[48] H-1 Tragedi

2.1K 424 59
                                    

Rocky mengetuk jemarinya di atas meja. Berbagai hal menari-nari dalam pikirannya. Pembuktian, nyawa, kekerasan, hampir membuat kepalanya pecah. Semuanya sudah hampir selesai dia persiapkan, hanya tinggal menghitung mundur seperti apa dampak dari perbuatannya.

"Aku tidak yakin, jika besok masih bisa hidup tenang." Rocky bergumam sendiri, tentu saja. Tidak ada lagi yang peduli padanya baik Mecca atau Lidya sekali pun.

Ternyata kejadian sore itu--saat Rocky pingsan di tangga lantai dua--telah menyebar seseantero sekolah. Padahal saat itu hanya ada Rocky dan Lidya. Mungkin juga Mecca yang bersembunyi di suatu tempat, seperti dugaan Rocky. Akibat kejadian itu, muncul rumor bahwa Rocky mengalami halusinasi hebat akibat kematian Angel

Hampir sama dengan apa yang Lily alami, namun nyatanya tidak seperti itu. Sampai detik ini Rocky masih terus berpikir bahwa dirinya memang tidak berhalusinasi. Melihat jasad Angel dan dikejar olehnya benar-benar nyata. Entah, dongeng apa yang dikarang Lidya hingga berhasil membuat nama Rocky kembali tercoreng.

Suasana SMA Andromeda hari ini cukup ramai. Mobil-mobil besar yang mengangkut segala macam dekorasi, papan ucapan penuh bunga dari berbagai instansi berjajar di sepanjang lapangan, dan juga meja-meja prasmanan. Besok adalah perayaan kelulusan angkatan 2019. Itu artinya perayaan kelulusan angkatan Rocky dan kawan-kawan.

Pembelajaran sudah ditiadakan. Puluhan siswa-siswi kelas sepuluh dan sebelas juga tengah sibuk di ruang latihan. Sekolah mewajibkan mereka untuk menampilkan sebuah pertunjukan seni di tiap tingkatan. Sedangkan siswa-siswi kelas dua belas diwajibkan masuk untuk melaksanakan gladi di aula utama.

Rocky mendongak menatap jam yang bertengger di dinding. "Mau dimulai kapan, sih? Ck!"

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh siang. Lagi-lagi Rocky menghela napas panjang. Tiba-tiba perutnya berbunyi, dia baru ingat bahwa dirinya belum memakan apapun sejak pagi. Kepergian Bu Reta dan keterlambatan sang ibu dari luar kota membuat pola makannya berantakan.

Rocky berdiri lalu meraih tasnya. "Mungkin ke kantin saja," gumamnya.

Tepat saat melangkah satu kali keluar meja, tiba-tiba seseorang menarik tasnya. Rocky menoleh dan sangat terkejut karena mendapati Lily lah yang melakukannya.

"Apa?" Rocky berusaha bersikap tenang agar Lily tidak curiga.

"Aku mau bicara," ucap Lily datar.

Rocky menaikkan sebelah alisnya. "Bicara? Untuk apa?" Lily diam saja seraya menatap Rocky datar. Gadis itu tidak mengindahkan pertanyaan Rocky.

Rocky menoleh ke kanan ke kiri. "Baik, apa?"

Lily menggeleng. "Tidak, jangan di sini."

"Maksudmu?" Rocky memasukkan tangannya ke dalam saku jas, lalu menyalakan alat perekam yang selalu dia simpan di sana.

"Aku ingin bicara di tempat lain, tapi aku mau kamu yang menentukan."

"Ha? Kau gila?" Rocky sengaja membelit agar tahu alasan Lily melakukan ini.

Lily hanya tersenyum, sebuah senyum yang menurut Rocky terlihat cukup aneh. Mungkin Lily memang terlihat tersenyum, namun sorot matanya tidak pernah bisa bohong. Rocky menatap Lily sekali lagi dari atas ke bawah lalu ke atas lagi. Suasana kelas yang ramai membuat penghuninya tidak menyadari jika ada pemandangan langka nan aneh di kelas mereka. Rocky dan Lily saling tatap.

Rocky menaikkan sebelah alis lalu melambaikan tangan tepat di depan mata Lily. "Hei! Kau kenapa?"

Lily tidak terkejut dan langsung menaikkan sebelah bibirnya. "Tidak. Ayo."

"Harus aku yang menentukan tempatnya?" tanya Rocky sekali lagi. Lily hanya mengangguk lalu meraih tasnya yang ternyata sedari tadi tergeletak di lantai dan Rocky baru menyadarinya. Akhirnya Rocky memilih untuk menuruti permintaan Lily meski rasanya aneh. Rasa lapar yang sedari tadi menggelinjang, kini hilang entah ke mana. Rocky berjalan dahulu dan di susul Lily sekitar tiga meter di belakangnya.

THE CLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang