01. jebakan sang tuan tanah

4.2K 144 0
                                    


Suasana sore ini sedikit gelap tertutupi awan mendung, sisa-sisa air hujan siang tadi masih menggenang di beberapa bagian jalan yang berlubang. Haifa berjalan dengan tergesa, matahari yang sudah terlihat condong kearah barat menunjukan waktu magrib yang akan segera tiba. Dan entah kenapa perasaannya tak tenang.

dengan langkah yang semakin cepat wanita itu melihat kearah belakang merasa ada yang membuntutinya, suasana jalan yang biasanya ramai entah mengapa sore ini terasa mencekam. langkahnya yang semula lebar berhenti saat melihat segerombolan pria dengan pakaian ala preman melihatnya diujung jalan.

Tanpa berfikir panjang Haifa berbalik dan lari sekencang yang dia bisa, badannya yang memang lumayan berisi membuatnya sedikit susah untuk berlari, ditambah jalanan yang memang licin menjadi kendala baginya. Haifa menengok ke belakang, melihat pria-pria itu yang semakin dekat dengannya, kakinya seolah tak bisa diajak kerjasama karena tak bisa berlari lebih cepat. Ditengah suasana hatinya yang ketakutan Haifa terus berlari sampai menabrak seseorang dan terjatuh, dalam hati Haifa bersyukur karena akhirnya dia bisa menemukan orang yang bisa dia mintai pertolongan. Haifa tersenyum lalu mendongak untuk melihat sosok lelaki yang dia tabrak tadi.

Senyumnya perlahan memudar saat melihat sosok yang ada di depannya menyeringai dan berpenampilan sama dengan segerombolan pria yang mengejarnya. Haifa menangis, tamatlah sudah dia saat ini. Dengan kekuatannya yang tersisa Haifa berdiri dan mencoba kabur, namun terlambat saat ada seorang pria yang memukul kepala belakangnya sampai dia pingsan.

---------

Haifa membuka matanya perlahan, mencoba mengingat apa yang menyebabkan kepala belakangnya terasa nyeri. Saat menyadari kejadian sore tadi Haifa kembali mulai khawatir, menatap tubuhnya dari atas sampai bawah. Sedikit bernafas lega saat menyadari bajunya masih sama dengan sore tadi. Belum sempat dia beranjak dari tempat tidur, Haifa dibuat gemetaran saat melihat sosok pria gempal dengan perhiasan di sela-sela jari dan juga lehernya itu masuk kedalam kamar yang entah milik siapa. Haifa gemetaran, sosok yang selama ini selalu dia hindari kini ada di hadapannya. lelaki tua yang sudah punya dua istri itu memang selalu mengincarnya sejak dulu.

"Sudah bangun sayang?" pria dengan tubuh gempal itu menatap Haifa menyeringai.

"Tuan mau apa? lepaskan saya! saya harus pulang" Haifa menatap pria itu tajam, meski suaranya terdengar sekali sedikit gemetar. menatap sekeliling berharap menemukan barang yang bisa dia gunakan untuk melindungi diri.

"Ssttt, jangan sok jual mahal! lagi pula kamu mau pulang untuk apa. Ibu tirimu itu tidak akan khawatir jika kamu tidak pulang semalam saja. apalagi jika dia tahu kamu disini, dia pasti akan merasa lebih senang."
pria tua itu tersenyum meremehkan, menatap Haifa dengan tatapan lapar "disini saja, layani aku dan semua kebutuhanmu akan terpenuhi" ucapnya seraya menutup pintu kamar tanpa memalingkan wajah menatap wanita yang sudah sejak lama dia incar

Haifa yang melihat pria tua itu menutup pintu semakin gelagapan, dengan gerakan tergesa dia turun dari ranjang "Tuan mau apa? Tolong, saya mau pulang. jangan macam-macam, atau jangan salahkan saya kalau saya melawan"

pria gempal itu tertawa, meremehkan
"kamu mau apa? kamu disini sendirian. diluar banyak anak buah saya. kamu mustahil untuk kabur."

"Tuan, setidaknya kunci pintu. saya tidak mau ada orang lain masuk saat nanti kita sedang berdua." Haifa bergetar masih mencoba mencari cara untuk kabur dan mengulur waktu.

mendengar perkataan wanita muda di depannya, pria itu tersenyum girang. berbalik arah dan mengunci pintunya. "saya kira kamu sulit ditaklukan, nyatanya sama saja dengan wanita yang lain. murahan!" pria itu menatap Haifa mencemooh "buka kerudung kamu! nggak usah sok suci dibalik sehelai kain munafik kamu itu" pria itu berjalan mendekat kearah Haifa yang ketakutan.

Haifa gemetaran, kakinya serasa tak menapak. Saat pria tua itu
benar--benar berada di depannya dia mengambil hiasan berbahan keramik dari meja di belakang punggungnya. memukul kepala pria itu dengan kencang, membuat pria itu jatuh tersungkur memegangi kepalanya yang berdarah, pria itu berteriak memanggil anak buahnya yang berada di luar kamar. mendengar sang tuan berteriak kesakitan para anak buahnya mencoba mendobrak pintu yang terkunci dari dalam.

Melihat kesempatan yang ada di depan mata, Haifa langsung berlari kearah jendela. membuka kunci jendela dan kabur lewat sana. Haifa berlari tak tentu arah, mencari jalan yang sekiranya bisa menemukan orang lain dengan cepat. ditengah fikirannya yang kalang kabut Haifa hanya bisa berfikir untuk kabur ke arah rumah yang biasa digunakan untuk menampung para tamu yang datang ke desa ini. setidaknya tempat itu adalah tempat paling dekat dengan tempat ini.
jika Haifa bersikeras untuk berlari pulang, itu terlalu jauh dan dia akan kehabisan tenaga sebelum sampai kerumahnya. pilihannya cuma satu, dia hanya bisa pergi ke rumah khusus para tamu. dan berharap ada yang sedang menginap disana.

setidaknya orang-orang kota itu akan berpikiran lebih terbuka dan pastinya tidak akan takut ditindas oleh pria tua dan anak buahnya itu.

Haifa tersenyum saat melihat ada seorang pria dengan tubuh tinggi sedang berdiri memainkan ponselnya di depan rumah khusus menginap para tamu desa.

dengan langkah tergesa Haifa berlari ke arah pria itu untuk meminta bantuan"tuan tolong saya, saya sedang dikejar orang-orang jahat. mereka berusaha untuk melecehkan saya" pria kota itu menatapnya aneh, tanpa mengatakan apapun "saya harap tuan adalah orang yang dikirimkan Allah untuk melindungi saya. saya mohon tuan, jika tuan melindungi saya sama saja tuan telah melindungi seorang wanita yang ingin menjaga kehormatannya. saya akan melakukan apapun jika tuan mau membantu saya"

belum selesai Haifa berbicara dengan pria kota itu, dua anak buah dari sang tuan tanah sedah berhasil menyusulnya sampai sana. dan tepat setelah itu dia merasakan tangannya di tarik kebelakang punggung pria itu. "saya mohon tuan. saya akan berhutang budi jika tuan mau menolong saya"

"Saya akan menolong kamu semampu saya" pria itu memasukan ponselnya kedalam saku celana. menatap dua orang pria berpakaian layaknya preman pasar.

"jangan ganggu dia, jika kalian berani saya akan bawa permasalahan ini ke polisi. kalian pasti tahu siapa saya bukan? saya bukan orang sembaranngan yang bisa kalian tindas seenaknya. saya juga punya body guard didalam, jika kalian berani silahkan, kalau kalian memang ingin masuk ke dalam penjara."

dua orang anak buah tuan tanah itu pergi, melihat dari penampilan pria itu saja mereka tau jika pria itu berasal dari kalangan atas. jika mereka mencoba melawan takutnya justru akan memperkeruh suasana. lebih baik mereka kembali dan memberitahukan sang bos masalah ini.

melihat dua orang yang memilih pergi itu Haifa bernafas lega, dengan senyum yang tulus dia mengucapkan banyak terima kasih pada pria kota yang membantunya. "terima kasih tuan, saya tidak akan melupakan kebaikan tuan kepada saya"

"nama saya Kevin, jangan panggil saya tuan. rumah kamu di mana? mari saya antar pulang"

"saya tidak ingin pulang pak kevin, mereka pasti akan mencari saya ke rumah, dan orang tua saya juga tidak akan membantu karena mereka memang sedari awal ingin menikahkan saya dengan juragan tanah itu. saya sendiri bingung harus kemana"

"kalau begitu, tinggalah disini sampai pagi. setelah besok sudah mulai aman kamu boleh pergi" melihat gelagat Haifa yang terlihat ragu pria berperawakan tinggi itu mencoba meyakinkan "saya tidak akan melakukan apapun padamu, di rumah ini hanya ada satu kamar tidur, kamu boleh tidur di dalam kamar biar saya yang diluar. jika memang masih merasa takut kamu bisa mengunci pintu kamar dari dalam"

"lalu body guard tuan bagaimana, saya bisa percaya tuan, tapi tidak dengan mereka" Haifa menatap rumah tamu desa yang pintunya dibiarkan terbuka. sedikit bimbang dengan keputusannya.

"mereka tidak ada, saya sendirian disini. tadi itu hanya untuk menggertak mereka saja, ayo masuk sebelum orang-orang itu mencarimu lagi ke sini" Kevin berjalan masuk kedalam rumah, diikuti Haifa yang berjalan di belakangnya.

Baja NagaraWhere stories live. Discover now