Tentang RaSa |• [TERBIT]

By Helfy_an

1M 107K 34.6K

Terbit di PenerbitGalaxy *Part Lengkap SPIN OFF ZERGIO!!! (18+) Jadi orang ketiga? Oh tentu tidak. Sasa hanya... More

Prolog
RaSa |• 1
RaSa |• 2
RaSa |• 3
RaSa |• 4
RaSa |• 5
RaSa |• 6
RaSa |• 7 |17+
RaSa |• 8
RaSa |• 9
RaSa |• 10
RaSa |• 11
RaSa |• 13
RaSa |• 14
RaSa |• 15
RaSa |• 16 | 18+
RaSa|• 17
RaSa |• 18
RaSa |• 19
RaSa |• 20
RaSa |• 21
RaSa |• 22
RaSa |• 23
RaSa |• 24
RaSa |• 25
RaSa |• 26
RaSa |• 28
RaSa |• 29
RaSa |• 30
RaSa |• 31
RaSa |• 33
RaSa |• 34
RaSa |• 35
RaSa |• 36
RaSa |• 37
RaSa |• 38
RaSa |• 39
RaSa |• 40
RaSa |• 41
RaSa |• 42
RaSa |• 43
RaSa |• 44
RaSa |• 45
RaSa |• 46
RaSa |• 47
RaSa |• 48
RaSa |• 49
RaSa |• 50
RaSa |• 51
RaSa |• 52
RaSa |• 53 [END]
Epilog
TRaSa Lanjut ke?
Vote Cover
Spesial Chapter!

RaSa |• 12

18.3K 2K 453
By Helfy_an

Hay haaaay
Selamat pagi!!

Semangat gak?

Jangan lupa vote & coment banyak²

Happy reading ❤️

____

Dion benar-benar menuruti perintah Rafa yang menyuruhnya menjemput Sasa di rumah Zergio dan Ghea.

Sasa sempat menolak, tapi Dion membujuknya dengan embel-embel jika ia akan dipecat. Tentu saja Sasa tidak bisa menolak lagi.

Akhirnya sepanjang jalan, gadis itu mendumel kesal dalam hati, menggerutui Rafa. Ditambah mobilnya ditinggalkan begitu saja di rumah Ghea.

"Rafa gak sibuk?" tanya Sasa dingin.

Sasa duduk di kursi depan. Ia menolak saat Dion membukakan pintu mobil untuk dirinya di kursi belakang.

"Tidak nona--"

"Ck, lo bisa ngomong santai? Kaku banget," ketus Sasa jutek.

Dion hanya tersenyum kikuk. Ia sudah terlalu sering berbicara formal. Apalagi gadis di sampingnya ini adalah kekasih atasannya.

"M-maaf." Pada akhirnya hanya kata itu yang bisa Dion ucapkan.

Sasa mendengus malas. Ia memilih bungkam hingga mobil yang ia tumpangi memasuki area basement.

Lagi-lagi, Dion membukakan pintu untuk Sasa sebelum gadis itu membukanya dulua. Dion begitu gesit sampai Sasa tidak menyadari jika lelaki itu bergerak cepat mendahuluinya untuk membuka pintu.

Karena tidak bisa protes lagi, akhirnya Sasa mengalah.

Kening Sasa mengernyit ketika Dion membawanya ke sebuah ruangan yang entah bagaimana bisa ada di sana.

"Ngapain..."

Ucapan gadis itu tidak ia lanjutkan, ketika ia sudah sepenuhnya masuk ke dalam ruangan itu.

Mulutnya sedikit terbuka. Di dalam ruangan itu ada sebuah lift yang Sasa yakini adalah lift khusus.

"Lift ini langsung sampai ke ruangan tuan Rafa," seru Dion memecahkan lamunan Sasa.

Gadis itu melirik Dion yang berbicara dengan tegas, dan Sasa meliriknya penasaran.

"Kenapa? Ini lift khusus rahasia?"

Dion hanya diam. Pria iu menggiring Sasa untuk memasuki lift tanpa menyentuh. Ia masih sayang nyawa.

"Jawab gue!" desak Sasa dengan kesal.

"Biar tuan Rafa yang menjawab, nona."

Mendengar jawaban yang tidak ia harapkan, Sasa mendengus kesal. Tangannya bersidekap di depan dada. Lihat saja, ia akan menyueki Rafa hari ini.

Ketika pintu lift terbuka, Sasa malah mendapati sebuah kamar yang berperabotan lengkap.

Dion langsung berjalan menuju sebuah pintu dan membukanya. Sasa masih mengekor di belakang Dion dengan wajah datar tapi dalam pikirannya ia begitu cerewet menebak-nebak dengan apa yang ia lihat hari ini.

Begitu ia mengikuti Dion, rupanya pria itu membuka pintu yang menghubungkan kamar dengan sebuah ruangan, yang Sasa yakini adalah ruang kerja Rafa.

Kan? Ia benar. Karena Sasa langsung mendapati Rafa yang duduk di kursi kebesarannya.

Laki-laki itu tengah duduk dengan bersandar pada sandaran kursi serta matanya yang terpejam.

Dion sempat menunduk sejenak ke arah Sasa. Berpamitan pada gadis itu sebelum keluar dari ruangan Rafa. Meninggalkan atasannya yang ingin berduaan dengan sang kekasih.

Klik

Mata Sasa langsung menyorot pintu yang dilewati Dion barusan. Pintu itu mengeluarkan suara kunci.

Ketika Sasa menoleh pada Rafa, rupanya pria itu telah duduk tegap dengan tangannya yang memegang sebuah remote. Sasa yakin jika benda itulah yang Rafa gunakan untuk mengunci pintu.

Tapi ketika beralih menatap Rafa, rupanya laki-laki itu tengah menatap Sasa dengan begitu tajam. Hal itu membuat Sasa gugup. Ia tetaplah seorang perempuan yang gampang sekali merasa gugup jika ditatap oleh orang yang dicintainya.

"Raf---"

"Sini." Rafa menyela ketika Sasa ingin mengatakan sesuatu.

Sasa menjilat bibir bawahnya yang tiba-tiba saja terasa kering. Menelan salivanya paksa, Sasa kemudian menghampiri Rafa dengan meletakkan tas selempangnya ke kursi sofa.

Ketika sudah berdiri di samping Rafa, Sasa hanya bisa diam menunggu laki-laki itu mengatakan sesuatu.

"Kenap---"

"Aku bilang apa tadi pagi?"

Kening Sasa mengerut. Hingga ia mengingat perkataan Rafa tadi pagi di depan pintu unit Apartement miliknya.

"Kalo mau keluar, izin."

Sasa mengulum bibirnya untuk menahan diri agar tidak kelepasan berteriak di depan Rafa.

Rafa memang tidak membentaknya meskipun laki-laki itu tengah marah. Tapi... Tangannya itu loh.

Tangan Rafa meremas pinggang Sasa dengan matanya yang menyorot mata Sasa dengan tajam.

"Raf---"

"Lupa hm?"

Tangan Rafa bergerak melingkari pinggang Sasa dan menariknya hingga gadis itu lebih dekat padanya.

Hari ini Sasa mengenakan Dress casual nya yang menjuntai tepat di atas lutut. Gadis itu tampak seperti masih SMA. Tapi memang gurat wajahnya lebih dewasa dibandingkan ketika ia masih duduk dibangku sekolah.

"Y-yaudah deh aku----Raf!"

Sasa refleks memekik ketika Rafa bergerak cepat menarik Sasa hingga gadis itu duduk di pangkuannya. Sedangkan kedua tangannya memeluk Sasa agar tidak bisa bangun.

"Raf--"

"Diem! Ini hukuman kamu. Bandel banget dibilangin."

Sasa mendengus. Rafa memang kaku. Tapi jika laki-laki itu dibuat kesal oleh Sasa, maka dia akan sangat bawel. Dan telinga Sasa sudah kebal jika Rafa sudah menggerutu.

"Hukuman apa sih?" cetus Sasa jutek.

"Kamu lupa," jawab Rafa singkat.

Sasa menggigit bibir bawahnya gugup. Sedangkan Rafa sedikit memajukan tubuhnya hingga dadanya menempel dengan punggung Sasa.

Rafa fokus ke laptopnya. Sedangkan Sasa hanya bisa bersandar di dada pria itu. Sesekali melirik Rafa bergantian dengan laptop di depannya.

Sasa menghela nafas pelan. Tangannya menarik satu tangan Rafa yang menganggur dan mengelus-elusnya untuk mengurangi kebosanan.

Sudah sejam mereka tetap pada posisi itu. Sasa yang bosan, dan Rafa yang kesenengan.

"Raf! Bosan," gerutu Sasa mendongak untuk menatap wajah Rafa.

Hal itu membuat Rafa menunduk untuk melihat wajah Sasa. Mata keduanya bertemu, hingga tanpa sadar kedua ujung bibir mereka terangkat membentuk senyuman.

"Oh, aku baru inget. Syela ngapain ke sini?" tanya Sasa ketika mengingat pesan Rafa tadi.

Kening Rafa mengerut. Bisakah Sasa tidak menghancurkan moment-moment romantis mereka?

Mendengus malas, Rafa tetap menjawabnya. "Nanya apartement." Mata Rafa kembali ke laptop dengan wajahnya yang kembali datar.

"Kamu ngasih tau?" tanya Sasa ragu.

"Enggak."

"Terus? Kok dia bisa gak nanya lagi? Dia pulang kenapa?"

"Aku usir. Bilang ada meeting lima menit lagi."

"Cih! Meeting?"

Rafa menunduk. Ia menatap Sasa dengan sebelah alisnya yang terangkat naik. Tapi tidak lama, karena setelahnya ia kembali fokus pada laptopnya.

"Hm, meeting sama kamu."

Perkataan Rafa membuat Sasa mendengus. Tapi tak urung jika jantungnya selalu saja berdegup kencang jika di dekat Rafa.

"Terus tentang lift? Kenapa lift nya tersembunyi?" tanya Sasa lagi yang baru ingat jika ia ingin menanyakan hal itu tadi.

"Gak tau. Pengen aja," jawab Rafa datar.

"Ck, Raf!"

"Diem Sa," tegur Rafa dengan kening mengerut.

Rafa jadi tidak fokus. Padahal ia ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan segera pulang ke Apartement.

Mereka tidak bisa lama-lama bermesraan di kantor.

Untungnya pekerjaan Rafa hari ini memang tidaklah banyak. Jadi bisa dikatakan, mereka berdua bisa pulang makan siang di Apartement.

Ketika Rafa telah menyelesaikan pekerjaannya. Ponselnya mendapatkan pesan masuk dari Dion.

Rafa mengambilnya dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya tengah melingkari pinggang Sasa. Gadis itu bersandar pada dadanya dengan mata terpejam.

Sasa tidak tidur. Ia hanya nyaman dengan posisi itu, dan merasa tubuhnya langsung rileks.

Rahang Rafa mengatup kuat ketika melihat isi pesan Dion.

Mereka muncul lagi.

Rafa memejamkan matanya sejenak. Ia mengetikkan balasan untuk Dion menggunakan satu tangan tanpa kesulitan.

Awasin. Gue pulang sama Sasa.

Tak cukup 30 detik, Dion kembali menjawab.

Pake mobil lain.

Rafa hanya membaca chat terakhir dari Dion. Ia langsung menyimpan ponselnya ke saku jasnya. Kemudian menggendong Sasa yang sontak terkejut.

"Akh! Raf!" pekik Sasa kesal.

Entah sudah berapa kali ia dibuat kesal oleh kekasihnya ini. Iya, mereka memang tidak pernah putus kan? Lagipula Rafa juga sudah mengakui jika mereka berdua berpacaran.

Tapi Rafa mengabaikan pekikan Sasa. Ia tetap melanjutkan langkahnya memasuki ruangan pribadi miliknya. Kemudian memasuki lift yang merupakan jalan Sasa ke ruangannya tadi.

"Kenapa?" tanya Sasa begitu Rafa menurunkannya setelah keduanya sampai di dalam lift.

Rafa diam, tapi tangannya yang merangkul pinggang Sasa semakin mengerat.

Meskipun wajah Rafa tetap datar, Sasa tau jika Rafa sebenarnya tengah memikirkan sesuatu. Pastinya beban pikirannya kali ini bukanlah sesuatu yang main-main.

"Raf," tegur Sasa.

Rafa menggeleng pelan. Ia menuntun Sasa keluar dari lift saat mereka telah sampai di lantai basement. Rafa langsung menarik tangan Sasa untuk masuk ke mobil.

Sasa hanya diam. Meskipun ia merasa penasaran karena Rafa yang terlihat seperti buru-buru tapi berusaha terlihat tenang di depannya.

Begitu keduanya telah duduk di kursi masing-masing, Rafa mulai melajukan mobilnya. Satu tangannya memegang stir, tangan lainnya tidak melepas tangan Sasa dari genggamannya.

Sasa membiarkannya. Karena ketika melihat Rafa yang sesekali mengecup tangan Sasa. Kerutan di kening Rafa perlahan memudar. Menandakan jika laki-laki itu mulai tenang.

Keadaan tetap hening, bahkan ketika mereka telah masuk ke Apartement Rafa.
.

.

Sasa membuang tas selempangnya ke atas sofa, membiarkan Rafa menutup pintu Apartement. Ia juga mendaratkan bokongnya di sana, memejamkan mata karena merasa mengantuk tapi tidak ingin tidur.

Rafa sendiri langsung melepaskan jas yang melekat di tubuhnya. Membuka dua kancing teratas kemejanya, serta menggulung lengan bajunya hingga ke siku.

Tanpa mengatakan apapun, Rafa langsung menggendong Sasa yang lagi-lagi dibuat kaget.

"Ck, ngagetin mulu," ketus Sasa dengan wajah kesal.

"Gak usah ke kamar, di sini aja," sambung Sasa dengan mencengkram kemeja Rafa tepat di bagian dada.

"Kamu ngantuk," ucap Rafa datar.

"Enggak. Di sofa aja," kekeh Sasa tak mau kalah.

Mendengus pelan, Rafa akhirnya menuruti. Tapi ia tidak membiarkan Sasa lepas darinya. Jadilah mereka berdua berbaring bersebelahan di atas kursi sofa.

"Raf, kenapa tadi panik banget?" tanya Sasa dengan mengelus tangan Rafa yang berada di atas perutnya. Rafa tengah memeluk Sasa dari belakang.

Rafa yang tengah terpejam pun semakin mengeratkan pelukannya. Tidak menjawab pertanyaan Sasa.

"Raf," tegur Sasa karena Rafa mengabaikan pertanyaannya.

"Ck, apa sih?" balas Rafa kesal. Laki-laki itu begitu menikmati posisinya hingga tidak begitu mendengar pertanyaan Sasa.

"Aku tanya," seru Sasa jutek.

"Nanya apa?"

"Ck, Rafa lo ngap--"

"Kamu Sa! Pengen banget aku cium?" desis Rafa dengan menekan perut Sasa.

"Iya iya maaf. Tapi jawab dulu, tadi kenapa panik banget?"

Rafa menghela nafas pelan. "Gak panik tadi."

"Aku tau Raf. Gak usah boong napa?"

Tanpa sepengetahuan Sasa, Rafa tersenyum tipis. Ia begitu merindukan moment-moment ini. Sasa yang pasrah jika Rafa bertingkah, atau Sasa yang sering menggerutu ketika kesal pada Rafa.

Tapi, kebahagiannya seolah direnggut perlahan ketika Papanya tiba-tiba memaksa Rafa untuk menikah dengan Syela. Rafa menolak keras hingga dua tahun lalu ia benar-benar tidak punya alasan menolak lagi. Tapi ia mengajukan syarat agar pertunangan mereka dilaksanakan setelah Syela selesai wisuda.

Rafa berharap ia bisa melupakan Sasa. Karena sejujurnya ia jauh lebih tersiksa. Tapi, melihat Sasa kembali malam itu yang menghadiri pertunangannya, niat Rafa yang mencoba menerima takdirnya langsung pupus.

Rafa sangat ingin mengejar Sasa ketika Syela berteriak memanggil nama gadis itu. Tapi lagi-lagi Rafa tidak bisa. Ia tidak sebebas dulu.

Rafa membalikkan tubuh Sasa agar menghadapnya. Salah satu tangannya merambat naik dan mengelus pipi Sasa dengan lembut.

"Maaf," gumam Rafa dengan tatapannya yang menyorot begitu intens.

Sasa mengernyit. "Kenapa?"

"Kita gak bisa bebas di luar sana. Cuma di Apartement ini kita bebas, Sa," bisik Rafa menikmati tangannya yang menyentuh pipi mulus Sasa.

"Jangan bilang kamu---"

"Iya, aku diawasin."

Sasa terdiam dengan tatapan tak percayanya. "Sampai segitunya Papa sama Bunda kamu jodohin kamu sama Syela?"

Mata Sasa memerah. Antara ingin menangis dan marah. Orang tua Rafa memang berhak memilih calon menantu yang mereka inginkan. Tapi apakah harus seperti ini? Mereka seperti menekan Rafa.

Rafa memajukan wajahnya dan mengecup hidung mancung Sasa. "Maaf. Tapi aku harap kamu gak keberatan."

"Gak sama sekali. Tapi kenapa sih mereka sampai segitunya? Sampai ngawasin kamu?"

"Setelah kamu balik ke Indonesia lagi, Papa ngawasin aku lebih ketat. Dia nyuruh orang suruhannya. Waktu kamu masih di Berlin, Papa ngawasin aku gak kaya gini," jelas Rafa panjang lebar.

Sasa menghela nafas pelan. Ia balas memeluk Rafa dengan erat. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang laki-laki itu.

"Raf, aku--"

"Hukuman kamu belum aku kasih. Jadi sekarang aja," sela Rafa tiba-tiba bergerak merubah posisinya mejadi setengah berbaring.

Rafa mendorong bahu Sasa pelan hingga gadis itu terlentang. Sedangkan Rafa menangkup kedua pipi gadis itu. Wajah Sasa begitu mungil, membuat Rafa merasa gemas.

Tapi bukan Rafa namanya jika ia melakukan hal lebay, bahkan sampai merengek-rengek.

Sasa mengerjapkan matanya dan berusaha melihat ke arah lain. Tapi tangkupan tangan Rafa di kedua pipinya, membuat wajah gadis itu hanya mengarah pada wajah Rafa.

"Ngapain liat ke arah lain?" tukas Rafa datar.

Sasa hanya terkekeh pelan. "Gugup," jawab Sasa tanpa malu.

Dekat sejak SMA, Sasa sudah terbiasa mengatakan isi pikirannya pada Rafa. Ia akan langsung mengatakan apa yang ia rasakan pada Rafa. Tapi sebenarnya, Sasa berani jika ia tidak dalam mode gugup atau salah tingkah dibuat Rafa.

Rafa memang agak kaku. Tapi jika laki-laki itu bertingkah saat mereka hanya berdua, Sasa akan merasa jika Rafa mudah sekali membuatnya gugup dan salah tingkah.

Rafa mendekatkan wajahnya dengan mata yang perlahan terpejam ketika hidung mereka bersentuhan.

Sasa terkejut karena terlalu fokus dengan lamunannya tadi. Hingga kepala Rafa bergerak miring dan...

Cup

Mata Sasa mengerjap. Ia memerhatikan mata Rafa yang terpejam. Hingga saat Rafa mulai menggerakkan bibirnya, mata Sasa refleks terpejam.

Rafa melumat bibir Sasa dengan tangannya yang tidak berhenti mengelus pipi Sasa. Terlebih ketika kekasihnya itu membalas ciumannya, Rafa jadi semakin semangat.

Kedua insan itu begitu menikmati apa yang mereka lakukan. Hingga sebuah teriakan heboh membuat mata mereka terbuka.

"ASTAGHFIRULLAH!!"

.

.

.

Noh tebak siapa yg datang haha

Gak tau mau ngomong apa. Jadi gak ada note panjang dulu hari ini.

Tapi... jaga kesehatan buat kalian semuaaaa...

Bay bay!

07/07/21

Continue Reading

You'll Also Like

4.9K 507 29
"akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" Teriak ga...
1.1M 55.6K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
1.8M 59.9K 64
⚠️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ Berawal dari malam itu, malam yang telah merubah hidup ELmira. Awal dari sebuah pernikahan yang menyeramkan bagi Elmira...
2.1M 98K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞