48. berpisah

792 78 6
                                    

Hampir tengah malam saat Haifa merasakan perutnya meminta untuk diisi. Dia bangkit dari ranjang, sejak sore tadi Haifa baru memberanikan diri untuk keluar kamarnya. Dia berjalan perlahan menuju dapur, tak ingin membuat orang lain di rumah ini sadar akan keberadaanya.

Mengingat jika pagi tadi dia tidak memasak Haifa berjalan ke arah kulkas, mencari apa saja yang kiranya bisa dia makan disana. Dan pilihannya jatuh pada buah apel  dan satu botol air untuk dia bawa ke dalam kamarnya.

Baru saja Haifa berniat untuk berbalik dan menjauh dari sana, Haifa menemukan suaminya yang sudah berdiri di dekat meja makan, meski dengan penerangan yang minim, Haifa masih bisa melihat bagaimana ekspressi yang ditunjukkan pria itu.

Melihatnya, Haifa mendadak merasa mual, bayangan suaminya bersama wanita lain tanpa pakaian berhasil mengocok isi perutnya. Haifa tak pernah membayangkan, jika pria itu bisa melakukan hal gila dibelakangnya.

Tak kuat menahan rasa mualnya, Haifa berjalan ke arah wastafel, memuntahkan isi perutnya yang memang hanya diisi saat sarapan pagi tadi. Haifa dapat merasakan suaminya itu berjalan mendekat, dan saat pria itu mencoba untuk memijati tengkuknya, Haifa menggeser tubuhnya, tak ingin disentuh oleh pria yang sudah menghancurkan kepercayaanya.

Kevin yang mendapatkan respon seperti itu merasa sedikit tersinggung, pasalnya istri yang biasanya tak pernah menolak sentuhannya saat ini justru terkesan jijik kepadanya. "Kenapa?"

Haifa hanya menggeleng, seraya menyeka mulutnya yang basah. Dia menunduk, tak ingin melihat sosok laki-laki yang tak ingin dia lihat saat ini.

"Kita bicara dulu, jangan biarkan masalah seperti ini berlarut-larut."

Haifa kembali menggeleng, yang dia inginkan saat ini adalah pergi dari hadapan pria itu, jika perlu Haifa ingin pergi dari hidupnya.

Melihat respon istrinya yang masih tetap diam,  Kevin mengacak rambutnya yang memang sudah acak-acakan, mencoba mendekat ke arah istrinya yang langsung menjauh saat itu juga. "Percaya tidak percaya, mas tidak melakukan apapun dengan dia. Harus dengan cara apa mas menjelaskan dan kamu percaya"

"Tidak perlu, Haifa sudah menyerah dan tidak ingin melanjutkan hubungan kita" Haifa menunjukan wajah datar, ingin membuat pria itu berpikir jika dia tak keberatan untuk diceraikan.

Melihat wajah istrinya yang tak menunjukan ekspressi apapun justru membuat Kevin merasa tak enak hati "Kita bicarakan dulu baik-baik, kenapa kamu terus terusan keras kepala seperti ini"

"Apa lagi yang ingin dibicarakan?, kemarin-kemarin kita juga bicara,  tapi mas memang suka sekali melakukan kesalahan yang sama" Haifa berbicara dengan nada lebih tinggi dari biasanya, masih dengan wajah datar yang membuat dadanya memanas karena harus menahan amarah di depan pria yang masih berstatus sebagai suaminya "kalau saja kamu bisa move on, dan memulai hidup baru tanpa mencampuri urusan wanita itu, anak kita mungkin masih ada mas! Apa belum puas kamu melihat anak kita menjadi korban keegoisan kamu ?!"

Kevin merasa dituduh, dia juga merasakan kehilangan, anak yang wanita itu kandung juga anaknya, darah dagingnya. "Dia ibu kandung Aira, kalau kamu meminta mas menjauhinya sama saja kamu membuat Aira kehilangan sosok ayahnya"

Haifa tertawa kecil, tawa yang bahkan terdengar menyakitkan telinganya. "Kalau begitu kembali bersama mereka, bangun kembali rumah tangga impian kalian.  Anggap saja Haifa ini hanya mimpi yang tak seharusnya datang dalam kehidupan kamu"

"Kamu ini kenapa? mana mungkin mas meninggalkan kamu disaat seperti ini. Kita berdua baru saja kehilangan anak kita, mengapa harus saling menyudutkan seperti ini"

"Iya memang, aku baru kehilangan anakku. Tapi kamu sudah punya anak yang lain mas, bahkan ingin membuat adik untuknya disaat aku masih menjadi istri kamu"

Baja NagaraWhere stories live. Discover now