[31] Mengapa?

1.7K 395 175
                                    

Rocky melihat jam dinding yang bertengger tepat di atas meja belajarnya. Jarum pendek  mengarah pada angka sepuluh dan jarum panjang di angka enam. Lelaki itu menghela napas panjang. Dirinya tengah bersiap untuk menemui Mecca seperti janjinya kemarin.

"Apa ini terlalu dini untuk makan siang?" gumamnya.

Dia memperhatikan penampilannya di depan kaca. Tubuh tingginya dipadukan dengan kaus putih, lalu mengenakan kemeja biru cerah yang tidak di pasang kancingnya. Dipadukan dengan celana berbahan jeans warna cream. Sejenak, Rocky bergidik sendiri.

"Untuk apa aku berlebihan begini?"

Lelaki itu menggelengkan kepala lalu bersiap melepas kemejanya. Namun, ponselnya tiba-tiba bergetar.

[Aku akan sampai dua puluh menit lagi]

Rocky menghela napas panjang. Sebagai proses akhir, lelaki itu meraih parfum di atas meja lalu menyemprotkannya ke seluruh tubuh. Setelah melakukan itu, dia memperhatikan botol parfum dengan cairan berwarna biru itu.

"Saat sepulang dari kantor polisi tadi, aku teringat bahwa ada janji denganmu. Jadi kuputuskan mampir ke toko parfum untuk membeli ini."

"Entah mengapa, aku mengambil warna biru. Jujur saja, warna biru adalah kesukaan Angel. Warna biru memiliki makna sebuah ketenangan. Orang yang suka warna biru memiliki tekad yang kuat, efisiensi tinggi dan ambisius. Apa kamu melihat Angel dalam karakter itu? "

"Aku benar-benar merindukannya. Sampai-sampai membelikamu--"

"Tak apa. Saya akan memakainya dengan senang hati."

Percakapan semalam berakhir sampai di situ. Satu hal yang membuat Rocky senang adalah, ada secercah harapan yang didapatkannya. Rocky mengangguk lalu mempercepat persiapannya. Setelah mengenakan sneakers warna putih, Rocky langsung keluar kamar dan berlari cepat menuju pintu utama.

Sejak kepulangannya dari restoran kemarin, dia tak mendapati satu pun manusia di rumahnya. Kecuali asisten rumah tangga yang sejak lama bekerja untuk ibunya, tentu saja. Rocky bersyukur akan hal itu, sebab ucapannya berdampak pada sang ayah. Pria itu mungkin tidak tahan dengan sikap Rocky dan memilih pergi.

Rocky berjalan cepat menuju gerbang kompleks. Hari ini adalah hari Minggu. Semua kegiatan kantor dan sekolah libur, maka dari itulah jalanan depan kompleks nampak ramai. Dia melihat banyak remaja yang lalu lalang di trotoar sembari membawa buku atau laptop.

Mungkin benar kata Mecca beberapa waktu lalu. Para siswa memilih kafe atau restoran sebagai tempat belajar. Lucu, harusnya mereka memilih tempat tenang seperti perpustakaan atau tempat bimbel. Setelah beberapa berjalan langkah ke arah utara, sebuah bus berhenti di halte depan kedai ramen. Rocky memperhatikan orang-orang yang turun dan salah satunya adalah Mecca.

Rocky memicingkan mata. Namun, tiba-tiba Mecca mendapati keberadaannya dan melambaikan tangan tinggi-tinggi.

"Ayo makan!" teriaknya.

Rocky menghela napas panjang lalu mempercepat langkahnya. Suara lonceng berdenting saat membuka pintu restoran. Seperti biasa, mereka akan memilih tempat di ujung agar pembicaraan mereka tidak terganggu.

"Apa kegiatanmu di hari Minggu?" tanya Mecca seraya meletakkan tas selempangnya di atas meja.

Rocky melirik benda itu lalu memperhatikannya lamat-lamat. "Tidak ada."

Mecca yang menyadari adanya keanehan pada Rocky, langsung meraih tasnya dan tertawa. "Kenapa memandang tasku begitu? Kau tidak berpikir aku akan merekammu 'kan?"

Rocky membuang muka lalu meraih ponsel di sakunya. Lagi-lagi Mecca tertawa sembari meletakkan tasnya di atas kursi. "Sikap diammu menunjukkan sebuah kebenaran."

THE CLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang