43. Kehilangan yang disayang

667 67 13
                                    

Setelah mengetahui kehamilannya sikap Kevin perlahan mulai berubah, pria itu menjadi lebih perhatian, pria itu selalu pulang tepat waktu, dengan membawa makanan yang sebenarnya tak pernah dia minta. Mengingat kondisinya yang akan merasa mual mencium aroma makanan yang pria itu bawa dan berakhir dimakan sendiri oleh suaminya.

Sebenarnya kehamilan ini tak membuatnya terlalu kepayahan. Meski dia sering merasa mual saat mencium aroma-aroma makanan tapi dia masih bisa memakan makanan rumahan lainnya, yang terpenting tidak ada aroma bawang putih disana. 10 minggu dia hamil, haifa justru merasakan berat badannya yang kian bertambah.

Haifa mematut penampilannya di cermin, memperhatikan pakaiannya apakah sudah rapih dari sana. Hari ini dia berniat untuk USG sesuai saran dokter, sayangnya Kevin tak bisa menemaninya kali ini. Haifa pun tak memaksakannya, mengingat pria itu orang sibuk yang banyak kerjaan. Awalnya Haifa berniat untuk pergi sendiri, tapi suaminya menolak dan meminta agar ibu mertuanya yang mendampinginya saat USG nanti.

Sembari menunggu ibu mertuanya datang menjemput, Haifa duduk disisi ranjangnya, menatap ke arah taman belakang seraya mengelus perutnya pelan. Dia meraih ponselnya, berharap jika sang suami mengiriminya pesan pagi ini. Dan benar saja, pria itu benar-benar mengiriminya pesan, menanyakan apakah dia menginginkan sesuatu saat pria itu pulang nanti dan juga menanyakan apakah ibunya sudah datang menjemputnya.

Haifa tersenyum, lalu mengetikkan balasan, dia yang sedari dulu tak pernah bisa bersikap manja kepada suaminya hanya membalas pesan itu singkat, padat dan jelas. TIDAK dan BELUM.

Dia memang seperti itu, hidup dilingkungan keluarga yang tak sehat membuatnya menjadi pribadi yang lebih tertutup dan tak bisa mengekspressikan perasaanya.

Haifa memasukkan ponselnya ke dalam tas saat mendengar suara ibunya yang berada di luar kamar. Dia bangkit perlahan, menemui ibu mertuanya yang sudah ada di ruang keluarga. Haifa tersenyum seraya menutup pintu kamarnya, mendekat ke arah wanita paruh baya yang masih terlihat muda di usianya saat ini. Haifa mengulurkan tangannya, menyalami ibu mertuanya itu yang langsung memeluknya tanpa segan, Haifa balas memeluknya, merasa senang diperlakukan baik seperti ini. "Mama sehat?"

"Alhamdulillah, sehat sayang. Kamu bagaimana? Masih mual-mual?" Wanita itu balik bertanya seraya mengelus perutnya pelan.

"Sedikit" Haifa mendekatkan ibu jari dan telunjuknya untuk memberikan gambaran kepada ibu mertuanya. "Haifa hanya akan mual saat mencium bau bawang putih dn keringat Mas Kevin ma"

Ibu mertuanya terkekeh, wanita itu sudah tahu dari anaknya jika Haifa tak mau dia dekati jika belum mandi. "Tidak apa-apa. Dinikmati saja, nanti kalau sudah melahirkan juga tidak seperti itu lagi. Ya sudah, kita berangkat sekarang?"

Haifa mengangguk, sebelum berangkat dia menemui bibinya yang sedang menjemur pakaian di halaman belakang, memberi tahu wanita itu jika dia akan pergi bersama ibu mertuanya. Setelahnya Haifa kembali menemui ibu mertuanya yang masih menunggunya di tempat dia tinggalkan tadi.

Di perjalanan Haifa mendengarkan beberapa petuah ibu mertuanya itu, wanita itu memberi tahukan kepadanya bagaimana kondisinya dulu saat mengandung suaminya, dan ternyata lebih parah dari kondisinya saat ini. Ibu mertuanya itu mengalami mual-mual yang lebih hebat darinya, wanita itu bahkan sempat dirawat karena tak bisa memakan apapun dan membuatnya dehidrasi saat hamil dulu. Istilahnya Hiperemesis gravidarum atau muntah berlebihan pada saat hamil katanya. Haifa seharusnya bersyukur karena tak merasakan itu semua.

Saat USG Haifa menatap layar monitor yang menujukan keadaan bayinya, disana dia melihat makluk mungil itu sudah mulai terlihat bentuknya, haifa terharu, melihat anak itu yang tumbuh didalam rahimnya dengan sehat nyatanya membuat perasaanya tak bisa dijelaskan.

Baja NagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang