Seseorang yang mencintai mu akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu tanpa meminta balasan dan juga tanpa banyak alasan.
•
•
•
[ [13] Perlakuan Manis Devon ]
*****
Sejak kejadian kemarin, Devon dan Anya sedikit canggung. Sungguh, Devon memanglah mantan playboy, tetapi jika urusan seperti kemarin itu adalah kali pertamanya karena setiap dia pacaran dia selalu berpegang teguh pada janjinya dengan ketiga sahabatnya waktu mereka SMP.
Flashback on.
Agasa, Devon, Zemi dan Naka sedang duduk di kursi taman SMP mereka. Kelas mereka baru saja selesai olahraga dan di taman inilah mereka berempat selalu berkumpul untuk sekedar menghilangkan penat.
"Gue lagi suka Anya," celetuk Devon membuat ketiga sahabatnya menoleh ke arahnya, mereka tidak kaget karena mereka bertiga sudah curiga hal ini dari awal.
"Kita udah tahu, kok. Lo keliatan banget kalau ngeliatin cewek itu," ujar Zemi.
"Persis kek Agasa ke Tiara," ucap Naka menambahkan.
"Ya lagian siapa sih yang gak tertarik sama circle mereka? Pada bening terus berbakat. Apalagi Anya, gue suka kalau dia lagi main basket," ucap Devon seraya senyum-senyum tak jelas membayangkan betapa lihainya seorang Anya bermain basket.
Agasa berdehem pelan sebelum akhirnya berkata, "Gue mau kita buat perjanjian."
"Hah?" semua tampak kaget dibuatnya, "perjanjian apa?"
"Kalau nanti kita pacaran kita harus ingat batasan. Cukup pegangan dan paling maksimal ya pelukan, gue gak mau ada yang ciuman. Ciuman termasuk hal terlarang. Gimana?"
Agasa menatap ketiga sahabatnya yang tampak berpikir.
"Gue setuju!" seru Naka, "tapi kayaknya gue gak minta pacaran."
"Intinya kalau ada yang pacaran harus gitu. Sampai nanti kita gede pun harus gitu. Kecuali kalau udah nikah," ucap Agasa.
Kini, Zemi dan Devon mengangguk. "Oke!"
Ya, sejak saat itu mereka menempati janjinya sampai mereka bertemu pasangan masing-masing di SMA.
Agasa dengan Tiara.
Devon dengan Anya.
Zemi dengan Bianca.
Lalu, Naka dengan kejombloannya.
Selama mereka menjalin hubungan pun tidak ada yang melanggar janji itu terkecuali Zemi yang memang khilaf dan ya Agasa terlewat khilaf.
Flashback off.
"Jadi gitu ya rasanya ciuman?" gumam Devon sedetik kemudian pria itu menggeleng, "sumpah otak gue perlu di cuci."
Ting!
Nyam-Nyam Istri Gue: Dev, bisa jemput gak? Aku ada bimbingan sama dosen. Please😫
Devon: Oke! Tunggu gue.
Devon lantas memasukkan kembali ponselnya ke saku kemudian pria itu memantapkan hatinya agar dia bersikap biasa saja pada Anya.
"Lo harus bisa, lagian kemarin itu sah-sah aja. Itu bukan kesalahan. Lo jangan canggung. Anya istri lo," ujarnya sebelum akhirnya pria tampan itu melangkah menuju parkiran dan bersiap menjemput Anya dan untungnya jadwal matkul selanjutnya masih dua jam lagi.
***
"Sorry ya, Dev harus ngerepotin kamu padahal kamu udah dari pagi ke kampus, tapi aku malah minta jemput kamu siang ini."
Anya memang ada bimbingan dengan dosen pembimbingnya siang ini dan dia meminta Devon menjemputnya karena dia tidak ada mobil—bukan tidak ada, tetapi belum diambil di rumah dulunya—dan jika naik angkutan umum Anya belum bisa, dia tidak tahu apa-apa karena jujur dia belum pernah naik angkutan umum apapun itu, baik angkot, bus dan yang lainnya.
Devon yang duduk di kursi kemudi alias samping Anya itu tersenyum tipis. "Enggak papa, gue akan selalu ada setiap saat buat lo."
Pipi Anya memerah. "Gombalnya mulai ya."
"What ever mau dianggap apa, tapi yang pasti gue usahain omongan gue itu terjadi. Terus kalau emang mau kita ambil mobil lo atau mau gini aja?" tanya Devon seraya menoleh ke samping.
Sebenarnya Anya pengin seperti ini—diantar jemput Devon—tetapi dia juga butuh mobil karena dia tidak mungkin selalu meminta Devon karena dia tahu Devon pun punya kesibukan.
"Aku ambil mobil, gak papa?" tanya Anya hati-hati.
Devon mengangguk. "Gue gak masalah. Lagian gue juga tahu lo pasti susah gerak kalau tanpa mobil, jadi nanti kita bawa mobil lo ke rumah, tapi gue janji kalau emang gue ada waktu bakalan siap antar jemput lo."
Senyum Anya merekah kemudian gadis cantik itu menyenderkan tubuhnya ke Devon, sang suami.
"Makasih ya, Dev. Aku seneng banget. Senengnya gak bisa dinilai oleh apa-apa."
Di depan lampu lalu lintas berubah berwarna merah.
Devon menunduk melihat wajah sang istri yang kini mendongak menatapnya dan sedetik kemudian dia melayangkan sebuah kecupan singkat di dahi Anya seraya berkata, "Sama-sama."
Tentu hal itu membuat Anya malu sekaligus senang karena dia amat merindukan Devon yang sekarang, manis dan penuh perhatian.
***
"Anya dengerin gue dulu, Nya!"
Puluhan kali Safina mengutarakan kalimat yang sama, tetapi Anya tidak menggubrisnya bahkan Anya dengan santainya berlalu begitu saja seolah-olah suara Safina hanyalah angin lalu.
"Gue tahu lo gak budeg, Nya!"
"Siapa juga yang budeg?"
Sebenernya Anya tidak tega melihat Safina seperti itu, tetapi bagaimanapun apa yang telah Safina lakukan adalah salah terlebih saat dirinya dan Devon putus, Safina seolah-olah tidak terlibat sama sekali.
"Gue ngelakuin itu karena lo selingkuh sama kak Angga, Nya!"
Deg.
Anya terpaksa menghentikan langkahnya kemudian gadis cantik itu menoleh ke belakang dan langsung mendapati Safina dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.
"Gue tahu semuanya, Nya. Lo jadian sama kak Angga. Lo cinta sama dia dan lo berkianat di belakang Devon. Itu sebabnya gue ngelakuin ini karena menurut gue Devon pantas dapat yang lebih baik dari lo."
Anya mengepalkan tangannya. Ingatannya dipaksa berlabuh pada kejadian empat tahun lalu dan apa yang Safina katakan memang benar adanya.
Ya, dia selingkuh. Anya akui itu.
"Devon cowok baik, Nya. Dia tulus sama lo, tapi lo malah selingkuh. Apa salah kalau gue berusaha bantu Devon dapat yang lebih baik dari lo?" lanjut Safina.
"Lo gak berhak ikut campur, Fin!" Akhirnya Anya buka suara, dia murka.
"Kenapa? Gue salah? Devon temen gue, Nya. Gue hapal tabiat dia. Dia itu cowok baik dengan sejuta humornya yang tulus cinta sama cewek yang sama sekali gak menghargai dia. Gue cuman mau dia dapat yang lebih baik."
Anya diam, jujur dia tak mampu lagi berkata-kata. Rasanya semua stok kata-kata yang ia miliki hilang entah kemana. Dan kini pikirannya terpenuhi oleh pengkhianatan yang pernah dia lakukan empat tahun lalu pada Devon.
Satu hal lagi, alasan dia kembali pada Devon karena dia ingin memperbaiki semuanya dan dia amat menyesal telah menyia-nyiakan Devon.
Lantas, apakah itu salah?
"Gue harap suatu saat Devon sadar hal ini karena gue mau semua temen gue dapat yang terbaik."
Devon? Bagaimana jika pria itu tahu? Bagaimana jika Devon kembali dingin padanya padahal dua hari ini mereka baik-baik saja bahkan Devon sudah bersikap manis padanya.
Sial, Anya belum siap jika Devon mengetahui semua nya.
Anya akan melakukan apapun demi hal ini. Ya demi menutupi semaunya dari Devon Mahesa.
—Tbc.
A/n: makasih dah mampir, semoga suka😍💜