09. menghindar

1.1K 114 0
                                    

Di perjalanan pulang, Haifa diam saja. Tak meladeni suaminya yang berapa kali mengajaknya untuk berbicara. Matanya menatap keluar jendela, memperhatikan apa saja yang ada di jalan asalkan bukan suaminya. Haifa malas, dia tak suka dibohongi seperti ini.

Mereka sampai rumah hampir maghrib. Setelah sampai di depan rumah, Haifa berjalan terlebih dahulu meninggalkan sang suami diluar rumah. Sesampainya di dalam kamar, Haifa berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dan mendinginkan kepalanya yang terasa panas.

Saat keluar dari dalam kamar mandi, Haifa melihat suaminya sudah terduduk disisi ranjang, seraya mengeringkan rambutnya Haifa berjalan ke arah sofa. Dia melirik sang suami saat melihatnya berjalan mendekat. Mencoba menetralkan ekspressinya agar terlihat biasa saja.

"Kamu kenapa sayang?"

Haifa menatap suaminya, melihat lelaki itu yang berdiri tepat didepanya "apanya yang kenapa?"

"Setelah pulang dari rumah mama, kamu kelihatan berbeda. Apa Mas ada buat salah? Mas minta maaf kalau memang seperti itu" lelaki itu mendekat, duduk di sampingnya, mencoba meraih tangannya untuk di genggam.

Haifa menghindar, mencoba menggeser duduknya menjauhi pria itu "Haifa sudah ada wudhu mas"

"Oh sudah selesai? Mas kira masih halangan" pria itu bergerak salah tingkah. "Ya sudah, mas ambil wudhu dulu. Sudah mau maghrib juga" Kevin beranjak ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Haifa yang hanya merutuki jawabannya, dia lupa jika dia sedang mengaku halangan pada pria itu.

Haifa menatap jendela saat melihat hujan yang tiba-tiba turun deras. Cuaca akhir-akhir ini memang susah di prediksi. Berjalan ke arah balkon, mengecek jendela takutnya ada air yang masuk ke dalam kamar.

Haifa berbalik saat melihat suaminya keluar dari dalam kamar mandi, "mas sholat di rumah saja, lagi pula diluar hujan deras kan?" Lelaki itu berjalan kearah lemari, mengeluarkan sajadah dari sana.

"Haifa mau makmum mas"

Kevin mengangguk, menyiapkan sajadah untuk mereka berdua, menunggu istrinya bersiap-siap memakai mukena.

Setelahnya Haifa bersiap dibelakang suaminya, menunaikan sholat-nya yang pertama kali di imami suami.
Perasaanya menghangat, mendengar lelaki itu melantunkan ayat suci. Haifa tak menyangka, orang kota sekaya dia masih bisa mengaji? Apalagi lelaki itu sangat fasih membacanya, tepat pula hukum tajwidnya, bagaimana dia bisa tidak jatuh cinta jika dia seperti ini?

Selepas sholat Haifa mengikuti suaminya yang lanjut berzikir, mengaminkan doa lelaki itu yang terlihat khusyuk, Haifa masih tak percaya, lelaki itu nyaris sempurna. Tampan, kaya, ditambah lagi paham ilmu agama. Haifa tersenyum, memandang punggung suaminya.
Perasaan kesalnya tadi mendadak sirna, berganti dengan rasa hangat dan juga kekagumannya untuk sang suami.

Suaminya berbalik mengulurkan tangannya untuk di cium, awalnya Haifa diam saja, dia masih terpaku pada pria itu, Haifa juga dapat merasakan saat jantungnya bertalu semakin keras. Dengan kesadaran yang masih tersisa dia meraih tangan sang suami menciumnya penuh perasaan, Haifa merasakan lelaki itu meraih kepalanya dan mencium tepat di dahinya.

Haifa memundurkan badannya setelah sang suami melepaskan kepalanya, menunduk saat tahu jika suaminya masih menatapnya serius.

"Sayang, kamu kenapa tadi kelihatan marah sama mas?"

Haifa menggeleng, tak ingin mengatakan apapun yang hanya akan membuatnya sakit hati.

"Apapun yang membuat kamu tak enak hati kita bicarakan baik-baik"

"Mas, Haifa baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir" wanita itu beranjak, membereskan sajadah bekas sholatnya dan juga mukena yang dia kenakan. "Haifa mau turun mas, kamu mau makan apa?"

Baja NagaraWhere stories live. Discover now