[8] Terpojok

3.4K 614 21
                                    

Suasana malam ini terlihat cerah, rembulan yang menghiasi langit bersanding dengan taburan bintang-bintang berwarna perak. Rocky terduduk di salah satu kursi taman dekat danau. Tangan kanannya mengepal sebuah batu sedang matanya menatap hamparan air di depannya.

Suasana taman memang selalu sepi di malam hari, maka ia memilih tempat ini untuk meluruskan pikirannya. Telinganya berdengung dan kepalanya terasa nyeri, entah apalagi yang ia rasakan saat ini. Terlalu sulit untuk dijelaskan hingga ia memutuskan melempar batu dalam genggamannya ke dalam air. Menciptakan cipratan air yang ke mana-mana.

“Mau sampai kapan kau akan jadi beban?“

Kalimat itu terus terngiang-ngiang. Rasanya tak akan sakit seperti ini jika yang mengatakan hal itu bukan ibunya.

“Apa yang akan kubanggakan dari dirimu?”

Masih jelas dalam ingatannya, wanita itu melempar beberapa lembar kertas yang tadi ia pegang ke arah wajah anaknya. Kertas-kertas yang berisi deretan nilai tak membanggakan menurut standarnya. Rocky tertunduk, meski rasanya ia ingin mengumpat.

"Ibu memintaku harus bagaimana?"

Hanya sepatah kalimat itu yang mampu ia lontarkan, tetapi akhirnya berbuntut masalah berkepanjangan. Lagi-lagi kehadirannya di salahkan, lagi-lagi takdir hidupnya yang diumpat. Akhirnya dengan langkah kaki terburu dan hati pilu, Rocky memutuskan meninggalkan ibunya.

Tak lagi ia peduli, setiap mengetahui nilainya yang berada di bawah rata-rata kelas A, ingin rasanya ia memusnahkan nama kelas sialan itu. Bukan inginnya berada di sana, tetapi sebab gengsi ibunyalah yang memaksanya untuk tunduk pada sesuatu yang tak ia suka.

Rocky menghela napas panjang. Memikirkan rencana hidup yang sudah lama ia rancang. Memisahkan diri dari wanita itu dan memilih jalan hidupnya sendiri. "Harusnya ini mudah. Ia sendiri sebenarnya tidak benar-benar menyayangiku dan sepertinya kepergianku juga tak akan berpengaruh besar."

Lelaki yang tengah memakai headphone itu memungut beberapa batu dan melemparkannya lagi ke dalam danau. Jarum jam menunjukkan pukul 9 malam, beberapa orang mungkin memutuskan untuk tidur dan bersiap memulai esok hari. Bagi siswa teladan, mungkin memilih untuk duduk di depan meja belajar dengan lampu duduk yang menyala sepanjang malam. Berbeda dengan Rocky, ia punya pilihan sendiri.

"Kau mau membuat danau itu dangkal?"

Sesuatu mengejutkan Rocky. Suara seorang gadis yang terdengar tidak asing di telinganya ini membuatnya menoleh cepat.

"Ka--kau?" Rocky memutar badan untuk memastikan penglihatannya.

Gadis itu duduk di kursi taman dekat danau dan menatap lurus ke depan. Rocky menatap gadis di depannya lamat-lamat, lebih tepatnya memastikan benda yang tengah dibawa olehnya.

"Tidak ada yang memintamu di sini." Rocky mencoba mengusir gadis itu secara halus, tetapi sepertinya usaha itu sia-sia, sebab gadis itu memilih diam dan menganggap tak ada siapapun.

"Tak ada larangan tertulis jika aku dilarang kemari."

Rocky menaikkan sebelah alisnya dan menatap gadis itu dengan geram. Jawaban yang mengejutkan, dari seorang gadis yang tadi telah terguncang saat ada di kelas. Akhirnya, Rocky memilih meraih tasnya yang teronggok di rerumputan dan menggendongnya.

"Ambil saja tempat ini. Aku malas berurusan denganmu."

"Aku ingin berbincang sebentar denganmu, Rocky." Gadis itu mendongak, menatap Rocky dengan senyuman manis. Seperti biasa, lelaki itu takkan menggubris siapapun yang terlihat akan meledeknya.

"Tak ada yang lebih menyedihkan di kelas selain dirimu, Lily." Rocky tersenyum remeh, sudah lama ia ingin mematahkan keangkuhan yang Lily sembunyikan. Tak pernah ada yang tahu, mungkin termasuk Angel sendiri.

THE CLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang