36. Didatangi lagi

1.5K 109 8
                                    

Paginya Kevin pergi dari rumah pagi-pagi sekali, tanpa sarapan dan hanya berpamitan dengannya saat berangkat tadi. Pria itu bilang akan pergi ke rumah Kayra terlebih dahulu untuk menjemput putrinya dan menyiapkan semua keperluannya saat ada disini. Haifa senang-senang saja jika Aira tinggal bersama mereka, lagi pula dia sudah menganggap Aira seperti anaknya sendiri.

saat ini Haifa sedang duduk di halaman belakang, melihat sekeliling untuk menghilangkan rasa bosannya. saat ini dia sendirian, sementara bibinya sedang pergi kepasar dan juga membelikan barang pesanannya. mengingat itu Haifa reflek mengelus perutnya berharap apa yang dia curigai benar adanya.
meski kadang dia merasa sedikit ragu, karena tak merasakan mual seperti ibu hamil pada umumnya.

saat mendengar pintu yang diketuk dari luar, Haifa menoleh, merasa heran karena selama dirinya tinggal dirumah ini jarang sekali ada orang yang datang. kecuali ibu mertuanya dan juga mantan istri suaminya, itupun hanya sekali. saat mendengar pintu rumahnya kembali di ketuk, Haifa bangkit, merasa penasaran dengan orang diluar sana.

Haifa berjalan ke arah jendela, takutnya yang datang adalah seorang laki-laki, Haifa tak mau jika nantinya hanya akan menciptakan fitnah untuk dirinya sendiri. Saat dia membuka tirai untuk mengintip orang yang berada didepan pintu, Haifa justu menemukan wanita yang sempat terbersit dipikirannya tadi, Haifa sempat tertegun meski sesaat. untuk apa wanita itu datang kesini? bukankah suaminya sudah pergi kesana untuk menjemput anak mereka? Haifa hanya khawatir dirinya akan mendengar hal yang justru membuat dirinya sakit hati, mengingat terakhir kali wanita itu datang membuat kesan tak suka pada dirinya.

tak ingin penasaran Haifa membuka pintu rumahnya, langsung menatap ke arah wanita yang langsung tersenyum kearahnya. untuk sesaat Haifa merasa heran, karena tak biasanya wanita itu akan bersikap baik seperti ini kepadanya. meski terlihat sedikit canggung Haifa membalas senyuman wanita didepannya, menggeser tubuhnya dari pintu dan mempersilahkan Kayra untuk masuk kedalam rumah.

"Mbak Kayra mau minum apa? biar nanti Haifa buatkan"

"air putih saja"

Haifa mengangguk, berjalan ke arah dapur meski dengan kakinya yang masih belum leluasa untuk dia gerakkan. dia mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih sesuai permintaan wanita yang saat ini menunggunya diruang tamu. Haifa meletakkan gelas itu diatas nampan dan juga beberapa makanan ringan untuk tamu yang tak dia sangka-sangka itu.

setelah meletakkan minum dan juga makanan ringan diatas meja Haifa ikut duduk didepan mantan istri suaminya itu, dia juga memperhatikan wajahnya yang terdapat banyak luka meski Haifa tahu semua itu ditutupi dengan riasan yang dipakainya. jadi apakah benar wanita itu diserang oleh kekasihnya sendiri? Haifa jadi miris melihatnya.

"jangan menatapku seperti itu" Kayra berucap seraya meneguk minuman didepannya.

mengerti jika wanita didepannya merasa tak nyaman haifa menunduk, memperhatikan kuku jarinya.

"aku tahu, mas Kevin pasti sudah memberitahukan tentang luka ini bukan? jangan menatapku kasihan seperti itu"

Haifa mendongak, dia merasa bersalah karena sudah membuat wanita didepannya tak nyaman "Maaf, bukan maksud Haifa tidak seperti itu."

"Sudahlah, tidak penting juga" untuk sesaat keheningan menyelimuti mereka, Haifa yang merasa kebingungan untuk memulai pembicaraan dari mana. dan kayra yang sibuk menekan perasaanya. "aku datang kesini hanya untuk minta maaf, dan juga meminta tolong padamu. maafkan aku yang selama ini mengganggu hubungan kalian berdua. Aku juga ingin meminta tolong agar kamu marawat Aira selama aku tidak ada. rawat dia seperti anakmu sendiri" Kayra menatap Haifa di depannya, meski masih ada perasaan tak sukanya pada wanita itu tapi Kayra yakin jika Haifa adalah orang yang baik dan juga mampu menjaga anaknya untuk sementara.

"Haifa sudah menganggap Aira seperti anak Haifa sediri, mbak Kayra tak perlu khawatir, Haifa akan berusaha untuk menjaganya"

"terima kasih"

Haifa tersenyum, lalu mengangguk. berharap dengan ini hubungan mereka membaik, mereka berdua bisa menjadi ibu yang baik untuk Aira dengan porsinya masing masing.

"yasudah aku pamit dulu, titip Aira sampai aku kembali. dan semoga.. hubunganmu dan mas Kevin semakin baik"

Haifa mengangguk seraya tersenyum, ikut berdiri untuk mengantarkan wanita itu sampai didepan pintu, bertepatan dengan bibinya yang juga pulang dari pasar. Haifa kembali masuk kedalam rumah dikuti bibinya dibelakang, saat akan mengambil gelas bekas minum kayra wanita paruh baya itu melarang dan mengambil gelas itu untuk dibawanya kedapur bersama dengan belanjaanya yang terlihat cukup banyak. Haifa heran, diusianya yang tak lagi muda wanita itu masih terlihat kuat dan juga cekatan.

Haifa mengikuti langkah wanita itu kedapur, berniat untuk membantunya membereskan sayuran yang wanita itu beli. "Mbak Kayra untuk apa datang kesini mbak? Dia tidak mengatakan macam-macam kan?"

"Dia hanya meminta Haifa untuk menjaga Aira, dan juga meminta maaf karena telah mengganggu Haifa selama ini" jawabnya seraya menarik tas belnjaan berniat untuk melihat apa saja yang bibinya itu beli, tapi dilarang oleh wanita itu, wanita itu justru memberikan kantong kecil berisi pesanannya semalam "itu sudah ibu belikan untuk mbak Haifa."

"terima kasih ibu" Haifa meraihnya, melihat benda itu dengan dahinya yang sedikit berkerut karena tak tahu bagaimana caranya untuk menggunakan itu semua.

"sama-sama, kalau mbak Haifa mau coba silahkan saja. Takutnya penasaran, ibu juga beli lebih dari satu, besok mbak Haifa coba lagi saat baru bangun tidur, katanya akan lebih akurat saat itu"

Haifa mengangguk, mengerti dengan penjelasan wanita didepannya. Dia meraih satu buah testpack itu dan membawanya ke kamar mandi yang memang berada didekat dapur, bagaimanapun dia masih merasa penasaran. Sebenarnya Haifa sedikit kebingungan saat akan memakainya, tapi dengan panduan yang ada didalam kemasan juga mengikuti nalurinya dari hasil membaca beberapa buku Haifa akhirnya mengerti itu semua. Setelah memasukan sebagian terstpack itu kedalam wadah berisi urine nya Haifa meletakan benda itu, menunggunya dengan perasaan yang tak bisa dia jelaskan. Ada perasaan takut yang entah dari mana datangnya, lalu didominasi dengan perasaan penasaran juga gugup menunggu hasilnya. Haifa berharap jika memang hasilnya positive itu akan memperbaiki hubungannya dengan suaminya, setidaknya ada seorang anak yang akan memepererat hubungan mereka.

Setelah beberapa menit Haifa kembali meraih benda itu, meski dia sendiri tak tahu hasilnya, hanya ada satu garis yang terlihat jelas dan yang lain terlihat samar-samar. Haifa jadi ragu, benarkah dia hamil, atau dirinya memang hanya sedang telat datang bulan seperti biasanya.

Berjalan keluar Haifa menghampiri bibinya, mungkin saja wanita itu lebih tahu dengan semua hal ini.

"Bagaimana mbak? Positif?"

Haifa diam saja, dia lalu menyerahkan benda itu kepada bibinya "Haifa tidak tahu ibu, garisnya terlihat samar-samar"

"Sebenarnya saat ibu hamil dulu ibu tidak memakai alat seperti ini, ibu langsung datang ketempat dukun bayi untuk diperiksa. Ya sudah besok pagi dicoba lagi, saat diapotik tadi katanya akan lebih akurat jika periksa pagi-pagi. Besok kalau masih ragu nanti kita periksa kedokter, bibi temankan"

Haifa mengangguk, semoga saja memang dia benar-benar hamil. wanita mana yang tak ingin memiliki anak? Membayangkan dirinya akan memiliki seorang bayi lucu nyatanya membuat dirinya senang bukan kepalang. Apalagi saat semua itu benar-benar jadi kenyataan. Bayangan keluarga bahagia sudah terpampang didepannya matanya.

Hargai saya dengan cara bantu vote dan coment ya..

See you..

Baja NagaraWhere stories live. Discover now