[29] Buku Harian Dengan Warna Perak

1.7K 368 35
                                    

Suara bel pulang sekolah sudah berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Suara-suara bising khas pulang sekolah pun terdengar seseantero sekolah. Suara langkah kaki di sepanjang koridor. Para siswi berlarian, suara para petugas piket yang menutup pintu. Juga keramaian lainnya.

Namun hal ini tidak berlaku bagi kelas A. Seisi kelas masih tetap tenang dalam pikiran masing-masing. Dua puluh lima orang bergelut dengan keputusan berat yang baru saja dikemukakan oleh Rocky. Ada secercah rasa kecewa dan juga takut salah melangkah. Apalagi melihat kondisi Lily yang mengalami trauma, hal ini membuat mereka terpaksa menuruti saran Mecca.

"Jadi bagaimana? Aku tahu ini berat untuk kita dan untuk pertama kalinya kita melihat ketidakadilan sekolah. Menutup kasus ini secara paksa adalah tindakan kecurangan."

Hening. Mereka sama sekali tidak tergerak untuk mengutarakan pendapat atau semacamnya.

"Kita putuskan saja kasus ini. Kasus ini akan selamanya tertutup kabut tebal sampai suatu saat ada seseorang yang mengungkapnya. Kita lupakan dan kembali menjalani kehidupan."

"Terdengar egois tapi mungkin itu lebih baik daripada menyeret beberapa nama yang dicurigai tersangka," celetuk Lidya tiba-tiba.

Beberapa siswa memandang gadis itu termasuk Rocky. Lelaki itu ingat, ada beberapa hal yang perlu ia tanyakan pada Lidya.

"Kita tidak tahu motif kematian Angel. Jadi, tidak bisa sembarangan menuduh," imbuh Mecca.

"Lantas, kenapa hari itu kalian dipanggil?" tanya Andre akhirnya.

Mecca terdiam. Lelaki itu menatap beberapa orang yang juga dipanggil bersama kepala polisi. Seperti Lily, Lidya dan Rocky.

"Kami hanya kumpulan orang yang kebetulan punya komunikasi lebih banyak dengan Angel menjelang kematiannya. Aku dan Mecca adalah orang terakhir di sekolah sebab menjalani masa hukuman. Lily adalah sahabat Angel yang mungkin mengetahui sesuatu. Lidya adalah orang terakhir yang bermasalah dengan Angel, "papar Rocky panjang lebar. Setelah diam dalam waktu lama, akhirnya dia memutuskan untuk segera meluruskan.

"Jangan lupa. Kau juga pernah punya skandal dengannya," tukas Lidya sembari menatap Rocky dengan ekor mata. Rocky hanya diam lalu menghadap jendela.

"Baiklah. Keputusan sudah dibuat. Demi kenyamanan bersama, kasus kematian Angel kita terima bahwa dia benar-benar mengakhiri hidupnya sendiri. Keputusan ini dapat berubah jika ada suatu hal." Mecca mengetuk spidol di atas meja seolah-olah seorang hakim yang memutuskan perkara.

"Satu lagi. Jika ada pihak manapun yang menanyai kalian soal kasus ini, maka jangan katakan apapun!"

Rapat sederhana diakhiri. Tidak ada keistimewaan selain rasa bersalah yang semakin menguar. Mereka 'terpaksa' mengubur peristiwa kelam agar kehidupan terus berjalan. Mereka tidak lupa, tetapi hanya beristirahat. Mereka sedih, tetapi berusaha tegar. Bagaimanapun, Angel adalah bagian dari mereka.

Rocky berjalan agak cepat untuk menyusul langkah Mecca. Hingga beberapa kali menabrak siswa lain dan berakhir permintaan maaf dari bibir Rocky. Tepat dipintu utama sekolah, seorang gadis tiba-tiba muncul dihadapan Rocky hingga hampir membuat lelaki itu terjungkal kebelakang.

"Astaga!" Rocky menahan kakinya seraya memekik terkejut.

Gadis itu tak kalah terkejutnya namun ia hanya tersenyum canggung lalu meminta maaf. Rocky memperhatikan gadis itu. Ternyata gadis yang ada di depannya ini adalah gadis yang sama dengan gadis yang memandangnya aneh saat di TKP tadi pagi.

Rocky melihat name tag yang menancap di saku seragamnya. Maria?

"Kak, apakah kau punya waktu?" tanya Maria dengan suara yang cukup pelan.

THE CLASS [END]Where stories live. Discover now