[26] Garis Batas

1.8K 392 20
                                    

"Apa?!"

Napas Rocky memburu. Tangannya masih nyaman mencengkeram kerah seragam Mecca. Suasana senja semakin hening dan menggelap. Suara-suara burung gagak yang kembali ke peraduan turut membuat suasana semakin tegang.

"Tenanglah! Kenapa kau selalu marah?" protes Mecca yang sudah tidak tahan dengan sikap Rocky.

"Aku tahu, kita sama-sama merasa bersalah. Tetapi, caramu ini juga salah!"

Rocky perlahan melepaskan cengkeramannya. Sorot mata yang tadinya membara, kini mulai melemah.

"Kita sama-sama pernah menyakiti Angel. Maka dari itu, kita harus menyelesaikannya tanpa harus membuat korban baru."

Kau berbohong.

"Apa yang kau ketahui?" Rocky mengabaikan pembelaan Mecca dan mengalihkan pembicaraan.

Ketus kelas itu memejamkan mata lalu menghela napas panjang. "Kau ingat pesanku semalam?"

Rocky mengernyitkan dahi lalu mengangguk pelan. "Iya, lalu?"

Mecca menahan napasnya lalu mengembuskannya perlahan. Nampak sebuah beban berat yang tengah dipikul. Air mukanya terlihat agak suram beberapa waktu belakangan ini. Mungkin sebab ia memeras otak untuk mempersiapkan ujian akhir dan memeras tenaga untuk melaksanakan masa hukuman setiap harinya.

"Sebenarnya aku juga mendengar sesuatu."

Rocky terbelalak. Dirinya tak percaya bahwa dugaannya benar-benar tepat. Ia awalnya berpikir bahwa itu hanya ilusi atau memang gangguan makhluk-makhluk astral.

"Ka--kau .... "

"Iya. Aku mendengar sesuatu di dalam ruangan ini." Mecca menyentuh daun pintu ruang penyimpanan. Seperti yang Rocky lihat tadi pagi, bahwa kenop pintunya rusak.

"Aku mengatakan bahwa jangan dengarkan sesuatu yang semestinya tidak kau dengar, bukan?" Mecca mendekatkan dirinya pada Rocky untuk mendapat keyakinan lelaki itu.

"Benar," jawab Rocky singkat.

Mecca lagi-lagi menghela napas. "Tetapi aku melanggar ucapanku. Sepulang kita dari membersihkan ruang musik, aku mendengar sebuah suara gadis menangis. Awalnya aku tidak percaya, tetapi suaranya benar-benar terdengar nyata!" Mecca terlihat begitu frustasi. Tangannya bergetar menunjukkan ketakutan yang besar.

"Lalu apa yang kau lakukan!" teriak Rocky.

"Aku merusak kenop pintunya untuk melihat apa yang terjadi! Aku terlalu takut untuk melihat dari jendela!"

"A--apa?"

"Pak Kebun melihat tindakanku dan orang tua itu langsung mengancamku!" Mecca meremas rambutnya sendiri. Napasnya memburu dengan penyesalan yang amat besar.

"Aku tidak tahu, siapa yang ada di dalam. Tetapi, lelaki tua itu mengatakan hal yang sama seperti yang kukatakan padamu. Jangan dengarkan sesuatu yang seharusnya tidak kau dengar!"

Tubuh Rocky sontak melemas hingga kakinya tak dapat menopang diri. Lelaki itu bersandar pada tembok seraya memejamkan mata. "Ya Tuhan ... kenapa kau begini, ha?"

Mecca menggigit bibirnya. "Selain itu ... aku juga melihat sesuatu."

Rocky sontak berdiri dan mengguncang tubuh Mecca lagi. "Katakan! Apa yang kau lihat! Katakan!"

Mecca menatap Rocky dengan mata yang memerah. "Tetapi, kau harus janji akan satu hal!"

Rocky menatap Mecca penuh curiga. "Apa maksudmu?"

"Berjanjilah atau selamanya tidak akan kukatakan padamu!" teriak Mecca penuh emosi.

"Kalian ... belum pulang juga?"

THE CLASS [END]Where stories live. Discover now