[16] Temukan Sesuatu!

2K 467 21
                                    

Angel menghela napas panjang. Di depannya teronggok alat musik piano yang usang dan berdebu. Jemarinya bergerak pelan menyusuri setiap tuts yang berjajar rapi, minta dimainkan. Sesekali, jari telunjuknya menekan salah satu tuts hingga menimbulkan satu bunyi yang nyaring. Gadis berkacamata dengan rambut terurai itu memejamkan mata, mencoba meraih keberaniannya lagi.

Syaraf otaknya menegang, dalam pikirannya ia merasa tengah berlari kencang lalu menabrak salah satu dinding sel dan jatuh. Matanya terbuka lebar dan napas panjang lagi-lagi diembuskan. Ternyata dia masih berada di ruang belajar. Angel menelan ludahnya sendiri, gugup dan berdebar. Sudah lama sejak lima tahun lalu. Setelah kejadian kelam itu, ia tak mau memainkannya lagi.

Masih melekat dalam ingatannya tadi ketika dia kabur dari latihan drama karena sikap Mecca, tiba-tiba seseorang menghentikan langkahnya dari belakang. Seseorang yang amat Angel hindari.

"Ayolah. Kamu pasti bisa."

Seseorang itu terus merayu Angel agar melakukan satu hal yang sudah lama ia tinggalkan. Angel menggeleng kuat, kedua tangannya terkepal kuat seolah-olah tidak rela jika jemarinya menekan-tekan tuts lagi. Tetapi, seseorang itu terus memaksa.

"Saya tak ingin melakukannya lagi. Saya sudah hampir berhasil melupakannya, kenapa Anda mengingatkan saya kembali?"

"Karena kamu punya potensi!"

Begitulah. Seseorang itu mengancamnya hingga harus mencampurkan urusan ini dengan ibu Angel. Gadis itu terpojok dan tak ada pilihan lain selain menurutinya. Angel berteriak, mengutuk dirinya yang bodoh telah mengingkari janji. Air mata berlinang sepanjang jalan, tak ada yang peduli pada perasaannya. Bahkan, wanita yang kini tengah berdiri di belakangnya tak sedikit pun mengerti luka lama yang masih membekas dalam hati Angel.

"Lakukan. Ini takkan lama."

Sunyi dan dingin. Angel bisa merasakan betapa gersang suasana di sekelilingnya. Ibunya, tak lagi melihat air wajahnya yang tertekan dan pias. Angel memejamkan mata lagi, mencoba meraih kekuatan dalam hati yang telah lama ia pendam.

"Ayah, maafkan aku."

Air matanya berlinang. Tak sanggup gadis itu mengingat senyum terakhir dari cinta pertamanya. Jemarinya bergetar dan dengan cepat ia jauhkan dari tuts piano yang dingin.

"Kenapa? Kenapa kau lemah?" Ibu, harusnya wanita itu mengerti.

"Tinggalkan aku sendiri, Bu. Aku masih mencoba meraih kekuatan." Suara Angel bergetar. Gadis itu menutupi wajahnya yang basah dengan rambut panjangnya. Ingin rasanya ia kabur sejauh mungkin. Menyusuri pulau lalu menyeberangi samudra. Hidup sendiri dalam kebahagiaan yang hakiki.

Wanita paruh baya itu tidak bersuara. Namun, sesaat kemudian terdengar suara pintu tertutup. Angel roboh, tak kuasa menahan beban berat dalam dirinya yang bodoh. Angel berteriak, meratapi dirinya yang ceroboh. Air matanya meluncur begitu saja, lolos satu persatu dari matanya yang bulat. Kacamatanya berembun, dengan sekali sahut dilemparkanlah benda kaca itu ke dinding hingga hancur berkeping-keping.

"Bodoh!" teriaknya. Sekali lagi, takkan ada yang mendengarkannya.

Berbagai kejadian yang ia alami belakangan ini berputar lagi dalam sel otak. Bagai kaset film lama yang diputar di televisi tabung kuno. Kelam dan menyakitkan. Ponselnya tiba-tiba berdering nyaring, hingga menimbulkan getaran teratur pada nakas di dekat pintu. Angel merayap meraih benda itu dan menerima panggilannya.

"Halo?"

....

"Angel? Halo?"

....

"Halo? Sayang?"

"Beraninya kau meneleponku!"

THE CLASS [END]Where stories live. Discover now