diktair Chapter Dua Puluh Sembilan : Tengah Malam Bersama Dikta
30. Diktair Chapter Tiga Puluh : Tentang Percepuan!
31. Diktair Chapter Tiga Puluh Satu : Dikta Dan Pengorbanannya
32. Diktair Chapter Tiga Puluh Dua : Posesif?
33. Diktair Chapter Tiga Puluh Tiga : Seamin Tak Seiman
34. Diktair Chapter Tiga Puluh Empat : Obat terlarang
35. Diktair Chapter Tiga Puluh Lima : Dikta Yang Berubah
36. Diktair Chapter Tiga Puluh Enam : Dikta ke tuduh Lagi.
37. Diktair Chapter Tiga Puluh Tujuh : Opini Yang Salah
38. Diktair Chapter Tiga Delapan : Titik Terang
39. Diktair Chapter Tiga Puluh Sembilan : Terungkap
40. Diktair Chapter Empat Puluh : Salah Paham Lagi
41. Diktair Chapter Empat Puluh Satu : Dikta Tak Sadarkan Diri
42. Diktair Chapter Empat Puluh Dua : Perihal Menghargai
43. Diktair Chapter Empat Puluh Tiga : Tentang Dikta dan Airsya
44. Diktair Chapter Empat Puluh Empat : Nikung?
45. Diktair Chapter Empat Puluh Lima : Terlambat!
46. Diktair Chapter Empat Puluh Enam : Apakah Ini Akhir?
Bukan update, cuma cerita aja.
47. Diktair Chapter Empat Puluh Tujuh : Apakah Tuhan Itu Adil?
48. Diktair Chapter Empat Puluh Delapan : Tentang Keadaan Dikta
49. Diktair Chapter Empat Puluh Sembilan : Happy Birthday Airsya
Grup Wa dan Role player
(NOT) Fortune
Info Untuk Warga DIKTAIR
VOTE COVER
Novel DIKTAIR Sudah Bisa Di Pesan
CERITA BARU: NARAGA

19. Diktair Chapter Sembilan Belas : Upacara Sekolah

14.8K 1.5K 64
By holipehh28

Upacara SMA Gunadarma telah selesai dilaksanakan, namun ibu kepala sekolah menyuruh siswa dan siswi agar tidak meninggalkan barisan, karena akan ada yang di sampaikan oleh guru BK, yaitu pak Samir. Betul saja, pak Samir muncul dengan menggiring sambil menyeret Dikta, Juno dan Gerri di depannya.

Pak Samir mulai berbicara, "Anak-anak sekalian, jangan pernah kalian mencontoh kelakuan nakal temen kalian ini," ia menunjuk Dikta, Juno dan Gerri.

Dikta mengepalkan tangannya, hanya ia yang berani menegakan kepalanya, sedangkan Juno dan Gerri hanya menudukan kepala.

"Datang telat dan sengaja bolos saat jam upacara, alasan sakit tapi enak-enakan merokok dan ngopi di warung belakang sekolah, mereka tidak pantas menyandang nama pelajar sekolah, kalian lebih pantas menjadi anak jalanan!" ujar Pak Samir dengan penuh penekanan.

Pak Samir menarik ujung kerah baju Dikta dengan keras, mencengkram rahangnya sehingga Dikta sulit untuk bernafas.

"Seharusnya kamu contoh Agas, Diktaa!" Pak Samir melihat ke arah Agas yang berdiri tegak memimpin barisannya di paling depan.

"Ketua osis dengan segudang prestasi di bidang akademik maupun olah raga! Saya rasa kedua orang tua kalian malu mempunyai anak seperti kalian, badjingan sekolah!" Lanjut pak Samir.

Pak Samir mendorong tubuh Dikta hingga terjatuh ke bawah, dengan mencoba menahan emosinya Dikta berdiri. Namun, dengan cepat Pak Samir kembali mencengkram rahang Dikta yang mengeras.

Dikta melepaskan cengkraman pak Samir dengan kasar, ia menatap guru BK itu dengan sangat tajam.

"Kalau saya badjingan, apa kata yang pantas saya lontarkan untuk bapak? Menyeret anak muridnya seenaknya, memperlakukan kami seolah-olah kami binatang! Guru itu mencontohkan yang baik, jadi jangan salahkan kami kalau kelakuan kami sebelas dua belas seperti bapak!"

'PLAKK!'

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah mulusnya Dikta, namun tidak ada rasanya bagi Dikta. Ia sudah terbiasa di perlakukan kasar oleh ayahnya, sehingga hal seperti ini tidak ada artinya bagi dirinya.

"Anak murid kurang ajar kamu ya, tidak sopan!" bentak pak Samir dengan mengebu-ngebu.

Dikta terkekeh pelan, "Ucapan saya benar dong, pak? Kelakuan bapak lebih badjingan dari saya dan teman-teman saya."

'BUGHTT!'

'BUGHTT!'

'BUGHTT!'

Pak Samir memukul Dikta dengan membabi buta, namun Dikta tetap tidak melawannya. Ia hanya mengeluarkan tawanya, seolah-olah tidak merasakan rasa sakit.

Keadaan semakin kacau tidak terkendali, Seluruh murid yang menyaksikan adegan ini hanya mengumpul membulatkan barisan dan bersorak ramai seolah ini adalah pertandingan yang seru, walaupun beberapa murid ada yang terlihat bengong, tanpa memisahkan pak Samir yang terus menghujani Dikta dengan beberapa pukulan.

Seluruh guru terus mencoba memisahkan pak Samir dengan memegang pergelangan tangannya dan menjauhkannya dari Dikta. Begitupun dengan teman-temannya Dikta yang mencoba menjauhkan ia dari amukan pak Samir yang terlihat ganas.

Namun, tiba-tiba semuanya hening Ketika melihat seorang siswi perempuan tergeletak tak sadarkan diri di tengah barisan siswa, semuanya mengumpul memperhatikan gadis itu yang tergeletak di lapangan.

Dikta berlari menghampiri gadis itu, dengan cepat ia menggendong dan membawa gadis itu ke UKS, di ikuti Gerri dan Juno yang ternyata mengikutinya dari belakang.

Terlihat ke khawatiran di raut wajah Dikta, "Sindy, bangun.. Sin."

Ya, siswi perempuan yang tak sadarkan diri di kerumunan barisan siswa adalah Sindy. Entah kenapa ia bisa tak sadarkan diri, namun kata dokter UKS Sindy dinyatakan kelelahan dan daya tubuhnya melemah akibat kerumunan Siswa yang berdempetan dan kemungkinan membuat nafasnya sesak.

Dikta duduk di sebelah Sindy yang terbaring lemah di ranjang UKS, "Sin, lo Nggak cape apa tidur mulu? Ayo bangun napa, Sin."

Gerri dan Juno yang sedari tadi berada di dalam UKS Hanya saling melemparkan pandangan, mereka hanya heran melihat Dikta yang begitu khawatir melihat keadaan Sindy. Padahal biasaanya ke khawatiran Dikta hanya Ketika melihat Airsya kenapa-napa.

"Dik.." Gerri memegang Pundak Dikta, "Sindy hanya kecapean, bentaran juga sadar. Kantin dulu yu gue sama Juno laper."

Dikta melirik sekilas ke arah Gerri dan Juno, lalu Kembali melihat Sindy, "Lo aja berdua, gue masih Nggak laper."

"Yaudah gue keluar ya sama Gerri," kata Juno.

"Iya," jawab Dikta dengan singkat, tapi mampu membuat Juno dan Gerri paham, agar memberikan waktu Dikta dan Sindy untuk berdua.

Setelah Juno dan Gerri keluar dari ruang UKS, Dikta menggenggam tangan Sindy yang begitu hangat. Ia tersenyum sambil menatap Sindy dengan intens, gadis polos yang selalu terlihat aneh dengan dunianya sendiri. Namun, tiba-tiba terlintas sosok Airsya dipikiran Dikta, ia sampai tidak sadar kalau Airsya tidak mengikuti upacara, sepertinya tidak masuk sekolah hari ini.

Dikta melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan Sindy, ia lalu mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan langsung menelpon Airsya. Namun nihil, tidak ada jawaban dari Airsya, telponnya tidak di angkat padahal tersambung. Membuat Dikta semakin panik, ia bingung harus mencari keberadaan Airsya atau tetap disini menemani Sindy.

Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan dan menitipkan Sindy pada dokter penjaga UKS. Ya, Dikta lebih memilih mencari Airsya, ia takut terjadi apa-apa terhadap Airsya.

Sebelum mencari Airsya, Dikta menemui Juno dan Gerri di kantin, "Lo bedua liat Eca, Nggak?"

Juno dan Gerri yang sedang makan langsung menghentikan aktifitasnya mendengar pertanyaan Dikta.

"Kalau gue sih, Nggak." Juno menggelengkan kepalanya.

"Gue juga, Nggak." Timpal Gerri.

Dikta Kembali mengeluarkan ponselnya, menelpon Airsya. Tetapi tetap tidak ada jawaban dari Airsya.

"Mungkin, Eca Nggak enak badan kali, jadi dia Nggak masuk," kata Juno.

"Lagian biasannya berangkat bareng, tumben banget lo berangkat duluan," tambah Gerri.

Memang, Dikta tidak berangkat sekolah bareng dengan Airsya. Ia meminta Airsya berangkat duluan, karena pasti ia telat. Dikta tidak ingin Airsya juga ikut telat, karena kalau Airsya terus-terusan telat, beasiswanya akan di cabut oleh pihak sekolah, Dikta tidak ingin itu terjadi. Dikta juga tidak igin Airsya di drop out karena ulahnya.

"Coba aja lo ke kalasnya, biasanya dia tidur di kelas, kan?" usul Juno. Karena, biasanya Airsya hobby sekali tidur di kelas.

Dikta langsung berlari menuju ruang kelas Airsya, Namun Langkah kaki ia terhenti, Ketika ia melihat Airsya yang sedang asik mengobrol dengan Agas. Dikta terus menggurutu dalam hatinya, ia juga mengeluarkan beberapa umpatan dalam hatinya. Kali ini Airsya benar-benar kelewatan, membuatnya panik. Tetapi ternyata, malah diluar ekspektasinya, selalu Agas yang menjadi alasan.

Dikta mengurungkan niatnya untuk menemui Airsya, lagipula ia enggan untuk mengganggu. Jadi, ia memutuskan untuk Kembali ke ruangan UKS untuk melihat keadaannya Sindy lagi. Ketika ia sudah sampai di ruagan UKS, ia tidak melihat keberadaan Sindy. Kemana gadis itu pergi? Apa Sindy sudah sadarkan diri?

Dikta mengeluarkan ponselnnya lagi, tadinya ia berniat untuk menghubungi Sindy, tetapi ia lupa kalau ia tidak memiliki kontak Sindy.

Tiba- tiba pintu ruangan UKS terbuka, Sindy menghampirinya ditemani dengan dokter penjaga UKS.

"Makasih," kata Sindy walau tanpa ekspresi.

Dikta tersenyum, "Lo udah baikan?"

"Kalau saya bilang makasih, seharusnya kamu jawabnya sama-sama."

Dikta terkekeh, "Sama-sama Sindyra Rizkia Putri."

Senyuman terukir di kedua sudut bibirnya Sindy, ternyata Dikta tidak seburuk pikiranya. Sindy tahu mengenai Dikta yang membawanya ke UKS tanpa bantuan orang lain, dokter yang merawatnya menceritakan semuanya. Tetapi apa Dikta tidak berat menggendong Sindy? Padahal tubuhya lumayan berisi jika dibandingkan dengan Airsya.


Bersambung...

Besok pagi atau malam aku update lagi, tinggal part Airsya sama Agas, jadi intinya saat upacara Airsya itu tidur di kelas. Kok bisa ada Agas? Bukannya Agas ikut upacara? Jawabannya Agas emang ikut upacara. Nah, kalau kenapa Agas bisa ada di kelas Airsya? Tunggu jawabannya di part selanjutnya besok:)

Tunggu dulu tunggu dulu, gimana udah ngeship Dikta-Sindy belum?

Aku mau kasih visualnya Sindy, dan menurut aku ini Sindy banget sih. Sindy itu feminim ya, lugu gitu terus pendiam dan kurang percaya diri tapi sangat ambisius.

"Kalau saya bilang makasih, seharusnya kamu jawabnya sama-sama."

(Sindyra Rizkia Putri)

With Love, Holipehh💛

Continue Reading

You'll Also Like

421K 46.4K 65
FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA AKAN DI PRIVATE Akhza Arkatama seorang cowo yang kini menduduki posisi sebagai ketua di tempat yang be...
22.2K 2K 37
Ini kisah Senja dan Angkasa, yang entah akan berakhir seperti apa hubungannya. ㅡ25/08/2018 ~ 28/01/2019.
399K 50.5K 35
Ini cerita tentang dua remaja yang saling berbeda perasaan. Yang satu menjatuhkan hatinya kepada sosok laki-laki pujaannya dan yang satu menutup hati...
ketos vs berandal By nai

General Fiction

4.3K 276 8
Ngga pandai bikin deskripsi jadi yang kepo tinggal baca oke. Dan semoga suka sama ceritanya.