"Gue bukannya mau nyetir kehidupan lo, tapi itu tanggung jawab gue. Ngejagain lo itu udah jadi keharusan buat gue, karena lo sahabat gue, Ca."
-Radikta Prayoga-
****
Sebelum pulang ke rumahnya, seperti biasa Dikta mengantar Airsya pulang terlebih dahulu. Ini sudah seperti rutinas bagi Dikta, tetapi ini tidak menjadi masalah bagi Dikta, baginya Airsya itu prioritas utama setelah ibunya. Karena, Sahabat sepenting itu bagi Dikta.
"Janji ya, jangan nongkrong kalau gue gak ikut?" tanya Dikta, setelah sampai di depan rumah Airsya.
"Iya, gue langsung tidur." Dengan terpaksa Airsya tersenyum.
Dikta tertawa, "Kalau senyum jangan lebar-lebar."
"Kenapa?"
"Seharunya yang dilebarin itu badan, bukan senyum."
Dengan reflek Airsya langsung melihat bentuk tubuhnya, lalu Kembali melihat Dikta.
"Kayak yang gak kurus aja lo, Dik! Badan mirip tiang listrik aja, sosoan ngehina gue."
"Masih mending gue tiang listrik, tinggi. Coba lo?"
"Iya gue gue, pendek, kurus, puas lo?"
"Enaknya gue manggil lo apa ya?" Dikta berpura-pura berfikir, "Gimana kalau bocil?" lanjutnya sambil tertawa.
"Udah sana lo pulang," usir Airsya, sambil menunjukan wajah kesalnya terhadap Dikta.
Dikta tertawa, "Kayaknya yang baperan lo deh, bukan gue?"
"Pulang gak?!"
"Iya gue pulang, inget jangan nongkrong."
"Sekali lagi lo ngomong, gue lempar pakai sendal nenek gue."
"Iya ini gue pulang." Dikta terkekeh lalu menyalakan motornya dan pulang.
Airsya langsung masuk ke dalam rumahnya, tetapi belum juga lima menit Airsya sudah keluar rumah lagi. Airsya hanya mengganti pakaian sekolahnya saja, setelah itu ia langsung beranjak pergi, entah mau kemana. Airsya menggunakan celana jeans dan kaos putih yang dibaluti oleh jaket jeansnya dan rambut yang sengaja ia urai.
Airsya duduk di depan gang rumahnya, kebetulan disana ada kursi menganggur. Sedari tadi, Airsya terus saja bulak-balik mengecek ponselnya. Sepertinya Airsya tengah menunggu seseorang, benar saja seorang laki-laki yang membawa motor ninja berwarna biru menghampirinya.
Laki-laki itu langsung membuka helmnya, ternyata itu Agas.
"Lo beneran mau ikut gue?" tanya Agas memastikan.
Aisrya mengangguk, "Iya, Gas. Kalau gue gak mau ikut sama lo, gue gak mungkin ada disini nugguin lo."
"Yaudah ayo naik," ujar Agas sambil tersenyum.
Airsya melingkarka kedua tangannya di pinggang Agas, lalu dengan perlahan menjatuhkan kepalanya di Pundak Agas. Ini pertama kalinya Airsya naik motor bukan Bersama Dikta, karena Airsya kemana-mana hanya Bersama Dikta.
"Lo sama Dikta pacarana?" tanya Agas.
Airsya yang kaget mendapatkan pertanyaan dari Agas langsung menjawab, "Engga. Dikta sahabat gue, bukan pacar gue."
"Tapi, gue perhatiin lo deket banget sama Dikta."
Airsya tertawa pelan, "Namanya juga kita sahabatan udah lama, dari kecil. Jadi, mungkin kebanyakan orang nyangkanya gue sama Dikta pacarana. Padahal, engga sama sekali."
"Jadi, gue juga ketipu dong ya?" tanya Agas.
"Ya, bisa dibilang iya." Airsya tertawa lagi.
Agas mengangguk, "Jadi, lo belum punya pacar?"
"Belum," jawab Airsya, "Kalau lo?"
Agas diam sebentar, "Sebenarnya punya, tapi gue bosen sama dia. Kayaknya gue mau putus aja sama dia."
Mendengar jawaban Agas, Airsya sedikit terkejut. Pasalnya yang Airsya tahu, Agas tidak punya kekasih. Apa Airsya kurang update selama ini? Padahal Airsya selalu mencari tahu data tentang Agas.
"Kenapa bosen?" tanya Airsya.
Tadinya Airsya mau menanyakan siapa kekasih Agas, tetapi karena pertanyaan kenapa lebih penting, Airsya jadi mengurungkan niatnya. Lagi pulan ini penting, agar jika nanti ia sudah menjadi kekasih Agas, Airsya tahu alasan Agas mudah bosan.
Agas menghembuskan nafasya dengan sedikit kasar, "Gue mau punya pacar yang baik, gak neko-neko."
"Emang pacar lo kenapa?" tanya Airsya lagi.
"Gue gak suka pacar gue bandel, suka mabuk, minum obat-obatan, ngeganja, dan nongkrong ke club atau sejenisnya, yang menurut gue gak baik buat cewek," Ujar Agas.
Airsya diam, jadi Agas menginginkan memiliki kekasih yang good attitude? Tetapi, kenapa Agas berada dilingkungan yang tidak baik, bukannya jodoh itu cerminan diri sendiri?
"Tapi, kenapa lo pacarin dia, kalau menurut lo dia gak baik?"
Agas tertawa, "Gue kira dengan gue pacarin, dia akan berubah. Taunya malah nambah gila, engga banget sih cewek kayak gitu. Tapi initinya sih, gue pengen punya pacar itu yang serius, gue gamau ngejalanin Cuma becandaan doang, gue mau yang jadi pacar gue itu nantinya jadi istri gue."
Agas seperti membicarakannya, apa Agas tidak tahu kelakuan Airsya seperti apa? Airsya terkenal dengan anak nakal disekolah, walaupun prestasinya luar biasa bagus. Tetapi, tetap saja semua orang menganggapnya Airsya itu nakal, bahkan apa yang disebutkan Agas barusan seperti menamparnya, karena itu semua sama dengan kelakuannya.
"Kenapa lo diem, Sya?" tanya Agas bigung melihat Airsya tidak bersuara.
"Kalau gue kayak gitu gimana?" entah kenapa pertanyaan itu lolos keluar dari mulut Airsya.
Agas tertawa, "Mungkin gue gak kenal lo banyak ya, tapi yang gue tahu lo itu good attitude, juara satu dari smp sampai sekarang? Juara toekondo sejabodetabek? Dapet beasiswa di sekolah? Dan berkesempatan mewakili pertukaran pelajar ke Newyork?"
Airsya tersenyum, ternyata benar dugaannya. Agas hanya tahu Airsya yang baiknya saja, tetapi bagaimana jika Agas tahu, kalau Airsya itu sama seperti kekasihnya? Tidak, Airsya harus berubah, demi Agas.
"Lo stalker gue ya?"
Agas terkekeh pelan, "Ya, bisa dibilang gitu."
Airsya tersenyum, ia turun dari motornya Agas. Karena, mereka sudah sampai tempat tujuan. Agas mengajak Airsya ke tempat balapan. Tapi, bukan Agas yang balapan hari ini, Agas hanya mengajak Airsya menonton temannya tanding.
Agas menggenggam pergelangan tangan Airsya, "Lo tunggu disini dulu, gue ngambil minum dulu."
Airsya mengangguk pelan.
Setelah Agas menghilang dari pandanganya, Airsya membuka ponselnya. Terlihat ada serratus panggilan tidak terjawab dari Dikta dan pesan seribu darinya. Dasar, tidak tahu apa kalau Airsya sedang ngedate Bersama Agas.
"Nih." Agas menyodorkan segelas es lemon tea terhadap Airsya, kemudian duduk disebelah Airysa.
Namun, saat Airsya meminum es lemon tea, Airsya melihat ke arah Agas yang sedang meminum Anggur merah. Memang, Agas tidak menggunakan botolnya, tetapi Airsya hafal kalau itu Anggur merah. Ah, Airsya menginginkannya, rasanya ia ingin mengambil paksa minuman yang ada di tangan Agas. Tetapi, tentu saja Airsya mengurungkan niatya dan sebisa mungkin untuk menahan keinginannya.
Agas menatap Airsya, "Kenapa, gak enak tehnya?"
"Enak kok," balas Airsya.
Agas tersenyum, "Lo suka nongkorng gak?"
Airsya menggeleng, "Engga."
Dengan terpaksa Airsya berbohong, Airsya harus tetap menjaga imagenya bila berada di dekat Agas.
Agas mengangguk, "Jangan gak baik, kecuali kalau lo nongkrongnya sama gue."
"Iya , Gas." Senyum terukir di kedua sudut bibirnya Airsya.
Terkadang jatuh cinta sama seseorang membuat kita lupa akan siapa diri kita, menutupi keburukan kita agar terlihat sempurna di mata dia. Tetapi, kenapa harus dengan cara seperti itu? Bukannya lebih indah jika kita menjadi diri sendiri?
****
Dikta yang panik karena tidak ada jawaban dari Airsya, Dikta langsung menyalakan motornya. Bergeges menuju rumahnya Airsya, Dikta takut jika terjadi apa-apa dengan Airysa. Dikta mengendarai motor Dengan kecepatan di atas rata-rata, namun Ketika sudah sampai di rumahnya Airsya, justru Dikta tidak menemukan Airsya.
"Kalau boleh tahu kemana ya, nek?" tanya Dikta, terhadap neneknya Airsya.
"Nenek gatau, Eca bilangnya tadi mau jalan sama kamu, Dik."
Dikta mengangguk, tidak biasanya Airsya mengkambing hitamkan dirinya.
"Oh iya," Dikta menepuk jidatnya, "Eca tadi ke supermarket dulu nek, Dikta susilin Eca ya nek."
Dikta mencium tangan neneknya Airsya, lalu Kembali menjalankan motornya. Sungguh, Dikta sangat khawatir akan keadaan Airsya. Dikta takut, Airsya kenapa-napa. Dikta Kembali menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi, sambil melihat ke arah tempat tongkrongan anak-anak muda seusiannya, karena biasanya Airsya dan Dikta suka nongkrong di tempat tongkrongan.
Pandangan Dikta tertuju pada sosok Airsya yang berada ditengah gerombolan anak laki-laki, Dikta langsung memarkirkan motornya, lalu menghampiri Airsya yang tengah Asik mengobrol dengan seseorang yang sepertinya Dikta kenal.
"Pulang," ujar Dikta terhadap Airsya.
Melihat kedatangan Dikta yang tiba-tiba, Airsya langsung menarik paksa pergelangan tangan Dikta, membawanya ke tempat yang tidak terlalu ramai.
"Gue pulang sama Agas," ucap Airsya.
Ya, Airsya masih Bersama Agas, bahkan sampai tengah malam seperti ini. Itu yang membuat Dikta kesal, karena menurut Dikta, Agas itu bukan orang baik.
"Pulang sama gue, atau gue gamau ikut campur sama urusan lo lagi!"
"Emang sejak kapan gue memperbolehkan lo ikut campur sama urusan gue? Dik, gue udah gede! Gue bukan anak Esde yang bisa lo setir terus!"
Dikta tertawa dengan sinis, "Gue bukannya mau nyetir kehidupan lo, tapi itu tanggung jawab gue. Ngejagain lo itu udah jadi keharusan buat gue, karena lo sahabat gue, Ca!"
"Gue gak pernah minta dijagain sama lo! Sekarang, gue mau lo atur hidup lo sendiri, jangan ikut campur sama urusan gue, masalah gue, apalagi soal asmara gue!"
Saat Airsya mau melangkahkan kakinya, Dikta memegang pergelangan tangan Airysa, "Gue minta maaf, gue gak bermaksud buat ngomong kayak gitu. Gue Cuma gamau lo kenapa-napa."
Airsya melepaskan begitu saja genggaman tangan Dikta, Airsya lagsung Kembali Menghampiri Agas.
"Gas, gue mau pulang," ungkap Airsya.
"Pulang sama Dikta?" tanya Agas.
"Sama lo."
Agas mengangguk, lalu merangkul Airsya.
"Bro gue pulang ya, bilangin ke yang lain gue duluan," pamit Agas kepada Bagjo salah satu temannya.
Bagjo mengangguk, "Siap Gas, hati-hati lo."
Dengan tangan yang masih merangkul Airsya, Agas berjalan menuju tempat motornya di parkir. Di sebelah motor Agas, terlihat motor tua Dikta yang terparkir juga.
Agas menyalakan motornya, membiarkan Airsya naik ke atas motornya, menarik tangan Airsya perlahan hingga terlingkar di pinggangnya. Tetapi, sadarkah Airsya kalau Dikta memperhatikannya dari belakang? Ya, Dikta melihat begitu jelas, sepertinya Airsya memang benar-benar mencintai dan mengagumi sosok Agas.
Sebetulnya hal yang paling Dikta takutin itu, bukan karena nantinya Airsya tidak punya waktu untuknya, tidak sama sekali. Sesungguhnya, yang paling Dikta takuti itu jika nanti Airsya disakiti oleh Laki-laki itu, Dikta takut Airsya kecewa akan cinta pertamanya, Dikta takut nantinya Airsya sakit atau hal-hal buruk lainnya.
Dari belakang motor Agas, Dikta megikuti Airsya. Bahkan sampai mereka sampai di depan rumah Airsya, Dikta melihat dari kejauhan Agas mencopot dan membukakan helmnyaAirsya, Terlihat jelas senyum mengembang dikedua sudut bibit Airsya.
Sepertinya, Dikta harus belajar merelakan Airsya mempunyai kekasih duluan, walaupun nantinya Dikta harus membiayai makan Airsya selama satu bulan penuh, karena Airsya dan Dikta melakuakan taruahan konyol itu.
Dikta terus memperhatikan Airsya, hingga Agas pergi dari hadapan Airsya dan Airsya masuk ke dalam rumahnya.
Bersambung...