[10] Hukuman

2.9K 541 21
                                    

Angel dan Rocky diam terpaku sejenak. Bu Angeline memang selalu begitu, tegas, keras dan tidak bertele-tele. Rocky lebih dulu melangkahkan kakinya memasuki ruang konselor, harum aroma coklat dan AC super dingin menurut versinya mulai ia rasakan.

"Selamat datang, Rocky." Pak Bram yang sudah berdiri di depan mejanya, menyambut kedatangan murid bermasalahnya lebih dulu. Senyum dari lelaki tua itu merekah, seperti tidak akan mengintrogasi seorang pesakitan.

"Kenapa kamu tidak ikut masuk, Angel?" Bu Angeline melipat tangan di dada seraya memperhatikan Angel. Gadis itu masih berdiri mematung di pintu masuk dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Pak Bram dan Rocky menoleh bersamaan, melihat Angel yang setengah melamun entah memikirkan apa. "Angel?" panggil Pak Bram seraya berjalan mendekat.

Angel mendapatkan fokusnya lagi lalu menatap orang-orang di depannya. "Saya bukan tersangkanya, jadi lebih baik dia dulu yang mendahului." Jari telunjuk Angel mengacung pada Rocky, sedangkan lelaki itu malah tersenyum remeh. Usahanya menggertak gadis angkuh itu sepertinya berhasil.

"Masuklah, ada yang ingin kutanyakan padamu." Pak Bram menekan setiap katanya sembari membenarkan letak kacamata yang melorot. Akhirnya, Angel memutuskan untuk melangkahkan kaki dan segera duduk di samping Rocky, persis di depan meja kepala sekolah.

"Jadi, kita mulai dari mana?" Pak Bram meraih kopinya yang sudah dingin lalu meminumnya sedikit.

Angel dan Rocky sama-sama bungkam. Tak ada satu pun murid yang ingin duduk di sini termasuk mereka. Apalagi terlibat kasus memalukan yang akhirnya membuat mereka jadi topik utama dalam pembicaraan setiap warga sekolah.

"Rocky, apa alasanmu menyebar video itu?" Kali ini Pak Bram sudah berdiri tepat di depan Rocky. Tak ada bentakan dalam pertanyaannya, tetapi entah mengapa rasanya begitu dingin.

Rocky masih bungkam. Mungkin ini adalah satu tindakan yang akan ia sesali seumur hidup. Memalukam dan tidak beretika. Pak Bram menghela napas panjang dan menepuk pundak Rocky.

"Kamu tahu? Tak akan memalukan jika mengakui kesalahan. Justru kamu akan terlihat memyedihkan ketika berusaha berbohong atau bahkan menyembunyikannya." Pak Bram berusaha memberi sedikit 'rangsangan' agar ini terlihat lebih mudah.

Rocky masih menunduk dan tangannya terkepal kuat. "Tidak akan sama akhirnya jika kesalahanku diketahui oleh Angel. Semua yang aku lakukan menurutnya adalah memalukan." Hanya Rocky yang mengetahui isi hatinya, setiap orang di sini tidak akan pernah mengerti.

"Kalau kamu ingin kasus ini segera bersih, maka katakanlah sesuatu. Jangan diam saja." Bu Angeline sudah mengambil posisi tepat di samping Rocky. Wanita itu sungguh tak sabar, layaknya wanita pada umumnya, ia akan terlihat emosional jika tak sesuai prosedur seharusnya.

"Dia mengira jika aku yang menyebarkan rumor tentang keluarganya. Aku yang merasa tak melakukan apa-apa, tentu saja marah. Akhinya, dia terus memaksaku untuk mengaku sebab dia tak sanggup membuktikan kebenarannya. Sebagai langkah akhir, lelaki ini membuat video palsu yang mengatasnamakan diriku. Memalukan."

Setiap orang yang berada di sana langsung menatap Angel. Sama halnya dengan yang dikatakannya pada Pak Bram beberapa waktu lalu, juga demikian. Namun, kini beda cerita. Sebab, keterangan dari Rocky lah yang para konselor butuhkan.

"Rumor soal keluarga Rocky? Ada apa?" tanya Bu Angeline seraya menatap lelaki delapan belas tahun itu lamat-lamat.

Rocky tetap bungkam. Suasana ruang konselor berubah sepi seketika. Suara komputer yang dinyalakan atau detak jarum jam yang terus berputar sama sekali tak mengusik pikiran Rocky untuk terus menerawang. Pertanyaan dari Bu Angeline, hanyalah basa-basi. Tak ada yang tidak mengetahui rumor itu di sekolah ini.

THE CLASS [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ