15. merajut asa

1.1K 92 3
                                    

Haifa menunggu suaminya khawatir di ruang tengah, sudah hampir malam seperti ini suaminya masih belum kembali ke rumah, selesai sholat jum'at siang tadi lelaki itu menerima telfon dari mantan istrinya, mengabarkan jika anak mereka tantrum dan ingin bertemu dengan ayahnya. Haifa tak bisa mencegah, itu memang sudah kewajiban suaminya kepada Aira, lelaki itu mungkin sudah tak punya hubungan dengan Kayra, tapi Aira tetap membutuhkan pria itu sebagai ayahnya, dia tak boleh egois ingin mendapatkan waktu lelaki itu sepenuhnya.

Haifa hanya khawatir jika suaminya kembali jatuh cinta kepada Kayra, wanita itu cantik, ditambah ada anak diantara mereka, bukan tidak mungkin jika lelaki itu lebih memilih kembali pada wanita itu.

Ponselnya berdenting, Haifa meraihnya berharap mendapatkan pesan dari lelaki itu. Haifa mengernyitkan dahinya melihat nomor asing yang mengiriminya beberapa foto, Haifa ragu, takut jika sesuatu yang tidak diinginkannya terjadi.

Dengan tangan gemetar Haifa membuka pesan itu, melihat berbagai foto yang dikirimkan kepadanya. Melihat betapa bahagianya sang suami dengan anak dan juga mantan istrinya, mereka bertiga tersenyum layaknya keluarga bahagia. Haifa hanya menatapnya dengan perasaan yang tak bisa dia ungkapkan, jika lelaki itu memilih kembali kepada mantan istrinya, apa yang akan terjadi kepada hubungannya dan lelaki itu? Haifa kembali melirik ponselnya saat ada pesan yang kembali masuk.

'Sudah lihat kan bagaimana mas Kevin lebih bahagia bersama saya? Dia lebih memilih meninggalkan kamu dirumah sendirian, untuk pergi menemani saya dan juga anaknya.'

Haifa hanya membacanya tanpa berniat membalas, dia tersenyum mengetahui wanita itu yang mengiriminya pesan, Haifa mendiamkannya tak mau membuat wanita itu merasa menang mengetahuinya tersulut emosi.

Haifa bangkit dari duduknya, tak lagi menunggu sang suami yang entah akan pulang atau tidak. Haifa naik ke kamarnya, berjalan ke arah kamar mandi untuk menunaikan shalat maghrib, selesai sholat Haifa berjalan kearah lemari, mencari pakaian kurang bahan yang ibu mertuanya belikan kemarin.

Apakah dia harus memulainya sekarang? membiarkan lelaki itu merenggut apa yang sudah dia jaga selama ini. Apakah lelaki itu tak akan meninggalkannya setelah mendapatkan apa yang dia inginkan?

Haifa menggeleng, mengusir pemikiran buruknya. Merasa bersalah karena telah berpikir hal yang tidak-tidak kepada suaminya. Dia tak boleh terpancing seperti ini, foto itu tak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Wanita itu sudah menunjukan ketidak sukaannya kepada Haifa, dia hanya berusaha membuatnya mundur perlahan tanpa membuat suaminya curiga. Haifa berjalan ke arah kamar mandi sembari membawa pakaian itu ditangannya, mencoba melihat dirinya apakah cocok dengan pakaian terbuka seperti ini.

Haifa menatap tubuhnya di cermin kamar mandi. Memperhatikan tubuhnya yang lebih banyak terekspos dari pada yang tertutupi. Membandingkan tubuhnya dengan mantan istri suaminya, memikirkan apakah lelaki itu tak menyesal jika melihat tubuhnya yang biasa saja seperti ini. Tak seramping mantan istrinya, tak seindah wanita itu.

Disaat Haifa masih meperhatikan tubuhnya Haifa berteriak kaget melihat pintu kamar mandi dibuka tiba-tiba, dia refleks berjongkok, menutupi tubuhnya dengan tangannya, takut jika tubuhnya dilihat orang lain. Melihat sang suami yang berdiri disana Haifa rafleks berteriak "tutup puntunya mas!"

Suaminya yang beberapa saat sempat tertegun menurut, menutup puntunya dan membiarkan Haifa yang merutuki dirinya sendiri.

Melihat pintunya ditutup, Haifa buru-buru bangkit. mengganti pakaiannya dengan baju yang dia pakai sebelumnya. Haifa mengacak rambutnya gemas, merutuki kebodohannya yang tak mengunci pintu saat masuk tadi. Haifa bergerak gelisah, tak berani keluar menghadapi suaminya di luar sana. Apa yang harus dia lakukan didepan pria itu, mau ditaruh dimana wajahnya setelah ini. Haifa melemparkan pakaian kurang bahan itu ke keranjang pakaian kotor, merasa kesal karena kebodohannya sendiri,

Dengan sisa keberaniannya Haifa keluar dari kamar mandi, mencari keberadaan suaminya yang terduduk disisi ranjang, dia berjalan ke arah sofa, menghindari petanyaan yang akan lelaki itu tanyakan nantinya. Haifa mencoba mengalihkan rasa malunya, meraih buku di meja samping sofa membacanya dengan pikiran yang melayang kemana-mana.

Melihat suaminya yang bangkit dan berjalan ke arahnya Haifa gelagapan, memikirkan cara agar suaminya tak bertanya macam-macam.

"Maaf tadi mas khawatir saat kamu tidak ada dimana-mana, mas panggil juga tidak ada yang menjawab" lelaki itu duduk disampingnya "mas kira kamu pergi keluar lagi tanpa izin"

"Iya, tidak apa-apa" Haifa menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari buku, tak berani menatap suaminya, dia malu berhadapan dengan lelaki itu. Apa yang pria itu fikirkan melihatnya memakai baju haram seperti tadi.

Kevin mendekatkan posisi duduknya, meraih buku yang istrinya baca dan meletakkan kembali diatas meja "kamu ngapain coba-coba baju dari mama cuma di kamar mandi, harusnya kamu pakai disini, di depan mas" Kevin memperhatikan istrinya yang tertunduk malu, tersenyum melihat tingkah istrinya yang ketara sekali tidak nyaman "jangan malu, lagi pula mas ini suami kamu, tidak berdosa meski melihat kamu tanpa pakaian sekalipun" Kevin meraih tangan istrinya, mendongakan kepala wanita itu dan menatap langsung kemanik matanya. "Haifa, jika mas melakukannya apa kamu tidak apa-apa?"

Haifa tak menjawab, bingung dengan jawaban apa yang harus dia berikan. Dia menatap suaminya yang terlihat berharap, membiarkannya saat berusaha mendekat. Haifa memantapkan hatinya, kali ini dia tak mau lagi melawan, lagi pula lelaki itu suaminya, entah dirinya cinta ataupun tidak, lelaki itu punya hak atas tubuhnya, selama lelaki itu meminta hal yang tidak bertentangan dengan agama Haifa tak boleh menolak.

Haifa memejamkan matanya saat wajah lelaki itu semakin mendekat, mencoba mengikuti keinginan suaminya, mengikuti alur yang pria itu arahkan. Merasakan bibirnya yang di kecup sekilas Haifa merasakan tubuhnya yang menegang, dia yang tak pernah dekat dengan lelaki manapun merasa sedikit takut dan juga grogi.

Haifa diam saja membiarkan lelaki itu melakukan apa yang dia inginkan. Mencoba mengikuti alurnya meski Haifa sendiri tak tahu akan dibawa sampai kemana. Merasa istrinya yang diam saja dan tetap pasif lelaki itu bergerak semakin menuntut, meminta Haifa membalas apa yang dia lakukan.

Haifa membuka matanya saat sang suami melepaskan ciuman mereka, menatap lelaki itu yang juga sedang menatapnya. "Kalau kamu masih belum siap, mas tidak akan melakukannya sekarang" Kevin mentap Haifa serius, disaat lelaki itu berniat bangkit, Haifa meraih tangannya, meminta lelaki itu untuk tetap ditempatnya.

"Haifa tidak apa-apa mas, hanya saja Haifa tidak berpengalaman, Haifa tak tahu harus bagaimana melakukannya" Haifa mendekatkan posisi mereka, meraih leher sang suami dan memotong jarak diantara mereka "Hubungan suami istri adalah hubungan timbal balik, Haifa akan mencoba untuk menjadi istri yang baik untuk kamu. Haifa harap, mas juga melakukan hal yang sama, Haifa harap, mas tidak mengecewakan Haifa dan membuat Haifa menyesal melakukan ini semua"

Kevin mengangguk, menyetujui perkataan istrinya, "mas akan berusaha menjadi suami yang terbaik, yang bisa membawa kamu sampai di surga, kamu mungkin bukan yang pertama, tapi mas harap kamu adalah wanita yang akan menemani mas sampai akhir hayat nanti." Kevin mengelus wajah istrinya, menyematkan rambut wanita itu kebelakang telinga.
melihat respon positif dari wanita itu Kevin tersenyum sanang, meraih pinggang istrinya posesif, dan melanjutkan kembali penyatuan mereka yang tertunda tadi.

Hargai saya dengan cara bantu vote ya..

See you..

Baja NagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang