07. pendekatan

1.3K 121 6
                                    


Malam itu hujan turun sangat deras, jam sudah menunjukan pukul sebelas malam saat Haifa terbangun dari tidurnya. Haifa melirik kasur tempat suaminya masih kosong. Dengan perlahan dia turun dari ranjang agar tidak membangunkan anaknya yang terlihat pulas tertidur. Haifa berjalan keluar kamar, mencari sang suami yang ada di ruang kerjanya saat ba'da isya tadi. Melihat lampu yang masih menyala Haifa yakin jika suaminya masih ada di dalam. Membuka pintunya perlahan, Haifa melihat suaminya yang masih sibuk dengan laptop dan beberapa berkas di depannya

"Mas"

Mendengar istrinya memanggil kevin mengalihkan pandangan pada istrinya yang berdiri di depan pintu.

"Sudah malam mas, kerjaanya dilanjut besok saja"

Kevin membenarkan posisi duduknya, meluruskan tulang punggung yang terasa sedikit pegal karena duduk terlalu lama. Menarik nafas dalam, dia bangkit menghampiri istrinya. Menatap penampilan sang istri yang sedikit berbeda malam ini. Kevin tersenyum mengusap rambut sang istri yang tergerai dan baru pertama kali dia lihat. Merasa senang karena wanita itu sudah mulai terbuka padanya.
"Lupa pakai kerudung atau bagaimana?"

Haifa menggeleng, menundukan kepalanya saat melihat tatapan suaminya yang terlihat aneh menurutnya.

Kevin terkekeh melihat istrinya yang terlihat malu, "jangan malu" tangannya bergerak, menyisipkan rambut sang istri ke belakang telinganya, mengusap wajah wanita itu pelan sembari menatap matanya.

Mata mereka bertemu, Kevin tersenyum samar, sementara Haifa tak bisa mengalihkan matanya dari wajah pria itu, melihat keadaan yang mendukung Kevin bergerak semakin dekat, meraih pinggang istrinya, menghimpit tubuh sang istri dengan tubuhnya "kalau mas minta kamu malam ini bagaimana?" Bisiknya tepat di telinga Haifa, membuat wanita itu bergidik, mendorong tubuh suaminya pelan, lalu melepas tangan suaminya yang masih mengelus wajahnya, menatap pria itu lalu menggeleng, melihat ekspresi suaminya yang berubah Haifa mengalihkan wajahnya, merasa gugup ditatap suaminya seintens itu,
"Haifa halangan mas" bohongnya. Haifa tak tau harus beralasan apa lagi agar suaminya tidak meminta hal itu,

Mendengar penjelasan istrinya kevin mundur selangkah, mengusap wajahnya kasar dan juga memijat kepalanya yang mendadak pening. Melihat suaminya yang terlihat frustasi Haifa diam saja, dalam hati dia menyesal, kenapa dia tidak jujur saja? Mengatakan jika dirinya belum siap.

"Sudah lah, lagi pula itu bukan kehendak kamu. Ayo kita tidur" ajaknya kepada sang istri yang tak mau menatap matanya.

Haifa menurut, membuntuti langkah suaminya menuju kamar. Saat lelaki itu naik ke atas ranjang Haifa berjalan mendekat, menatap suaminya yang terlihat gusar "Mas, Haifa minta maaf untuk semua kesalahan Haifa hari ini. Haifa tidak akan bisa tidur kalau mas belum memaafkan Haifa" Haifa menatap suaminya yang terdiam beberapa saat. Dia merasa bersalah karena telah membohongi pria itu. Dia takut sebenarnya, dia takut jika lelaki itu tidur dalam keadaan tak ridho kepadanya.

"Iya, dimaafkan"

Haifa tersenyum, menarik tangan sang suami untuk dicium "terima kasih mas" dan tanpa Haifa sangka lelaki itu balik menarik tangannya, membuat tubuhnya condong ke arah pria itu dan sekilas dia mengecup bibirnya, kilat dan membuatnya hampir tak sadar.
Haifa hanya diam, terpaku dengan apa yang dilakukan suaminya itu.

"Mas!"

"Tidur, sudah malam" seakan tak terjadi apa-apa di antara mereka Kevin membaringkan tubuhnya, meninggalkan Haifa yang masih tertegun karena ciumannya. Haifa menyentuh pelan bibirnya 'suaminya itu baru saja mengambil ciuman pertamanya, dengan cara yang tidak romantis seperti ini?'

Yang terjadi akhirnya Haifa justru tak bisa tidur, merasa waspada jika saja laki-laki itu akan melakukan hal yang lebih saat dia tidak sadar nanti.

*****

Siangnya Haifa bersiap-siap didalam kamar, hari ini adalah kali pertama dia akan menemui mertuanya. Memilih pakaian paling bagus yang dia punya. Dia ingin memberikan kesan yang baik untuk mereka. Menatap tampilanya di cermin Haifa merasa sedikit tidak percaya diri. Apakah dia akan pantas berjalan disisi suaminya dengan tampilan seadanya seperti ini?

Haifa menggeleng, berjalan ke arah lemari dan melihat baju-baju yang di belikan suaminya untuknya. Haifa awalnya tidak tahu jika lelaki itu sudah menyiapkan banyak hal,mulai dari pakaian, make up, dan juga beberapa buku yang entah sejak kapan berada di kamar ini. Tangannya bergerak memilih beberapa baju. Dan pilihanya terjatuh pada abaya berwarna hitam yang tergantung disana. Haifa tersenyum, ternyata lelaki itu tau seperti apa selera bajunya.

Selesai mengganti baju Haifa keluar dari kamar, menemui suaminya dan Aira yang sudah menunggunya di bawah. Lelaki itu mendekat saat melihatnya turun dari tangga. Haifa tersenyum singkat untuk membalas suaminya yang tersenyum antusias

"Bagaimana mas? Haifa aneh tidak jika pakai baju ini ke rumah mama?"

"Nggak kok, kamu cantik. Ayo berangkat"

Haifa tersenyum, lelaki itu belum pernah menghina fisiknya. Sebaliknya, dia justru selalu memujinya walaupun Haifa sendiri tahu lelaki itu melakukannya hanya untuk membuat dirinya senang.

Haifa berjalan ke arah Aira yang duduk di atas kursi, memperhatikan anak itu yang terlihat pendiam.
Sejak diantarkan oleh ibunya kemarin Haifa tak banyak mengobrol dengan anak ini. Haifa mengulurkan tangannya untuk menggandeng anak tirinya itu "Aira sudah siap ke rumah nenek? Ayo berangkat". Anak itu turun dari kursi, mengamit tangannya malu-malu.

Di dalam mobilpun Aira tetap tenang di pangkuannya, Haifa sesekali mengajaknya berbicara untuk mendekatkan hubungan mereka. Anak itu pintar sebenarnya, hanya saja anak itu terlalu malu jika harus mengungkapkan hal-hal yang disukainya di depan orang yang baru dikenal sepertinya.

Jalanan yang macet karena weekend membuat mereka sampai hampir tengah hari, Haifa menatap sekeliling. Rumah ini terlalu besar, jauh lebih besar dari rumah yang dia tempati bersama suaminya. Sebenarnya sekaya apa pria itu? Apa tidak salah menikahi wanita sepertinya?.

Haifa turun dari mobil seraya menggendong anaknya, Haifa ragu untuk masuk ke dalam rumah, dia merasa tak pantas, dia malu jika harus bertemu dengan orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi di dalam sana. Dia tak sebanding dengan mereka. Haifa takut, jika mereka tak bisa menerimanya saat tahu statusnya dan riwayat pendidikannya.

Melihat istrinya yang diam saja, kevin berjalan mendekat, meraih Anaknya dari gendongan wanita itu. Lalu menggandeng tangan istrinya yang terasa dingin ditangannya "ayo masuk, mama sudah tunggu kamu di dalam"

"Haifa malu mas, apa mungkin mama kamu akan menerima Haifa sebagai menantunya?"

"Tenang saja, mama bukan orang seperti itu. Dia bahkan senang saat tahu mas menikahi kamu. Sedari dulu mama memang mengharapkan mas menikah dengan wanita yang mau menutup auratnya. Tapi sayang, mas dulu membangkang saat mama tidak merestui pernikahan mas dengan kayra. Mungkin itu sebabnya pernikahan kita tidak bertahan lama" kevin tersenyum, menatap istrinya yang masih terlihat ragu "jangan rendah diri karena hal dunia, kita sama dimata tuhan"

Haifa mengangguk, mengikuti langkah suamimya ke dalam rumah.

"Assalamualaikum mama.." kevin mengucapkan salamnya lantang saat masuk ke dalam rumah.

Tak seberapa lama muncul seorang wanita paruh baya dari arah belakang rumah, melihat suaminya yang menyalami wanita itu Haifa mengikuti, menyalami ibu mertuanya dan memberikan salam untuk mertuanya itu.

"Assalamualaikum, mama " sapanya pelan,memeberikan senyum terbaik untuk wanita itu.

"Waalaikumussalam sayang, Haifa ya?" Wanita itu mendekat, mengelus wajahnya pelan "jangan sungkan sama mama, mama ini mama kamu juga"

Haifa mengangguk, hanya bisa tersenyum simpul kepada mertuanya.

Setelahnya Haifa dibawa suaminya masuk ke dalam kamar, sementara Aira dibawa ibu mertuanya entah kemana. Awalnya Haifa menolak saat disuruh istirahat oleh ibunya. Dia berniat membantu untuk menyiapkan makan siang, tapi wanita itu menolak, mengatakan jika sudah ada yang mengerjakannya, Haifa tak bisa menolak saat wanita itu justru menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar. Dia hanya bisa menurut kepada pemilik rumah, lagi pula mereka kaya, mereka tidak memerlukan bantuanya, semuanya sudah ditangani oleh orang-orang yang mereka kerjakan.

Hargai saya dengan cara bantu vote ya..

See you..

Baja NagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang